Part 1.

19 2 1
                                    

Tok!Tok!Tok!!
"Abaang!!" Teriak Sena dari luar pintu kamar mandinya.

"Abang! Lu mandi kayak putri Keraton, lama banget. Mandi apa semedi siBang didalem??" Teriak Sena untuk kedua kalinya, karena melihat jam dinding yang sudah menunjukan pukul 05.45 wib. Dan tidak ada jawaban.

Tidak lama, keluarlah seorang anak laki-laki dari pintu tersebut. "Sabar dikit kek dek." Kata Afra dingin.

"Kenapa engga dikamar mandi lo sendiri siBang?! Atau Dikamar mandi bawah? Atau didepan noh, di pancuran keran!" Ucap Sena yg diikuti dengan sinisan tajam matanya.

"Kamar mandi gua wcnya rusak, dikamar mandi bawah dipake Ayah tadi. Lu kira gua kucing? Mandi dipancoran!" Kini Arfa mulai sewot.
"Lah kucing mah takut aer Bang." Sena membalas.

"Udah sono mandi, jangan kebanyakan pidato. Abang tunggu 10 menit. Lewat satu detik gua tinggal!"
Kemudian Arfa pergi meninggalkan kamar adiknya dan segera masuk ke kamarnya sendiri.
Namun, belum sempat Ia menutup pintu kamarnya, terdengar suara dari dalam kamar mandi Sena, "Aabbangg!! BOTOL SABUN CAIR GUA KENAPA ISINYA AER SEMUAA?!"

Arfa hanya tertawa kecil dibalik pintu kamarnya. Ia merasa puas atas keusilannya pagi-pagi begini.


°°°


Arfa sudah menggenakan seragam khas anak SMA. Sudah menyisir rambutnya dan Sudah memakai parfumnya. Kini Ia sedang melahap roti berisi selai coklat dan segelas susu segar dimeja makan. Disamping kanan Arfa, Ayah sedang sibuk membaca koran dengan kopi hitam dihadapannya.

"Ayah baca apa?" Tanya Arfa yang sedari tadi memperhatian pria dewasa disampingnya itu.
"Koran" Jawab Ayah santai.

Yah, kali kertas kosong Yah -batin Arfa.

"Maksud Arfa ada berita apa hari ini?" Lanjutnya kemudian,
"Ohh, itu yang kasus kopi itu loh. Akhirnya selesai juga." Kata Ayah, tanpa memalingkan perhatiannya dari koran.
Arfa hanya berdehem tak ingin mengetahui kelanjutan dari isi berita itu.

"Ade mana Bang?" Kata Ayah,sembari menutup lembaran-lembaran kertas ditangannya.

Belum sempat Arfa menjawab, terdengar suara langkah terburu-buru dari arah tangga. Membuat Ia dan Ayah menoleh kearah nya.
"Tuh diaa.."

"Ayo jalan. Udah telat" Arfa bangkit dari duduknya.
"Ih Sena belom makan." Jawab Sena ketus.
"Bawa aja. Makan di mobil kan bisa" Arfa memberi saran.

Kemudian Sena mengambil beberapa helai roti, dan meneguk sedikit jatah susunya. Dibantu oleh Bi Iyem. Mereka berdua segera berpamitan dengan Ayah.
"Arfa berangkat dulu yah, Yah!"
"Sena juga yah, Yah!"
Mereka membuka pintu utama.

"Ikut-ikutan aja lo dek!"
"Suka-suka gua!"
"Apa lo?!"
"Dih ga jelas lo Bang!" ,,
Amri, masih bisa mendengar suara kedua anaknya itu dari dalam rumah, meski kini mereka sudah didepan gerbang.

Kini fikiran Amri melayang. Mengingat kejadian 16 tahun lalu. Kejadian yang memaksa Ia harus merubah posisinya, yaitu menjadi Ayah sekaligus Ibu bagi kedua anaknya. 16 tahun, bukan waktu yang singkat bagi Amri. Tidak mudah untuk iya lalui seorang diri.
Bahkan dulu,saking kewalahannya, pekerjaan Amri menjadi terlantar. Iya bangkrut. Sampai-sampai, Bi iyem rela bekerja 3bulan tanpa gaji, karena tak tega meninggalkan majikan dan kedua anaknya itu. Namun berkat suara canda dan tawa kedua anaknya ,berkat keempat tangan mungil anaknya yang selalu menyambutnya sepulang dari kantor, Amri berusaha bangkit. Iya bersemangat lagi.

Tanpa iya sadari, seulas senyum melengkung diwajahnya.
"Kalau amel masih disini, Bi, mungkin dia sudah pusing denger Sena sama Arfa berantem tiap hari." Amri tertawa kecil.

Bi Iyem hanya tersenyum sambil membereskan meja yang berantakkan akibat dua anak tadi.
"Saya berangkat dulu Bi" Amri bangk Jauh didalam lubuk hatinya, ia bisa merasakan apa yang kini sedang dirasakan Tuan nya. Mungkin dia rindu Nyonya Amel -suara hati Bi Iyem.

SIMILAR BUT NOT THE SAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang