Hari ke hari berlalu, namun perang dingin antara keduanya tak kunjung berakhir. Ada saja hal-hal yang memicu pertengkaran antara mereka. Kopi tumpah, tabrakan yang tidak disengaja saat terburu-buru, terlambat mengajukan laporan, tak merespon panggilan, dan banyak lagi. Diam-diam, Vicka mulai terbiasa dengan semuanya, terutama dengan Remi.
"Good Morning, Ladies!" Sambut Micko dengan meriah ketika Vicka dan Leony memasuki ruangan mereka. "You gurls, ready for today, huh?"
Senyum Vicka mengembang menanggapi sambutan Micko, sementara Leony hanya memutar bola matanya tak acuh. Mereka pun mengambil tempat masing-masing dan mulai bekerja. Just a normal morning. Batin Vicka seraya mengembuskan napasnya dan mulai sibuk dengan file-filenya.
"Senior Staff ditunggu di ruangan 1, sekarang."
Baik Vicka, Micko, dan Leony serempak menoleh kearah interkom.
"Hmmm, beralih profesi jadi wanita panggilan, nih?" Tanya Leony diikuti tawa isengnya. Sejak mendengar curahan hati — atau lebih tepat disebut curahan emosi — Vicka di awal pertemuan keduanya, Leony menjadi sangat tertarik menggoda wanita itu.
"Apaan, sih, Ley!" Vicka beranjak dari tempatnya dan pergi memenuhi panggilannya.
Micko memperhatikan Vicka berlalu hingga wanita itu menghilang di balik lift, kemudian mengerling pada Leony, "bibit BBC, tuh." Micko terkekeh.
"BBC? Apaan?"
"Benci Bilang Cinta!"
Keduanya pun tertawa bersama.
***
"Ehm, bapak panggil saya?" Tanya Vicka dengan nada ketus yang samar-samar.
Nada itu memang samar, namun dapat tertangkap dengan jelas di telinga Remi. Seketika air muka Remi berubah. Kerut di keningnya menandakan ia dapat meledak sewaktu-waktu.
"Kok, jadi lo yang ketus?" BRAKK!! "Ini maksudnya apa?" Pria itu membanting sejumlah map ke atas meja, membuat Vicka sedikit terlonjak.
"Laporan lo ini semuanya ngga ada yang bener! Gua ngga ngerti, deh. Bisa-bisanya cewek kayak lo ini di promosiin jadi Senior Staff. Oh, atau jangan-jangan lo main pelet, ya? Ngaku!"
PLAKK!!
"Jaga mulut lo, ya! Harusnya lo ngaca! Bisa-bisanya cowok yang ngga beretika kayak lo memegang perusahaan sebesar ini. Hah! Paling juga lo diangkat jadi dirut karena bokap lo kasian lihat lo ngga diterima kerja dimana-mana."
Kali ini Vicka tak mampu menahan emosinya. Tamparan yang mendarat di pipi kiri Remi telah membangunkan macan tidur. Dengan wajah merah padam dan tatapan tajamnya, pria itu mencengkram pergelangan tangan Vicka, hingga wanita itu meringis kesakitan.
"Hey, look! Seberapa pun besarnya upaya lo buat bales dendam sama gua, hanya akan sia-sia aja. Karena posisi lo disini ngga ada apa-apanya dibanding posisi gua sebagai pemegang perusahaan ini. You know exactly that I can do anything I wanna do. So, siap-siap aja untuk hidup sengsara, karena ngga akan ada perusahaan yang mau nerima pekerja yang dipecat dengan ngga layak."
Kalimat itu benar-benar membuat Vicka kesal, ditambah lagi cengkraman Remi yang semakin erat tiap kali Vicka memberontak.
"Okay, okay! Sorry, okay! Just...lepasin gua! Sakit!" Vicka terus memberontak, berusaha melepas cengkraman Remi yang semakin erat.
"Apa? Sorry? Hah! Lo pikir sorry aja cukup? Ngga! I want more." Pandangan Remi semakin beringas, membuat Vicka seketika merasa takut.
"Iya, terserah lo! Tapi lepasin dulu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Tell You the Truth
Historia CortaKesombongan Remi telah benar-benar membuat Vicka muak. Vicka bahkan tak merasakan secuil pun kebahagiaan di hari dimana ia seharusnya berbahagia. Dendam Vicka membuat Remi harus merasakan kesialan setiap harinya. Namun, dalam perang dingin yang terj...