Part 3

13 1 0
                                    


"jadi gitu ceritanya..." setelah menceritakan semua yang terjadi antara dirinya dengan rendi kepada rina, dan yang mendengarkan hanya sekali-kali menanggapi dengan anggukan kepala dan hanya ber "oh" ria

"lha emang lo yakin kalo si rendi bakal nglepasin kebiasaannya demi jadi sahabat lo? Trus kalo lo udah sama si rendi, lo gak bakal lupa kan sama gue?" tanya bertubi-tubi oleh rina

"kalo itu sih gue gak yakin, lo tau kan jawabannya waktu dia ngomong di kantin tadi? Yang katanya bakal ngurangin dosis rokoknya perminggu-minggu." Hanya anggukan kepala rina yang menjadi pengganti jawabannya

"ngapain coba gue lupain lo, kan aneh banget jadinya. Seorang sahabat meninggalkan sahabat lamanya karena seorang sahabat baru datang ke dalam kehidupannya. Kan ngaco banget tuh." Seru lena

"ya bisa aja kali, waktu gue ajak lo kantin eee... yang lo gagas si rendi dan gue lo lupakan" risau rina

"enggak bakal rin, gue udah sayang banget sama lo udah gue anggep jadi adek gue sendiri malahan" ucapnya dengan mengelus-elus punggung rina

"gue percaya sama lo deh"

***

Dilain tempat tampak rendi, tian, dino, keyhan sedang menongkrong di cafe biasanya. Di situ tampak dino dan keyhan yang sedang merokok dengan kaki yang diangkat seperti orang yang duduk di warteg. Tian yang sedang melahap pesanan makanannya dan rendi yang tampak iri dengan dino dan keyhan yang sedang merokok. Ya mulai hari ini dia memutuskan untuk merokok seminggu sebanyak 3 batang saja, dan dengan sengaja dino serta keyhan memamerkan kepada rendi untuk ikut merokok juga. Karena batin dan pikirannya tetap tertuju untuk berhenti merokok, dia memutuskan untuk mengalihkannya dengan bermain games di ponselnya

"ren, keputusan lo gimana?" tanya tian tanpa menolehkan kepalanya kepada orang yang sedang diajaknya untuk berbicara

"gue udah mulai berhenti dari sekarang, bahkan hari ini gue belum beli sama sekali" ucap rendi tanpa mengalihkan pandangannya pada ponsel

"trus bonyok lo gimana? Udah tau?" tanyanya lagi

"udah malah ngedukung gue, trus katanya kalo gue beneran berhasil uang jajan gue bakal di tambah. Kan lumayan buat beli-beli kaos"

"gue berharap lo bener-bener bisa" ucap yakin tian

"oke, makasih ya bro"

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan lewat lima belas menit, tetapi keempat remaja itu belum pergi dari kursi yang sudah didudukinya selama tiga jam sebelumnya. Entah kenapa setiap kali mereka berempat nongkrong, tidak ada kata lelah untuk duduk selama itu tapi jika pada saat jam pelajaran baru duduk setengah jam saja pantat mereka merasa panas sekali dan segera ingin berdiri dan menuju ke kantin.

Didalam keheningan mereka, tiba-tiba ada telfon masuk yang menginterupsi keheningan mereka. Ternyata ponsel rendi yang diletakkan di atas meja berbunyi, segera rendi mengambilnya dan menggeser ikon kewarna yang hijau,

"ya hal—"

"......"

"lo kenapa?! Bilang sama gue jangan bikin panik gue dulu"

"......"

"oke.. oke lo tunggu gue disana jangan kemana-mana oke?" setelah mematikan ponselnya, buru-buru rendi menyambar kunci mobilnya di meja, dan tanpa pamit kepada teman-temannya dia melenggang pergi dengan langkah besarnya.

Sedangkan di meja tersebut ketiga orang tersebut saling berpandangan dan menatap satu sama lain akan kebingungan yang menimpa kepada sahabatnya,

"ngapa tuh orang?" tanya dino dengan mata yang masih memperhatikan rendi yang mulai memundurkan mobilnya dari tempat parkiran

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 21, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

is it too late, to  say Goodbye?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang