Trickle Snow

3 0 0
                                    

TRICKLE SNOW
...
Dalam setiap udara yang memasuki rongga dadaku,
Kuhembuskan suatu kedingingan tempatku berkubang
Tapi kau berbeda
Membelai suraiku dengan hangat yang menjalar
Lantas, bagaimana aku harus menolak ?
Rasa itu berlainan, saling bertolak arah
Dan jika dipersatukan maka satu diantaranya akan rusak
Bias luka dalam hatiku memerintahkan untuk menolak
Tapi sebuah ego menghancurkan gagasan itu
Lalu...
Jika bersatu adalah sesuatu yang tabu,
Bisakah kita hancur bersama ?
...
Pagi hari di awal Februari, udara sedang dingin-dinginnya ketika Kleea membuka pintu utama rumahnya. Sayup angin dingin masuk tanpa permisi, tapi gadis dengan tatapan kosong itu tetap bergeming. Ia seolah sudah sangat bersahabat dengan suhu yang dikandung oleh si angin. Lamat-lamat, Kleea menuruni satu persatu anak tangga. Masih dengan pandangan kosong, kakinya tak berhenti menapaki anak tangga tersebut hingga mencapai yang terakhir.
Sepasang iris gelap memperhatikan gelagat si gadis putih dari jendela rumah sebelah. Seraya ekspresinya yang kian melukis gurat kesakitan, pun hatinya begitu tersiksa. Tangan lelaki tersebut mengepal kuat, menahan diri untuk tidak menghampiri sang gadis dan memeluknya erat-erat. Meredam emosinya untuk tidak meluap bersama teriakan putus asa juga tangisnya yang menyesakkan. Sebagai seorang lelaki yang seharusnya kuat, sudah semestinya jika ia mengutuk diri sendiri karena tidak bisa berbuat apapun untuk Kleea. Yang hanya bisa ia lakukan adalah terdiam seperti orang bodoh, menyerah seperti pengecut dan bersedih seperti pecundang. Hidupnya memang pantas untuk dirutuki.
Tapi, ia tetap tidak bisa menahan gejolak dalam dadanya begitu melihat gadis itu menghampiri bagian pinggir jalan. Berniat melintas mungkin, tapi ia tahu jika gadis itu sama sekali tidak bisa melakukannya.
Tanpa aba-aba kedua kakinya berlari menuju pintu keluar, lalu terdengar sebuah dentuman keras dari pintu yang ia buka dengan tergesa. Jantungnya berdebar dengan tempo cepat dan tak beraturan. Sungguh, ia akan bunuh diri setelah ini jika gadis itu terluka. Ia terus berlari dengan kecepatan yang ia sendiri tidak tahu berasal darimana. Begitu cepat hingga dirinya sendiri tak mampu lagi merasakan angin dingin yang berlalu lalang, juga telapak kaki tanpa alasnya yang terluka karena bergesekkan dengan kerikil-kerikil kecil.
Sementara Kleea sudah menapaki bagian tengah jalan. Dan saat itu juga sebuah mobil sedan hitam hendak menuju kearah sang gadis, dan sayangnya Kleea tak tahu nyawanya akan melayang jika saja Kim Taehyung tak segera menarik tangannya. Memeluk dan menarik tubuh rapuh Kleea ke bagian pinggir jalan.
Nyaris saja jantung Taehyung copot. Nafasnya berderu dengan cepat, mencari oksigen sebanyak-banyaknya untuk menetralakan fikiran yang kacau.
"Taehyung-ah..." gadis dalam pelukannya bergumam lirih. Menohok hati Taehyung dengan air mata Kleea yang tumpah didadanya. Ia merasakan jika tubuh gadis itu bergetar. Entah karena dirinya atau kejadian barusan. Tapi Taehyung tidak bisa untuk tidak turut menumpahkan air matanya. Jika saja Kleea kehilangan nyawanya tadi, maka tak ada orang yang patut disalahkan selain Kim Taehyung.
"Kau tidak apa-apa, 'kan ?"
Taehyung merasakan kepala Kleea mengangguk dalam pelukannya. Angin dingin semakin mengerubungi mereka, membuat Taehyung mempererat dekapannya terhadap sang gadis. Agar gadis itu merasa hangat, tidak perlu merasakan kedinginan yang menyiksa ini. Setidaknya Taehyung bisa menjadi perisai untuk Kleea, menahan setiap dingin menyiksa yang hendak meyampiri sang gadis.
"Aku merindukanmu Taehyung"
Rasa-rasanya Taehyung ingin membawa gadis itu ke tempat dimana tidak ada satu orangpun yang akan menentang perasaan mereka, tak ada yang akan bisa menyakiti mereka lebih dari ini. Oh, seandainya saja Tuhan mau menyediakan tempat seperti itu.
"Lepaskan tanganmu dari anakku"
Seseorang menarik paksa Kleea, melepaskan pelukan Taehyung dengan meninggalkan sejumlah retakan pada hatinya. Wanita paruh baya tersebut menatap sengit Taehyung, yang hanya bisa dibalasnya dengan tatapan sendu. Jika saja kedua mata indah Kleea bisa berfungsi, pastilah hati gadis itu akan runtuh ketika itu juga. Melihat kesedihan pada wajah tampan Taehyung adalah kelemahan untuknya.
"Kau ! Berani-beraninya !"
"Eomma" selaan Kleea mengalihkan pandangan amarah sang ibu dari pria tercintanya. Gadis itu masih betah berlama-lama melukiskan air mata pada pipi tirusnya. Dan bahkan Kim Taehyung belum sempat menghapus jejak air penuh kesesakkan itu.
"Kleea, ibu mohon jangan lagi bertemu dengannya"
Kleea menggeleng lemah saraya menjatuhkan setetes lagi air matanya. Taehyung mengamati setiap butiran yang terjatuh itu, dan saat itu juga bulir air yang menggenang di sudut matanya ikut meluncur.
"Eomma, maafkan aku. Tapi aku sangat ingin bersama Taehyung"
Berkali-kali, hati Taehyung tertohok setiap gadis itu melayangkan rangkaian kalimat. Ia tertunduk, merasa terlalu lemah untuk mengamati lebih dalam lagi kesakitan sang kekasih. Memangnya siapa dirinya ? Ia bahkan merasa tak pantas untuk dipertahankan. Entah kenapa Taehyung beranggapan jika sebaiknya Kleea membuangnya saja dengan setumpuk penderitaan gadis itu. karena Taehyung terlampau tahu, pun sangat mengerti jika dirinya lah yang menghadirkan penderitaan tak ada habisnya dalam setiap detak jantung Kleea. Bila sudah begitu, pantaskah ia dipertahankan ?
"Aku mohon, eomma"
Tapi, Taehyung tak tahu kalau dirinya lah yang berperan sebagai pelukis senyum tulus Kleea. Dan, apa salah jika gadis itu memperjuangkannya sampai mati ?
"Kleea !" Baekhyun, sang kakak dengan wajah paniknya menghambur keluar rumah, menghampiri sang ibu dan juga adiknya dengan tergesa.
"Ada apa ini ? Kleea, kau menangis ? Eomma, apa yang terjadi?"
Tak ada yang berniat untuk menjawab kepanikan Baekhyun barang satu katapun, menyempatkan diri untuk menoleh kearahnya pun tidak. Tapi, agaknya Baekhyun sudah bisa memahami situasi yang terjadi begitu melihat wajah berantakan Taehyung yang berdiri tak jauh dari mereka. Pria itu menghembuskan nafas, selagi matanya sibuk menelusuri setiap jengkal ekspresi sengsara si tetangga. Baekhyun seolah terkontamidasi dengan pandangan menyedihkan Taehyung.
"Baekhyun, bawa Kleea masuk !" Baekhyun enggan menuruti perintah sang ibu. Ia memilih menatap ragu Kleea dan Taehyung secara bergantian. Mana tega dirinya memisahkan mereka ? Tapi-
"Baekhyun, jangan membangkang"
-perintah dari ibunya adalah mutlak ! Ia merasa seperti kakak terjahat untuk Kleea. Dimana seharusnya seorang kakak akan segera menepis berbagai perasaan sesak yang selalu mendatangi sang adik. Tapi kenyataan kadang memang tak mau menoleh pada jalan yang sama.
"Baekhyun !" menyadari sang anak sulung masih berdiam diri, ibunya tanpa sadar mengeluarkan bentakan. Dan jika sudah sampai pada titik ini, sama halnya dengan Taehyung, Baekhyun juga tak bisa melakukan sesuai kehendaknya. Setelah melayangkan tatapan 'maaf'-nya kepada sang tetangga, Baekhyun lekas merangkul Kleea dan menunutunnya untuk masuk ke dalam rumah.
Setelah pintu rumah keluarga Byun kembali tertutup, barulah Ibu Kleea kembali menatap Taehyung dengan sengit. Dan nampaknya seorang Kim Taehyung sudah terbiasa menampung tatapan penuh kebencian itu.
"Berhentilah mendekati Kleea, jika kau masih ingin melihatnya"
***
"Eomma, bisakah kau mengesampingkan permasalahan itu untuk Kleea ?""Kau tidak tahu apa-apa, Byun Baekhyun""Eomma yang tidak tahu apa-apa ! Apa Eomma ingin kisah cinta Kleea berakhir sama seperti Eomma ?"
Kleea mendengar berbagai teriakan itu dari dalam kamarnya. Keributan yang membuatnya semakin sulit untuk menghembuskan nafas dengan tenang. Sejak lahir hidupnya penuh dengan pertikaian antar keluarga. Dan parahnya, ia jatuh cinta terhadap pria dari keluarga yang begitu dibenci ibunya.
Kleea beranggapan jika sekarang tak ada lagi orang tua yang mementingkan keinginan anaknya sendiri. Jika sudah seperti itu, ia merasa sangat iri dengan anak-anak yatim piatu di panti asuhan.
"Orang tua selalu tahu apa yang harus anaknya jalani"
Cih ! perkataan macam apa itu ? Diam-diam Kleea mencibir perkataan sang ibu. Ia sangat ingin berteriak dan mengatakan tepat di depan ibunya sendiri jika gagasan seperti itu hanyalah bualan belaka.
"Bukankah kakek dan nenek menjodohkan ibu dengan ayah, lalu sekarang dimana lelaki brengsek itu ?! Berkeliaran di bar dan meninggalkan keluarganya ? Itukah jalan terbaik yang dipilihkan orang tua ? Shit !"
"Berhenti berbicara, Byun Baekhyun !"
Rasanya mati lebih baik daripada menjalani hidup penuh kekacauan seperti ini. Untungnya Kleea masih menghargai sisa hidup yang Tuhan berikan sehingga ia bisa menepis pemikiran itu. tapi-
"ARRGGHHH"
-ia juga manusia yang rentan akan kerapuhan. Ia tidak bisa menahan raungan kepedihan yang selalu menjadi sarana pelampiasan sakit yang tak berujung.
Kleea membanting vas bunga yang tergeletak di atas meja riasnya. Hingga benda itu menghantam tembok dan bertransformasi menjadi kepingan-kepingan kecil. Sama seperti hidupnya, hancur !
Pada dasarnya, manusia memiliki hati yang begitu rapuh, retak sedikit saja akan menyebabkan kehancuran yang mungkin bersifat permanent.
"Apa Eomma tahu, Tuhan menghadirkan perasaan kepada Taehyung dan Kleea supaya Eomma menghentikan pertikaian ini. Eomma ingin Kleea dan Taehyung berpisah seperti Eomma dan Paman Kim ? Itukah yang disebut Ibu ?"
PLAK !!!
Kalimat itu diakhiri dengan bunyi tamparan yang cukup keras pada pipi Baekhyun. Rasa perih itu menjalar disetiap lapisan kulitnya. Tapi itu tak sebanding dengan sakit yang dirasakan hatinya tatkala ia melihat sendiri jika sang ibu-lah yang mengirim rasa perih itu. baekhyun merasa kacau setelah melihat genangan air pada kedua mata sang Ibu. Betapapun ia juga sangat ingin menangis.
Sementara di dalam kamar, Kleea sudah terlebih dulu menumpahkan air matanya dengan tubuh yang meringkuk di atas kasur. Gadis itu memukul-mukul dadanya yang terasa sesak. Ia hanya menginginkan seseorang yang akan merangkul dan membisikkan kata-kata penenang untuknya. Keinginan itu begitu sederhana, tapi sayangnya tak ada yang berniat mengabulkannya. Semua orang hanya senang bertikai, mengabaikan seorang gadis rapuh yang selalu menahan efek dari pertikaian yang diciptakan oleh orang dewasa.
Siapapun pasti tidak mau berada dalam posisi itu. tapi siapa yang bisa menolak takdir ? Menangis hingga air mata habispun tak akan membantu.
Lamat-lamat Kleea bisa mendengar suara Baekhyun yang berkata lirih. Kalimat yang cukup membuatnya menuangkan air mata lebih banyak lagi, menciptakan retakan yang semakin melebar pada hatinya. Ketidak adilan itu semakin tercium dan mengolok dirinya. Menggerayangi emosi gadis itu untuk selalu terjatuh.
"Mereka hanya saling mencintai, Tuhan saja tidak tega memisahkan mereka"
***
Semburat jingga menyembul dari sela-sela dedaunan. Menerobos setiap cela tumpukan daun-daun hijau yang melekat pada ranting pohon besar itu. dari balik jendela kaca, Taehyung menerima cahaya itu dengan mata yang terpejam. Mencoba mencari kedamaian yang tak terjamah. Setidaknya ia bisa melihat ujung rasa damai itu meskipun tak bisa menyentuhnya. Perasaannya kalut, begitu sakit sampai ia tak sanggup untuk menangis lagi. Menarik oksigen pun rasanya susah.
"Taehyung-ah..."
Sentuhan lembut pada pundaknya membukakan kelopak mata Taehyung. Ia tersenyum pada wanita paruh baya itu.
"Eomma..."
Sang ibu tersenyum lembut, penuh perhatian dan kasih sayang. Biasanya Taehyung akan merasa tenang melihat senyum itu, tapi tidak untuk sekarang. Dimana hatinya sudah merasakan sakit yang terlampau batas.
"Ayolah, ayahmu akan benci melihat anaknya yang menyerah seperti ini. Bukankah kau pernah berjanji ketika ayah hendak pergi bahwa kau akan berjuang untuk mencari kebahagiaan ?"
Saat ini, pelukan dari sang ibu adalah satu-satunya yang Taehyung perlukan. Ia merasakan dekapan hangat itu, merasa jika bebannya sedikit berkurang setelah kedua tangan sang ibu melingkar pada tubuhnya. Ia tak akan ragu untuk menangis sepuasnya pada lingkaran kasih sayang sang ibu. Karena sang ibu-lah yang sangat mengerti akan penderitaan yang terikat dalam tubuhnya.
"Taehyung-ah, kau ingat pesan Appa-kan ? Appa sangat ingin mengakhiri pertikaian dengan keluarga Byun. Kau bisa menolong Appa untuk mewujudkannya, bukan ?"
"Seandainya Appa masih disini, pasti akan lebih mudah mewujudkannya"
***
"Hari ini, oppa akan membantumu untuk berkencan dengan Taehyung"
Pagi-pagi Baekhyun sudah menyerbu kamar adiknya. Mengguncang tubuh Kleea yang masih berbaring dengan nyaman di atas ranjang empuknya. Teriakan kencang sang kakak dengan kelakuan aneh mengakhiri mimpi Kleea. Ugh, punya kakak yang terlampau ceria seperti itu merepotkan juga, ya.
"kau tidak sedang memikirkan ide yang aneh, kan oppa ? Jika iya maka ibu akan mengasingkanku ke pedalaman agar tak bertemu lagi dengan Taehyung"
Baekhyun mengacak pelan pucuk kepala adiknya, terkekeh begitu Kleea menunjukkan tampang bosannya.
"Tidak usah khawatir, Ibu sedang ke Jeju. Berkencanlah sepuasnya dengan Taehyung"
Selagi tangannya sibuk melilitkan syal merah tua pada leher sang adik, pintu depan rumahnya berderit, menampilkan seorang Kim Taehyung dengan cengiran aneh yang tak ada bedanya dengan Baekhyun. Jika saja Kleea masih bisa melihat, maka siap-siap saja sepatu hitam di dekat kakinya itu menyampiri wajah mulus Taehyung. Gadis itu selalu naik darah jika Taehyung dan Baekhyun mulai memamerkan ekspresi bodoh mereka.
"oh, Taehyung-ah, jaga adikku, ya"
Taehyung menganggukkan kepala penuh semangat, lalu menggandeng tangan Kleea, bersiap untuk pergi. Tapi-
"Ya ! Taehyung bodoh ! Aku belum memakai sepatu"
-pekikan melengking dari Kleea membuatnya juga Baekhyun tersentak. Taehyung mengerjapkan kedua matanya, menatap kaki Kleea yang hanya berbalut kaus kaki hitam. Kekehan bodoh dari Kim Taehyung membuat Kleea memasang ekspresi se-kesal mungkin. Selalu saja kekasih dan kakaknya bertingkah seperti orang idiot. Rasa-rasanya Kleea ingin menangis menyadari jika kelakuan dua orang itu ternyata lebih parah dari yang ia bayangkan selama ini.
"Aku pakaikan, ya. Tunggu sebentar" taehyung lantas berjongkok, meraih sepatu hitam tersebut untuk dipasangkan pada kaki kekasihnya.
"Memangnya Bibi Kim mengizinkanmu untuk menghabiskan waktu bersamaku seharian ini"
"Tentu saja, kau tidak usah khawatir. Ibuku sangat memahami kita"
Pria itu kembali menegakkan posisinya, menatap langsung ke iris gelap Kleea yang sudah satu bulan ini terlihat kosong. Menyedihkan, semula ia juga tak memiliki keberanian untuk menerobos bola mata yang sarat akan kesakitan itu.
Baekhyun merangkul keduanya, menampilkan seulas senyum di tengah jiwa penuh keraguan Kleea dan Taehyung. Mencoba mengasingkan perasaan sesak pada benak keduanya.
"Bersenang-senanglah hari ini"
Suatu frasa yang terdengar menyayat itu mengundang senyum miris pada bibir Kleea. Sang kakak sama sekali belum pernah mengatakan gagasan itu jika ia hendak berkencan dengan Taehyung. Suatu firasat dalam diri Kleea mengatakan jika rentetetan kata tersebut mengandung makna yang menyedihkan. Ia tidak bisa menepis bayangan buruk itu.
***

Story Of My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang