Airin mendudukan dirinya pada ruang kosong disampingku. Sama-sama lurus menerawang ke depan. Sampai akhirnya ia buka suara.
"De lo inget nggak pas kita kelas tujuh?"
Tanyanya
"Apa?" tanyaku sambil menatap Airin yang masih berpandang lurus kedepan.
"Pas lo nenangin gue pas nangis sambil ngomong sesuatu yang buat gue berpikir keras."--flashback on--
Seorang gadis kecil terduduk dibawah rimbun pohon. Sambil memeluk lututnya menghadap ke bawah. Tanpa sadar ada gadis lain yang mengamatinya dari kejauhan. Gadis dari kejauhan itu mendekat selangkah--dualangkah hingga tiba dihadapan gadis yang menunduk memeluk lutut.
"Hai" sapa gadis berambut sebahu
Yang disapa tetap menunduk kebawah
"Aku tahu kamu menangis" ucap gadis itu lagi
Hening
Tetap hening
"Kamu siapa?" gadis itu perlahan mendongak
"Aku Carma" kata gadis berambut sebahu sembari mengulurkan tangan.
"Airin" kata gadis berkucir kuda tadi sembari mendongakCarma menatap Airin sejenak lalu memfokuskan pandang lurus ke depan.
"Aku iri pada orang yang menyalurkan bebannya dengan menangis"
"aku tidak sedang bersedih" Airin menimpali Carma
"Siapa yang bilang kamu bersedih Airin, aku hanya bilang jika aku ingin menangis tapi tidak bisa" geram carma sembari mengembungkan pipi
"Kamu lucu Car" kata Airin lalu menoel pipi Carma
"Ih ririnn" kata Carma
"Ha? Ririn siapa?"
"Ya kamu, eh tadi kamu senyum." kata Carma girang seperti baru saja mendapat sekardus permen
"Ih enggak padal" kata Airin sembari menutupi semburat merah di pipi
"Airin kali ini kamu jadi temen aku" Carma berceloteh, Airin terkesiap
"Kalo kamu sedih jangan nangis sendirian, panggil aku, ntar kamu bisa cerita semua." lanjut Airin
Pada hari itu dibawah senja telah terikrar janji terikatnya ikatan sahabat. Walau mereka baru saja bertemu.
"Kok kamu mau sahabatan sama aku kan kita baru aja ketemu?"
"Kan nggak ada aturan buat nggak boleh kecuali kamu pernah nyakitin aku. Kata papa aku gitu." jawab Carma sambil tersenyum setulus hati.
--flashback off--
"Hmms cuma mau ngingetin aja apa yang harus nya lo lakuin pas nangis" ucap airin lalu melirik ku
"Maaf Rinn" kataku.
"Nggak papa, tapi lo harus cerita." tegas Airin
"Kemarin pas gua pulang 2 minggu, ada masalah yang nggak pernah terduga. Dan harus dihadapi. Udah di depan mata." ku hela nafas sejenak.
"Papa bangkrut Rin" lanjutkuAirin terkesiap lalu memelukku
"Gua nggak sedih kalo semua fasilitas bakal dicabut tapi gimana sama DiSa?" racauku.
DiSa itu kedua adikku maddy sama sasa. Orang tua kami bener-bener tipe orang freak. Pasalnya semua nama kami itu freak banget. Contohnya Carma Dandelion coba apa tuh artinya, sedang adik kedua ku Maddy Rose dan adik terakhirku Recassa Jasmine. Entahlah Bapak Fadi dan Ibu Tania terinspirasi dari mana.
Aku terdiam mengamati langit-langit kamarku. Limabelas menit lalu Airin mengajakku masuk. Katanya tidak baik terlalu lama dengan angin malam. Ia mengantarkanku ke kamar lalu kembali ke kamarnya yang bertempat di bawah.
Kosong.
Tidak ada yang menyangkut dalam pikirku. Semua telah melintas berulang kali. Rasanya kosong, kosong melompong. Hingga satu pikiran terlintas, aku ingin pulang. Aku bertekad balik ke Jakarta.--05.00--
Barangku sudah rapi. Hari ini hari minggu belum banyak yang bangun. Bahkan mungkin hanya aku saja, dan yang lain masih mengeratkan mata.
Tanganku menjadi penyangga benda balok yang tertempel di telinga.
KAMU SEDANG MEMBACA
CARMA'S DIARY
Teen Fictionkau, kitapun tak pernah tahu apa yang terjadi esok, lusa dan berikutnya. tak pernah sadar ada kata yang telah terucap hingga rasa yang belum terungkap. pohon itu tak pernah berdusta. ia pasti akan berbuah pada saatnya, mengertilah kau telah memup...