Chapter 1

78 7 5
                                    

"Ray, lo dimana anjir. Rame banget. Gue bingung," ucap seseorang sambil menempelkan handphone ke telinga kanannya.

"Gue pake baju pink. Kiri lapangan, Dar."

"Ah elah, lo lupa kalo gue minus nyet?"

"Ish. Gue udah liat lo nih, tinggal lurus aja."

"Oohh, yaudah matiin telfonnya," ucap Dara sambil beralih memegang handphone nya dengan tangan kiri dan berjalan lurus seperti arahan Raya.

"Oi, Ray. Kapan mulainya nih takraw?" ucap Dara sambil berdiri di sebelah Raya.

"Gak tau, bentar lagi palingan. Eh, lo bawa kipas nggak? gue capek kibas-kibasin tangan gini."

"Gue tinggal di jok motor kemaren," ucap Dara sambil mengaca di layar handphonenya.

"Kebiasaan bodo," ucap Raya sambil menoleh ke arah Dara. "Jangan alay, astagfirullah. Pake ngaca segala. Kalo jelek yaudah, nggak bakal ngaruh ngaca mulu."
"Anjir, gaya lo pake istigfar," ucap Dara sambil menoyor sahabat disampingnya itu.

Raya cuma cengar-cengir mendengar sindiran Dara. Raya kan memang tidak alim sama sekali. Kalau pelajaran agama paling-paling pergi ke UKS.

Pertandingan selanjutnya adalah SMA Grahita Angkasa melawan SMA Wijaya. Kepada atlet takraw yang bersangkutan diharap segera menuju lapangan.

"Eh, udah di halo-halo tuh. Bentar lagi SMA kita maen," ucap Raya antusias.

"Nenek lo tuh halo-halo."

"Dar, liat! ada cogan nomor 20!!" ucap Raya sambil menunjuk-nunjuk atlet takraw putra SMA Grahita Angkasa.

"Itu... anak SMA kita?"

"Ish, elo mah. Anak kelas sebelah Dar, 10 Ipa 2," ucap Raya dengan sedikit penekanan. Jujur saja Raya sebal sama Dara yang sering tidak tau siapa saja teman seangkatan mereka.

"Demiapa?"

"Apanya yang demiapa?"

"Namanya, Dii..ar?" ucap Dara menatap punggung cowok yang dimaksud Raya sambil sedikit menyipitkan matanya.

"Tuh kan, bisa baca. Pinter."

"Gue minus, Ray. Please."

Kapten per masing-masing tim takraw pun dipanggil oleh wasit untuk suit. Diar maju ke arah net dan berhadapan dengan kapten tim lawan. Para suporter cewek Grahita Angkasa pun meneriaki nama Diar. Tapi, sayangnya yang punya nama hanya cuek dan memasang wajah tenangnya.

Diar memilih main dari pilihan main atau tempat karena ia yang menang. Boni yang merupakan pasangan takraw Diar memilih untuk mengawali serven kali ini. Teriakan suporter dari Grahita Angkasa serempak menyebut nama Boni keras-keras. Tapi tidak dengan Dara yang tengah sibuk menatap cowok nomor punggung 20.

Boni pun mengawali pertandingan dengan melakukan serven apik yang dapat diterima oleh tim lawan bernama Gema.

"Ayo, Bon. Semangat!" teriak seorang cewek yang berada 3 langkah disamping Dara. Cewek itu heboh sekali waktu berteriak. Wajar saja sih, cewek itu baru jadian dengan Boni 2 hari. Dara pun hanya memandangnya risih karena Dara tidak suka dengan cewek yang berisik.

Bola takraw kemudian ditendang kembali oleh Gema. Boni pun menerima bola dan melakukan passing ke arah Diar yang di smash oleh Diar dengan cukup keras.

Kapten tim lawan pun mencoba melakukan block namun tidak tepat mengenai bola. Tim Grahita Angkasa mendapat 1 poin yang otomatis mengundang teriakan para suporter cewek.

Pertandingan pun terus berlanjut dengan kejar-kejaran poin. Namun, belum usai acara lomba tersebut, Dara sudah merengek pada Raya untuk pulang saja. Dara sudah tidak tahan dengan pengapnya GOR yang digunakan untuk lomba takraw tahun ini.

"Ray, gue nggak kuat sumpah. Panas gini, rambut gue aja udah lepek," Dara merengek pada Raya dengan menarik-narik lengan baju Raya.

"Bentar lagi ah, gue masih ngebet pengen liat Gema."

"Ish, tadi Diar, sekarang Gema. Ntar Ucup juga lo gebet palingan."

"Mendingan gue gausah punya cowok deh kalo emang cowok tinggal Ucup seorang hehe."

"Pulang sekarang pokoknya."

"Nggak, gue masih pengen liat Gema."

"Gema udah punya pacar. Udah pulang aja ayo."

"Pokoknya gue mau liat Gema."

"Yaudah, kalo gitu gue mau ngapel si Ucup minta contekan. Sekalian mau laporin lo ke Ucup," ucap Dara sambil melangkahkan kakinya menuju pintu keluar.

"Eh, anjir. Gue ngikut lo aja." Raya pun mengejar Dara menuju pintu keluar sebelum ada bola yang tepat mendarat di kepala Dara.

"Aw." Dara sempat memejamkan matanya saat bola tepat mengenai kepalanya. "Berat juga, sakit," ucap Dara sambil mengelus-elus kepalanya.

"Aha, karma lu," ucap Raya pada Dara yang kini tengah menatap datar ke arahnya. "Udah, lemparin bolanya ke lapangan lagi."

Dara hanya bisa menurut dan bergerak melempar bolanya ke arah wasit garis. Sebelum beranjak dari tempatnya dan pergi, tak sengaja manik matanya bertemu dengan seseorang yang berdiri di tengah lapangan. Dara pun memutuskan kontak mata diantara mereka terlebih dulu dan mulai berjalan menuju pintu keluar.

*****
TBC
14 November 2016

Hallo btw, cerita ini saya publish ulang dengan beberapa revisi. Semoga suka dengan versi barunya😊

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 24, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BidaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang