GoosebumpsAU — WHY NOT? THAT MOVIE IS SIKE
Got a feeling this one's gonna be multichapter fic, tho.
Enjoy!
***
Z. Dragneel adalah penulis terbaik abad ini.
Dan Lucy tidak akan menyangkal bahwa ia merupakan salah satu penggemar berat dongeng-dongengnya. Tak hanya itu, ia juga mengagumi kemampuan Dragneel dalam menulis berbagai macam kategori cerita, seperti dongeng pengantar tidur, horor, romansa, bahkan petualangan.
Kadang bukan ceritanya lah yang Lucy suka, melainkan gaya menulisnya.
Sempurna.
Dragneel selalu berhasil membuatnya menarik nafas, melebarkan matanya karena antusias, menyunggingkan senyum maupun mengerutkan dahinya— dan ketika Lucy selesai membaca, ia akan selalu berkata; "well, bukan akhir yang kuharapkan, tapi ini menakjubkan."
Semakin banyak cerita yang ia suka, semakin gemar pula ia terhadap pria misterius ini. Yang ia tahu, penerbit akan menerbitkan buku Dragneel sebulan sekali, setiap tanggal 7 Juli. Dan ia lah yang akan selalu menjadi pembeli pertama di toko buku.
Namun, selama tujuh tahun terakhir, Lucy tak dapat menemukan buku baru itu dimanapun.
Seakan-akan Dragneel telah memutuskan untuk pensiun menulis.
Kalau benar, itu akan menjadi berita buruk bagi Lucy. Tapi ini sudah tujuh tahun berlalu, sejak ia masih diberikan uang untuk membeli buku oleh ibunya.
Sejak ibunya menjadi almarhumah pula.
Akhirnya, Lucy mulai menulis untuk dirinya sendiri. Membuat karakter-karakternya, berusaha melupakan tiap tokoh yang tertulis dalam buku Dragneel.
Namun tetap saja ia tak bisa.
Dalam pikirannya, terus terbayang betapa menyenangkannya seorang pixie bernama Levy. Kisah tentang ksatria legendaris, Erza Scarlet. Juvia Lockser— si putri duyung cantik yang cintanya diperebutkan oleh dua orang bangsawan bernama Gray dan Lyon. Tentang indahnya kisah cinta sang dewa petir, Laxus, dan dewi penjaga dunia bawah, Mirajane.
Ya, Lucy bisa merasakannya. Membayangkan semuanya adalah teman-temannya. Ia pikir ia gila, tapi faktanya adalah; semua khayalan itu tercipta karena dirinya terlalu menyukai cerita-cerita itu.
Ia memutuskan untuk berubah. Lucy meminta ayahnya untuk pindah ke pusat kota— Crocus, selagi ayahnya masih kaya raya (walau Lucy tahu akan terus seperti itu, mengingat jabatan ayahnya akan berakhir bersama dengan turunnya jabatan Presiden Toma E. Fiore).
Dan kini, di sinilah ia. Di apartemen baru mereka yang cukup setara dengan harganya. Lucy diberikan kamar yang memiliki jendela hampir memenuhi ruangan itu. Ayahnya pun membelikannya rak yang menutupi satu sisi tembok kamar itu. Senang? Tentu saja! Lucy bisa meletakkan buku-buku kesayangannya di rak tersebut, termasuk karya Dragneel...
Iya. Termasuk itu juga, tapi Lucy berjanji ia tidak akan berlebihan lagi.
Lucy tersenyum memandangi kotak berisi koleksi bukunya itu. Yang paling ia suka adalah buku berjudul 'The Princess' Lonely Nights', yang mengingatkannya pada dirinya sendiri. Walau ia yakin, Dragneel tidak mengenalnya.
Tangannya meraih tutupnya dan mendorong kotak itu ke bawah tempat tidurnya. Lucy bergegas keluar dari kamarnya, menghampiri ayahnya yang memanggil sedaritadi.
"Jangan terlalu banyak melamun, nak."
Lucy mengangguk. Ia menarik kursi dan duduk. Begitu makanan selesai dihidangkan oleh pelayan pribadi mereka, Lucy mulai memanjatkan segala puji bagi Tuhan dan menyendok makanannya.
"Jangan lupa, antarkan kukis-kukis ini pada tetangga."
Sekali lagi, ia mengangguk. Entah sejak kapan, tetapi ayahnya sangat menyukai tetangga mereka— dimanapun rumah mereka, siapapun tetangganya walau mereka belum pernah bertemu dengannya —sampai harus ada yang diberikan untuk mereka. Seperti saat ini. Jude meminta putrinya mengantarkan kukis buatan Ms. Spetto pada tetangga mereka.
Selesai makan, Lucy meraih keranjang berisi kukis yang telah disediakan Ms. Spetto dan berjalan ke pintu utama. "Lucy pergi, Yah."
"Dah, hati-hati lah."
Lucy menutup pintu. Tanpa memedulikan rambut pirangnya yang kusut, ia mengetuk pintu di seberang pintu apartemennya.
"Halo?"
Hening.
Gadis itu pun kembali mengetuk pintunya lagi. "Apa ada orang di sana?"
"Tidak, kamar ini kosong."
Lucy hampir menderita penyakit jantung ketika sebuah suara menyahut— kalau bukan karena pintu terbuka, memperlihatkan seorang anak— anak, kan? —berambut pirang yang sedikit lebih terang daripada rambutnya.
Saat itu, Lucy benar-benar tak bisa memalingkan pandangannya dari kedua iris hijau zamrud yang indah, sampai dirinya tak sadar bahwa seorang pemuda menatapnya tajam dari balik tubuh kecil anak itu.
"Mavis, masuk ke dalam."
Lucy tersentak. Suara itu terdengar dingin di telinganya. Tangan kirinya bahkan sampai menyentuh dadanya, berusaha untuk menenangkan deta jantungnya.
"Dengar, anak muda," pemuda itu menyingkirkan tubuh si anak tadi, dan menampakkan kepalanya sampai melewati ambang pintu. Daun pintu itu sendiri ia tutup, menyisakan celah untuk lehernya. "Jangan pernah datang kemari, jangan pernah temui Mavis lagi, dan jangan pernah temui aku. Paham? Bagus."
Sebelum Lucy bergerak, pintu itu tertutup— lebih tepatnya, dibanting tepat di wajahnya.
"Aku hanya ingin memberimu sesuatu...," gumamnya. Namun, belum sempat ia memutar tubuhnya, seseorang berkata lagi. "Tinggalkan saja di depan pintu—"
"Mavis! Diamlah!"
Dan Lucy hanya bisa meletakkan keranjang itu di depan pintu sembari menghela nafas.
tbc.
***Yep. This certainly is gonna be a multichapter, or at least ficlet. Or more. Idk lol.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Beginning of The End
Fanficawal dari akhir penantian mereka {Collection of FT fanfiction bc WHY NOT?}