SATU

27 1 0
                                    

"Ella." Seru sebuah suara.

"Ella." Ulangnya, karena sang pemilik nama tak kunjung menyahut atau sekedar memberi suara untuk menyatakan bahwa Ia ada dalam kamarnya tersebut.

Wanita yang kini tengah meringkuk hanya bergumam --yang tak mungkin terdengar sampai keluar pintu-- ketika merasa namanya dipanggil.

Ella? Gumamnya. Dengan sekejap mata wanita yang tengah bergelung dengan selimut dan bantal kesayangannya langsung membuka matanya lebar-lebar.

Ia tahu siapa orang-orang yang memanggilnya dengan sebutan Ella dan itu tak boleh dia abaikan.

"Yes Mom! I'm wake up!" serunya saat dia sudah bisa mengumpulkan seluruh nyawanya.

"Ella bisa kau turun sepuluh menit lagi? Ayah dan kakakmu sudah menunggumu dibawah." Ucap wanita lembut dibalik kayu papan yang mengahalanginya untuk melihat apa yang saat ini anaknya lakukan.

"Sure Mom." Serunya segera setelah dia berlari munuju kamar mandi yang ada di kamarnya.

Wanita yang dipanggil Mom oleh wanita tersebut hanya menggelengkan kepalanya saja.

-----

Sepuluh menit cukup untuknya bersiap. Karena dia bukan wanita yang akan bergelung sampai ber jam-jam hanya dengan make up.

Dia tidak serumit itu.

Jadi, dengan segala hal yang dia lakukan dengan sepuluh menitnya, dia sekarang kini sudah rapi dengan setelan kemeja ungu kesukaanya dan celana jeansnya. Dan membiarkan rambut panjangnya terurai untuk hari ini karena dia sedang malas mengikatnya.

"Pagi," sapanya ringan diikuti dengan tubuhnya yang langsung mendudukan dirinya di kursi meja makan tersebut.

"Pagi. Sayang, apakah Ayah bisa mempercayakan sesuatu padamu?" Ucap lelaki yang kini ada disebrang mejanya.

Wanita yang dipanggil Ella pun melihat sekilas wajah seseorang yang memulai pembicaraan, yang menurut Ella akan sangat membosankan, dan menyebalkan tentunya.

"Ayah, ini masih terlalu pagi untuk membahas masalah serius. Aku tidak menyukainya," tolaknya sambil mengendikan bahu.

"Sayang," panggil sebuah suara dari sebrang mejanya, dan sekarang Ia tau apa yang harus dia lakukan. Dia tak akan bisa membantah jika Ibunya sudah memanggilnya 'sayang' dengan nada dalam seperti itu.

"Ok ok, jadi apa Ayah? Tadi apa? Mempercayakan apa?" tanyanya bertubi-tubi dengan malas.

"Perusahaan Ayah nak," penjelasan yang singkat.

Dan, "Perusahaan? Maksud Ayah? Kenapa padaku? Lalu apa guna makhluk sampingku? Dan jika Ayah lupa, aku masih kuliah sekarang." Protesnya.

"Kadang bibirmu sungguh menyebalkan sister," desis seseorang disampingnya. Kakaknya.

"Ayah ingat, nak. Hanya saja, Ayah sedang sangat membutuhkan seseorang yang bisa Ayah percayakan untuk perusahaan Ayah disini. Kita sedang diambang kehancuran sayang."

"Itu masalahnya Ayah. Perusahaan yang diambang kehancuran mengapa diserahakan kepadaku yang kuliah pun aku belum memikirkan skripsiku?" tanya Ella bingung.

Apa yang sebenarnya Ayahnya inginkan? Ada sesuatu. Ucap hatinya sambil meperhatikan wajah Ayahnya.

"Sebenarnya, bukan diserahkan kepadamu secara langsung." Ucapnya dengan nada rendah yang sedikit ragu.

Nah, "Lalu?" Tanyanya bosan. "Aku sungguh tidak mengerti."

Lalu dengan segala hal yang ada dihadapannya kini, dia langsung terdiam. Ucapan Ayahnya sangat mengganggu moodnya. "Kamu akan menikah. Minggu ini," ucap Ayahnya tegas.

Dan,
Benar kataku, ini pembicaraan yang menyebalkan.

Dan,
Bodoh.
Aku merasa bodoh sekarang.

----------
THANKYOU.
Salam hangat, sehangat - hangatnya dariku,

-stoelwlndr-
1311

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 12, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hold BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang