1

26 3 2
                                    

D A N A N G ' S  P O V

Namaku Danang. Dimas Danang Suryo-- eh Sukarno. Aku tumbuh di keluarga angkatku sampai sekarang ini, menduduki pendidikan SMP. Mama dan papa sebenarnya adalah teman ayahku dulu. Well, ayahku tak sanggup merawatku setelah ibu tiada karena aku menambah bebannya. Pekerjaan sampai larut malam, pendidikanku dulu dan macam-macam. Aku masih sering mengunjungi rumah ayahku, yang sekarang dihuni istri dan anaknya. Berkali-kali aku diperingati oleh orang tua angkatku aku tidak boleh kerumah ayahku lagi tapi aku membantah. Di keluarga angkat, aku mempunyai 1 kakak sulung bernama Imam Hendarto Sukarno. Well, kata teman-temannya ia mempunyai bakat di seni lukis dan musik yang kuat. Sayangnya, papah dan mamah tidak menyetujui apa yang ia tekuni. Menurut mereka, seni itu tidak cocok dengan cowok. Aku pernah memasuki gudang rumah dan isinya perlatan lukis, kanvas yang sudah dilukis dan diframe punya Mas, kertas sketch lukis Mas dan lainnya.

"Dek, liat kunci mas gak?" tanya masku. Aku yang sedang mengerjakan pr, menoleh ke arah mas.

"Di sebelah pintu, mas mau kemana? Kabur lagi?" tanyaku. Mas Darto adalah orang yang temperamen, jadi kalau marah yasudahlah.

"ENAK AJA! GAK LAH! LU KIRA GUA APAAN HAH?!" teriak Mas, mungkin terdengar sampai luar. Mas Darto mengangkat kepalan tinjunya dan hampir menghantamku sebelum Mamah datang.

"Darto! Kamu ngapain sama adek kamu, hah?! Mentang-mentang paling tua, berani nindas adekmu!" omel Mamah. Mas Darto menaruh tangannya di kantung jaket dan mendengarkan.

"U-u-udah m-m-mah, i-i-ini s-s-salah a-a-aku j-j-j-juga hh" ujarku pelan. Mamah mengelus pelan rambutku dan menatap tajam ke arah Mas Darto. Mas Darto melempar kunci kamarnya dan membanting pintu kamarku.

"Udahlah, biarin aja kakamu" ujar Mama tersenyum. Aku memutar kursiku lagi dan melanjutkan prku. Selang beberapa menit, ada ribut dibawah. Aku pun mengintip.

"Kalo gak suka, gak usah gini! Kalian gak sayang kan sama aku?! Lebih mihak sama Danang kan?! HAH?! IYA KAN?!" terang mas dengan nada bicara yang tinggi dan memukul meja kopi di depannya. Papah berdiri dan emosinya meluap.

"JANGAN GAK SOPAN SAMA ORANG TUA YA! Bangga tuh sama Danang yang akademiknya bagus. Cewek gak akan mau sama cowok yang seninya bagus dan akademiknya jelek kayak kamu!"

"Pah, jangan berpikir dengan pola pikir orang tua dahulu. Buktinya, banyak tuh adek dan kakak kelas yang deketin mas! Gak juga cewek cuma seneng sama yang akademiknya bagus! "

"Tapi--"
"UDAHLAH! GAK AKAN MENANG DEBAT JUGA AKU SAMA PAPAH! GAK GUNA TAU GAK?" Mas Darto melempar gelas kaca sebelum aku menghampirinya. Tetes air mata perlahan jatuh dari mata seorang Imam Hendarto yang kuat dan tangguh. Aku memeluknya tapi ia lepas.

"Pah, emang kondisi akademikku gak bagus kayak Danang. Aku emang gak sekeren apa yang selalu kalian banggakan. Aku juga bukan anak yang berguna bagi kalian. Apaan, akademik jelek, gak berguna pula. Apa mungkin aku dan Danang kebalik?" Air mata mas makin deras dan ia mulai membalikan meja. Aku mencoba menenangkan masku yang satu ini. Detak jantungnya sudah tidak beraturan, nafasnya tersenggal-senggal, badannya jatuh ke lantai.

"Danang. Ke kamar. Sekarang" perintah Mas dan papahku secara bersamaan. Aku menurut dan kembali ke kamar di atas.

A/N :
hm 👀

My Step Brother [ Dandees ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang