4. Changes

280 40 56
                                    

metisazia An0801

Ann terus berlari dengan lara tanpa tangis, hingga ia sampai di dalam mobil Peter. Tidak, Ann tak menangis bukan karena ingin terlihat begitu kuat, karena bahkan tanpa ia sadari pun, manik Alvin selalu membuatnya lemah sejak hari itu. Ann memang memaksa dirinya untuk menabur benci yang makin banyak, hingga rindu yang ia rasakan hanya sedikit terselip di antaranya. Namun ... bukan karena itu Ann tak menangis.

Ia hanya merasa tak ada gunanya untuk menangis. Karena ... toh semua tak akan bisa kembali seperti dulu jika air matanya keluar. Jadi ... untuk apa sebenarnya ia harus menitikkan air mata meski luka basahnya disiram air garam?

"Ann, kau ada di dalam?" Peter mengetuk kaca di samping Ann dengan sangat kasar, beberapa menit setelah Ann sedikit mampu memadamkan emosinya di dalam mobil. Pria itu terlihat sangat khawatir—cenderung kacau—bahkan lebih kacau dari Ann sendiri.

Ann menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya sebelum membuka pintu mobil samping kemudi. Gadis itu membuka jendela mobil yang sedari tadi digedor Peter. "Ya. Masuklah, kita pergi dari sini."

Maka tanpa menunggu permintaan kedua dari Ann terlontar, Peter segera berlari mengitari mobil bagian depan untuk duduk di bangku kemudi. Dan meski Ann jelas-jelas meyiratkan perkataan 'aku baik-baik saja' dari kalimatnya tadi, Peter sungguh tahu bahwa keadaan gadis itu tidak hanya sekadar buruk.

Bukan keadaan buruk seperti tak enak badan atau semacamnya, melainkan buruk yang meraih tingkat tertinggi karena lara tak kasat mata.

"Kau tak apa?" Meski yakin sepenuhnya bahwa Ann tak baik-baik saja—namun akan menjawab yang sebaliknya—Peter tetap bertanya. Pria itu membawa harapan mustahil dalam pertanyaannya bahwa Ann akan memberi penjelasan, atau malah bersedia membagi lukanya pada Peter.

"I'm fine."

Benar! Perkiraan Peter tak melenceng sedikit pun. Karena Ann hanya tetap memandang lurus ke depan dengan tatapan kosong, sedikit tersenyum saat berujar agar Peter percaya. Dan sungguh, Peter merasa sangat kecewa karena balasan singkat Ann yang jelas-jelas tak menyimpan setitik pun kebenaran.

"Maaf. Aku membuang es krimmu dalam perjalanan ke sini karena cemas." Lagi, Peter berujar untuk mengetes sejauh mana ketidakinginan Ann untuk menunjukkan lara yang sebenarnya ia rasakan.

"Ya."

Meski tak yakin Ann akan menanggapinya dengan baik—seperti sebelum dia mengajaknya ke taman—Peter masih tetap bertanya, "Kau mau ke tempat selanjutnya yang dulu pernah kubicarakan?"

Lagi, Ann hanya menjawab, dengan satu kata—'ya'—membuat Peter memaksa dirinya untuk bersiap dalam kembali meruntuhkan tembok tak kasat mata yang tercipta karena luka Ann, walau tembok yang satu ini jelas sejuta kali lebih sulit diretakkan.

***

Sesampainya di tempat yang Peter bicarakan, reaksi Ann masih sama. Gadis itu hanya menatap lurus ke depan dengan tanpa kilat pada maniknya. Sebaliknya, tubuh itu makin tampak tak bernyawa saat menatap sekeliling. "Bagaimana ... mungkin?" tanya Ann pelan, hampir tanpa nada.

Ingatan gadis itu mengembara terlalu jauh, meninggalkan jiwa sang empu yang hanya sedikit menempel pada raganya. Dan sialnya, bahkan Ann sendiri tak mampu mencegah. Semua selalu terlepas dari batas mampunya jika berhubungan dengan Alvin.

Alvin selalu mampu membuat Ann tanpa sadar melakukan sesuatu yang seharusnya berada dalam kendalinya.

Mengapa bahkan setelah dia tak ada di sampingku pun, dia masih mampu mengendalikanku? Batin Ann terus bertanya. Ia berharap akan mendapat jawaban dari mulut Alvin sendiri, namun yang terjadi saat ini bukanlah demikian.

The Worst ThoughtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang