I : Malam dan Teriakan

25 1 0
                                    


Andre membuka pintu kamarnya, masuk dan membanting pintu sedemikian keras hingga terdengar sampai ke kuping mbok Jah yang sedang bekerja di dapur.

'Bukk'

Pundak mbok Jah terhentak kaget, mulutnya menganga dan wajahnya mendongak ke atas seakan dapat terbayang pintu kamar yang dibanting keras tadi. Namun dia tahu apa yang sedang terjadi pada tuan mudanya tersebut hingga pintu itu dibanting keras – keras. Wajahnya mengkerut, dia takut untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Dia terus melanjutkan pekerjaannya.

Selisih seperempat detik kemudian, seorang wanita membuka pintu kamarnya dengan buru – buru dan mengangkat wajahnya menatapi anak tangga yang berada di depan wanita tersebut berdiri. Matanya terbelalak lebar dan alisnya terangkat. Segera wanita tersebut membuntuti arah datangnya hempasan pintu tadi. Sambil berlari menaiki anak tangga tersebut, wanita itu setengah berteriak.

"Andre, Andre,.... Andre!"

Felice sedang menatapi buku bacaannya di bawah cahaya lampu belajar dalam ruangan yang remang tersebut ketika mendengar suara teriakan nama kakaknya. Mulutnya terbuka seraya dengusan nafas yang keluar. Matanya menatap lurus ke tembok yang berada di depannya.

Si wanita diam berdiri di depan pintu kamar, ia menatapi pintu, sesaat kemudian mengeluarkan hembusan nafas yang dibarengi gerakan penurunan pundaknya.

"Andre" sambil mengetuk pintu. Namun tidak ada sahutan dari dalam.

"Andre" terus mengetuk pintu, dan hanya ada keheningan dari dalam.

"Andre!" diketuknya keras-keras.

Pintu terbuka dan nampak Andre dengan wajah muramnya.

"Apaan si ma!" bentak Andre sambil bertanya kepada mamanya dengan nada naik.

"Kamu yang apa! Apa - apan kamu masuk kamar main banting pintu keras seenaknya! Perlu sepuluh kali mama manggil mu supaya kamu keluar?" tanya mama dengan nada naik pula.

Felice yang sedang berada di ruangannya, tepat disebelah kamar Andre, tertunduk dan menutup matanya.

"Pintu, pintu kamarku sendiri. Apaan si ma, aku males tau nggak!" bentak Andre dengan mata melotot.

"Kamu! Didiemin malah kurang ajar yah, ngga bisa apa kamu lebih sopan dan lebih ngehargain mama kamu ini. Aku ini mamamu!" balas sang mama.

"Mama minta dihargain tapi mama sama sekali nda ngehargain perasaan aku! Aku ngga punya mama, mamaku mau nikah sama orang lain" tukas Andre sambil membanting lagi pintu kamarnya.

"Ngomong apa kamu? Di rumah ini yang ada cuma mama yang ngga dihormatin sama anak mama sendiri. Makin hari kamu makin kurang ajar sama mama. Kamu udah berubah."

"Mama yang berubah! Semenjak mama kenal sama laki - laki itu. Mama ngga ada waktu buat perhatiin aku sama Felice. Mama selalu pergi pulang malam. Habis ngantor mama ngga langsung pulang. Aku sama Felice selalu makan malam berdua aja di rumah neraka ini. Mama ngga pernah ada!"

"Bagaimana kamu bisa menyebut rumah ini neraka kalo kamu sendiri yang membuat situasinya seperti di neraka! Kamu yang berubah Ndre!"

"Mama yang berubah! Mama lebih mentingin laki - laki itu daripada aku sama Felice. Kalo aja papa masih ada, dia pasti sedih lihat mama beginiin aku sama Felice. Mulai sekarang, aku benci sama mama!"  tukas Andre sambil membanting lagi pintu kamarnya.

Sementara mama hanya terperanjat oleh suara bantingan pintu dan berdiri terdiam. Dalam benaknya, terngiang terus suara bantingan pintu dan kata-kata yang keluar dari mulut Andre. Bagaimana mungkin, seorang anak yang dahulu pendiam dan pemalu, berubah secara keseluruhan menjadi pemarah seperti itu.

"Ini semua salahku..." gumam mama sambil menutup matanya. Air matanya menetes, seolah kata – kata Andre menusuk balon air didalam hatinya.

Felice yang hanya duduk terpaku, menutup mata dan menutup telinga dengan kedua tangannya, tak sadar air matanya membanjiri pipi. Nafasnya mulai sesenggukan dan tidak beraturan. Sementara ia terus menangis.

"Papa.... jangan tinggalin Felice kaya gini..." kata dia dengan suara lirih.

Gemuruh petir dan riuhnya angin membungkus malam itu. Felice kaget dan beranjak ke jendela, melihat daun – daun pohon di luar kamarnya yang terhuyung – huyung oleh karena angin. Daun – daun kering yang berjatuhan di jalan depan rumahnya terhempas jauh oleh angin yang datang.

OHANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang