II : Felice

12 0 0
                                    


Malam berganti, namun sepertinya hujan semalam menyisakan mendung untuk pagi ini. Terlihat titik titik embun air pada kaca – kaca jendela rumah. Felice yang sedang duduk di ruang makan, sedang mengamati burung – burung yang berterbangan mengitari pohon taman belakang rumah melalui kaca yang sejurus berada di depan meja makannya. Tangannya sambil memegang roti, sementara mulutnya mengunyah. Mbok Jah datang menghampiri Felice yang sedang makan, dengan senyumannya.

"Mbak Felice mau dibikinin susu?" sapanya ramah.

Felice yang sedang mengamati keadaan di luar jendela, buyar, dan menengok suara yang berasal dari sampingnya.

"Hmm... eh boleh mbok. Jangan pakai gula yah." sahut Felice dengan sedikit mengangkat pipinya.

Mbok Jah membalas dengan senyum lebar.

"Kalau begitu, tunggu sebentar ya mbak."

Felice menganggukkan kepalanya dan kembali membuang pandangannya ke luar jendela. Burung – burung tadi pergi entah kemana. Dan hanya nampak pohon itu sendirian. Matanya terus menatap pohon yang daunnya rindang itu.

"Bagaimana di luar sana, apakah sama sepertiku? Aku rasa kami tidak jauh berbeda." gumam Felice dalam hati.

"Udah sarapan dek?"

Tiba – tiba saja ada yang bertanya padanya. Dia memalingkan kepalanya menuju ke arah suara itu. Ternyata mama. Mama menghampiri Felice dan duduk di depannya.

"Hmm..." sahut Felice sekenanya.

Mama mengambil setangkup roti dan mengoleskan selai cokelat diatasnya. Felice yang sedari tadi masih melanjutkan memakan rotinya, mencoba membuka mulut untuk menanyakan suatu hal kepada mamanya. Mamanya masih sibuk, terarah pada olesan selainya.

"Mm.... ma"

"Ya" jawab mamanya sambil mengalihkan pandangan pada Felice.

" Pulang kerja,.... mama langsung pulang?"

"Nggak bakal.....!" tiba – tiba saja ada suara menyahut dari arah tangga.

"Nggak bakal fel, dia bakalan pergi sama pacarnya!" sambung Andre dengan menuruni anak tangga.

Sementara Felice dan mama seketika menoleh kepada Andre. Ketika mama hendak mengeluarkan kata – katanya. Andre sudah sampai di ujung anak tangga dan melanjutkan kalimatnya.

"Kamu liat aja Fel, bentar lagi dia juga bakalan lupa buat pulang ke rumah ini. Dan lebih milih ngabisin waktunya sama pacar dan calon anak barunya itu. Hmh!" tukas Andre.

Mama bangkit berdiri dari bangkunya.

"Andre! Jaga omongan kamu. Kamu ngga boleh bicara seperti itu tentang mama, apalagi di hadapan adik kamu!"

"Apa? Jadi aku musti ngomong yang baik – baik tentang mama sama Felice? Sama aja boong ma!" nada bicara Andre semakin meninggi.

"Dan perlu kamu tahu Ndre, Om Pras itu calon papa yang baik buat kamu sama Felice, dia bisa nerima kita apa adanya!" jelas mama kepada Andre sambil berjalan mendekatinya.

Sementara raut muka Felice suram, dan dia meletakkan rotinya yang belum habis.

"Hah? Kita? Maksudnya mama? Kalau bukan karena hutang – hutang mama yang ditinggalin pacar brondong mama dulu, mana mau mama nikah sama Om Pras!" bentak Andre.

"Kamu jangan kurang ajar sama mama Ndre!"

Felice bangkit berdiri dari bangkunya perlahan. Matanya tertuju lurus dan tajam, menatap meja makannya.

"Apakah kalian bahagia?" kata – kata tersebut keluar dari mulutnya dengan nada datar.

Andre dan mama yang sedang bersitegang, menoleh ke arah Felice.

"Hmmh.." dengus Felice perlahan.

"Apakah semua ini setimpal dengan kebahagiaan yang kalian dapatkan? Apakah dengan begini semuanya akan membaik? Apakah cara ini dapat mengembalikan papa?" lanjut Felice sambil menatap tajam ibu dan kakaknya.

Mama dan Andre terdiam. Andre yang hendak membuka mulut untuk menjawab pertanyaan Felice, tiba tiba dia mengurungkan gerakannya. Mbok jah datang dari arah dapur sambil membawa segelas susu diatas nampan yang dibawanya. Namun saat ia menyadari ketiganya sedang dalam keadaan tegang, Mbok Jah memperlambat jalannya sambil menunduk menghampiri Felice. Bahkan dia ragu untuk bicara.

"Mmm... mbak Felice, ini susunya sudah jadi." kata mbok jah dengan nada gugup.

Felice mengacuhkan kehadiran mbok Jah, dan terus menatapi Andre dan mama.

"Buang aja mbok, aku mau berangkat."

Segera Felice membawa tas dan beranjak dari meja makan. Dia menghampiri Andre dan mamanya yang sedang tertegun dengan pertanyaan Felice. Felice berhenti sejenak di depan mama dan Andre. Dia berbicara meski matanya lurus menatap pintu.

"Hmmh.." sekali lagi dia mendengus, sambil tersenyum perih.

"Inikah yang kalian sebut rumah?"

Felice berkata sambil menatap dalam - dalam pada Mama dan Andre yang selalu membuat suasana rumah seperti di neraka baginya. Tanpa menunggu jawaban dari mereka, Felice segera berlalu keluar dari rumah. Sementara Andre berlari menaiki tangga, kembali kedalam kamarnya, dan Mama masih berdiri terperanjat dengan kata – kata yang dikeluarkan Felice.


OHANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang