1. Festival

966 142 219
                                    

metisazia An0801

Langit terlihat sangat cerah, membiru dengan indahnya, ditemani gumpalan awan yang menggantung. Sinar matahari yang sangat bersahabat mewarnai suara ramai dari ingar-bingar sekitar.

Suara gelak tawa terdengar di mana-mana, melarutkan keindahan lain menjadi debu di antara embusan angin yang tak kasat mata. Semua mata tampak berbinar bahagia, tak terkecuali dengan sepasang mata safir milik Ann.

Gadis itu mengitarkan pandangannya dengan kagum, tak menyadari eksistensi pemilik bola mata kelabu yang tengah memusatkan perhatian hanya padanya, menganggap hal lain sebagai sesuatu yang tak berarti.

"Mereka tak akan berubah walaupun kau melihatnya selama satu tahun penuh," canda Peter, membuat Ann menatapnya bingung. "Kita ke sini bukan hanya untuk melihat-lihat. Bukankah begitu, Anna?"

Ann menganggukkan kepala mengerti, mengulas satu senyum yang membuat cekung di pipi Peter kian dalam. Sedetik setelahnya, Ann telah beranjak dengan langkah lebar, menuju salah satu wahana di area festival tersebut. "Kemarilah!" teriaknya pada Peter setelah mencapai wahana itu.

Peter mengangkat bahu seraya terseyum geli karena perangai ceria Ann yang sangat jarang dilihatnya. Akhir-akhir ini Ann menjadi lebih pendiam, entah karena apa. Peter telah melakukan segala cara untuk mencari tahu penyebab dan cara untuk mengakhirinya, namun ia tak pernah mampu menemukan setitik jalan terang.

Dalam hati, pria itu mengucap ribuan syukur karena dia dapat melihat senyum Ann lagi. Maka tanpa menunggu lama, Peter pun segera menghampiri Ann, lalu menggenggam jemari gadis itu lembut. "Kau mau mencobanya?"

"Tentu saja." Ann mengangguk semangat, menatap bianglala di hadapannya seperti kado ulang tahun yang telah lama ia impikan.

Tepat saat bianglala berhenti berputar, mereka masuk ke dalam pembatas wahana dan langsung menempati salah satu tempat kosong yang berada di bawah.

Tatapan Ann tak bisa berhenti mengitar saat bianglala mulai berputar. Maniknya terlihat sangat polos karena kilat kagum bersarang di sana, seperti anak kecil yang belum pernah melihat area festival dari wahana bianglala.

Dan sekali lagi, Ann tak mengacuhkan keberadaan Peter. Namun Peter tetap tersenyum. Ketika bersama dengan Peter, Ann memang selalu larut dalam fantasinya sendiri, terjebak dalam dunia semu yang ia ciptakan seorang diri. Namun meski begitu, Peter tetap tak peduli.

Senyumnya selalu terlukis saat menatap binar bahagia dalam mata Ann, karena binar itu selalu mampu menguarkan kebahagiaan tak terhingga pada dirinya. Maka dari itulah untuk selamanya, Peter ingin tetap berada di tempat dan suasana yang sama, jika saja hal itu merupakan sesuatu yang tak mustahil.

"Bukankah ini konyol?" Ann terkekeh pelan, dengan tatapan yang masih menerawang jauh menembus kaca di sekeliling tempatnya duduk. "Kita dipermainkan oleh pemilik wahana ini dengan memandang keindahan yang luar biasa saat berada di atas, namun menyadari bahwa keindahan tersebut hanyalah omong kosong saat kita telah berada di bawah. Dan anehnya, kita rela membayar untuk hal semacam itu, bahkan tetap tersenyum saat telah mengetahui kenyataannya."

Peter tak mengerti akan ucapan Ann, namun dia menganggukkan kepala. Pria itu tersenyum lembut, dengan genggaman pada jemari Ann yang makin erat dan hangat. "Bagaimana kau bisa mendapat pemikiran hebat seperti itu dari hal sederhana semacam ini?"

"Entahlah." Ann tertawa karena menyadari ucapannya yang memang aneh. Dia mengucapkan hal tersebut seolah tanpa sadar. Atau lebih tepatnya, dia memang selalu berucap aneh tanpa menyadari bahwa benaknya mengulas pemikiran tersebut sebelum terucap.

The Worst ThoughtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang