Pintu otomatis itu berdesis sesaat sebelum terbuka. Seorang perempuan muda dengan jas lab putih memasuki ruangan. Dalam dekapannya terdapat sebuah benda tipis menyerupai kertas. Nametag yang tersemat dibagian dada kiri jas labnya tertera "Tiffany Louis , Project ERTH-023-6 Laboratory Assistant"
Perempuan berumur 27 tahun berperawakan proporsional dengan rambut cokelat gelap itu berjalan menghampiri bagian tengah ruangan.
"Hei, sudah makan siang ?" Tanya Tiffany, kepada pemuda yang sudah duduk selama tujuh jam didepan layar transparan berisi rumus-rumus dan kode pemograman yang rumit. Rambutnya terlihat berantakkan dan tidak rapi. Begitu pula pakaiannya. Jas lab dan kemejanya sudah kusut tak tentu arah.
"Belum, nanti saja," Jawab sang pemuda, tanpa menoleh sedikit pun dari layar dihadapannya."Aku yakin jika masalah kecil ini bisa diselesaikan, maka proyek kita juga akan selesai." Pemuda berkacamata itu kembali menggeser angka-angka dan kode-kode yang tertera di layar.
Tiffany memutar bola matanya."Kau sudah mengatakan hal itu kemarin, Jake." Ujar Tiffany, sambil menyandarkan tubuhnya di buffet kaca berisi berbagai macam prototype gagal yang telah dikapsulkan.
Pemuda yang diketahui bernama Jake itu tidak menjawab. Tiffany hanya menggelengkan kepalanya.
"Oh iya Jake, ini, beberapa dokumen yang kau minta tadi pagi." Kata Tiffany, sambil memainkan sebuah benda elektronik berbentuk dan setipis lembaran kertas yang sedari tadi Ia bawa.
"Ya, letakkan di atas buffet."
Tiffany melakukannya sesuai permintaan Jake.
"Tadi aku juga sudah meminta Chef Ronald untuk membuatkan beberapa makanan untukmu. Dan Ia berkata akan mengantarnya sendiri kesini nanti."
Jake tidak merespon. Matanya masih fokus pada layar, tangannya masih sibuk sana sini, tanpa menoleh pada Lab Assistantnya sama sekali.
Tiffany menghela nafas."Setidaknya kau harus makan dan istirahat yang cukup untuk tetap bisa melanjutkan proyek ini, Jake. Kau tentu tahu itu, 'kan ?"
"Ya, ya. Tentu saja aku tahu itu."
Tiffany terdiam. Ia memang sudah terbiasa dengan sikap acuh tak acuh Jake yang selalu muncul saat mereka mengerjakan proyek. Tapi tentu saja semuanya ada batasnya, 'kan ?
"Uhm, Jake ?" Panggil Tiffany.
Kali ini Jake tidak menjawab, tetap sibuk dengan aktivitasnya. Merasa diabaikan, Tiffany memutuskan untuk berjalan mendekati layar transparan−hologram, tempat Jake mengerjakan segala macam rumus dan program untuk proyek mereka. Kini, Ia berada sisi lain hologram itu dan mencondongkan wajahnya kearah benda tersebut.
Kedua tangannya bertumpu pada control panel yang berada tepat dibawah hologram. Bukan tanpa sebab Ia melakukan hal itu, melainkan agar Ia bisa membuat Jake menatap wajahnya saat bicara atau paling tidak membuat si penggila kerja itu mematahkan pandangannya dari semua rumus yang tertera di hologram untuk sesaat saja."Profesor Jake ?"
Nafas Jake tertahan mendengar Tiffany yang memanggil namanya dengan embel embel 'Profesor'. Hanya ada satu alasan mengapa teman masa kecilnya itu memanggil namanya dengan gelar yang didapatkannya tujuh tahun lalu itu.
Ia menatap wajah Tiffany dihadapannya yang hanya dibatasi hologram. Jelas air mukanya tidak menunjukkan mood yang bagus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Project Delight
Short StoryHai semuaaa. Dinthestic disini. Project Delight adalah cerita pertama yang bakal saya post di Wattpad. Ceritanya sendiri tentang dua orang ilmuwan/profesor gitu. Settingnya di masa depan. Benar-benar jauh di depan. Mereka teman masa kecil dan ya beg...