2

29 3 2
                                    

D A R T O ' S P O V

Namaku Darto. Imam Hendarto Sukarno nama panjangku. Aku dilahirkan di keluarga yang kekurangan kasih sayang. Mereka memberi kasih sayang mereka mulai dengan Danang, bukan denganku. Aku orangnya tempramen dan agak pemarah. Maybe, itu alasan mengapa orang tuaku kurang memberi kasih sayang dan perhatian padaku.

"Mas?" sapa Danang dari luar kamar. Aku menutup mukaku dan menghindar di balik selimut. Suhu badanku sekarang melampaui 39 Derajat dan keringat membasahi seluruh tubuhku.

"B-b-buka aja" ujarku dari dalam. Aku memang bukanlah anak laki-laki yang sempurna. Tempramenku tinggi, akademikku sangatlah buruk dan terlebih lagi aku seorang penyakitan. Aku pengidap asma akut dan jantung dari kecil, sebelum Danang diadopsi

"Mas lo beneran gapapa?" tanya Danang memegang tanganku. Ia terkejut dan memegang dahiku seketika.

"Gue gapa-uhuk-pa kok nang" aku terbatuk dan bersender di pembatas tempat tidur dan tembok. Danang dengan cepatnya masuk ke selimutku dan memeluk badanku yang basah karena keringat. Ia menangis, matanya sembap dan hidungnya merah.

"Hey, hey udah dong.. Gue gapapa" kataku, mengelus kepalanya. Ia menyender di bahuku dan tetap menangis.

"Mas.. kok lo bisa kayak gini sih? Gimana lo berubah dan lo sakit begini.." Aku teringat pada suatu memori yang tak akan pernah ku lupakan.

Flashback..

18 April 2005
Grace namanya. Ia adalah adik kandungku. Satu-satunya anak perempuan di keluargaku. Kami sangat bahagia, aku selalu membantu pekerjaan rumah-nya. Ia selalu membantuku dalam mewarnai gambarku. Hidup kala itu, sangatlah indah. Sampai akhirnya, seorang monster menghancurkan mimpi indah kami. Ya, monster itu orang tua kami sendiri. Aku memang kejam memanggil mereka monster. Tapi apa daya, mereka memanglah monster yang telah tega menghancurkan hidup Grace dan hidupku. Waktu itu umur Grace masih 5 tahun, itu 11 tahun yang lalu.

"Darto, mama dan papa mau bicara sama kamu. Personal" aku menoleh ke arah pintu kamarku dan melihat mama. Aku mengangguk dan meninggalkan Grace yang sedang mewarnai.

"Jadi, mama dan papa memutuskan bahwa kamu tidak boleh menggambar lagi. Apapun itu" aku terkejut. Sangat terkejut. Mimpiku yang ingin menjadi seniman itu hancur. Sirna. Aku berdiri dari tempat dudukku dan menunduk.

"Monster. Sadarkah bahwa kalian telah menghancurkan hidup Grace dan aku? HAH?! JAWAB MA,PA. JAWAB!" Aku terguncang oleh perkataan mereka tadi. Papa mengacungkan lighter yang biasanya aku gunakan, dan membakar semua hasil kerja kerasku dan Grace. Tanpa kami sadar, Grace turun dari kamarku dan melihat kami beradu mulut dari belakang sedari tadi. Ia memeluk punggungku dan menangis.

"Mama papa jahat! Grace ga suka, itu hasil kerja keras aku sama kakak. Kalian jahat!" teriak Grace dari belakang bajuku. Aku menggendongnya dan menatap tajam ke papa.

"Grace, kamu masih boleh mengganbar tapi kakakmu ini yang dilarang" ujar mama lembut dan mengelus rambut Grace tapi ia menolaknya.

"Gak adil! Kakak juga harus mendapat kebahagiannya juga, gak cuma aku!"

"Kalau begini terus, aku bakal kabur dari rumah. Apapun alasan kalian buat nahan aku, gabisa. Kebahagiaanku direbut, sepenuhnya" aku menaruh Grace dan berlari keluar rumah. Aku tak sadar bahwa aku sedang menyebrang dan ada mobil yang akan menabrakku. Grace menyusul dibelakang, secepatnya aku ambil.

"Kaakk, awaaass!" Aku menengok ke sebelah dan tak cukup cepat, kami tertabrak dengan kondisi berpelukan. Grace sempat membuka matanya, walau sebentar.

"Grace.. Ja-ja-jangan tinggalin kakak dulu.. Masih banyak yang harus kita gapai sama-sama Grace" tangisku. Grace hanya tersenyum di pelukan kakaknya. Asmaku mulai bereaksi, jantungku berkonstraksi. Aku memegang dada kirikh dalam kesakitan.

"Kak, i-i-ikhlasin a-aku y-ya. G-g-gapai s-s-semua mimpi kakak. S-s-semoga tercapai tan-tan-tanpaku kak" Grace tersenyum, membisikan 'Selamat tinggal' terakhir padaku sebelum akhirnya nafas terakhirnya ia hembuskan. Badan kecilnya kaku, dingin di pelukanku.

Sebab itu, tempramenku mulai meninggi dan mulai 'bandel' di sekolah. Semua gara-gara insiden itu, 18 April 2005 dan bertepatan dengan ulang tahun Danang.

Flashback off.

"Mas?" Danang memanggilku dan seketika pikiranku buyar. Memori itu sudah terbang ke alamnya, meninggalkanku dan Danang di kamar ini.

"Kalo penyakit udah ada dari lahir tapi kalo kenapa gue tempramen.. udahlah bukan urusan lo juga" ujarku. Danang menghela nafas dan tersenyum. Sekali lagi ia memegang tanganku, dan berdiri.

"Jangan pernah mengingat masa lalu dan menjadikan itu dendam, mas. Mas akan menyesal pada akhirnya" ujar Danang dan ia menutup pintu. Apa ia bisa membaca pikiranku? Entahlah, aku tidak menganggapnya adikku. Aku tidak menganggapnya siapa-siapaku. Aku... aku hanya menganggap 'masa lalu' itu adikku, yang tak akan kembali.

a/n :
panjang bet ni chapter

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 19, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Step Brother [ Dandees ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang