Suara dentuman musik DJ terdengar begitu keras dari luar Club malam, seorang pria tampan tengah berjalan santai memasuki area Club. Tempat ini sudah menjadi tempat favorite-nya ketika ia merindui sosok perempuan yang sangat di cintainya.
Bau Alkohol tercium sangat menyengat oleh indera penciuman Ali, itu sudah biasa bagi seorang Arkana Ali Firmansyah. Tempat ini selalu menjadi tempat Ali meluapkan semuanya.
"Ger, gue satu kayak biasa!" teriak Ali pada salah satu bartender si Club ini. Ali lalu duduk di salah satu bar lalu menundukan kepalanya.
Memori ingatannya seolah teringat pada kejadian 3 Tahun yang lalu, dimana kejadian yang sampai saat ini tak bisa ia lupakan. Peristiwa yang selalu Ali inginkan itu hanyalah sebuah mimpi; bunga tidur. Tapi tidak, ini tak sesuai dengan keinginan Ali. Semuanya telah terjadi ini telah menjadi takdir Tuhan yang tak bisa di rubah oleh siapapun.
"Seandainya dulu gue nggak nyia-nyian lo, Prill. Seandainya aja dulu gue nggak dengerin apa kata Liora, mungkin semuanya nggak akan kayak gini. Pasti semuanya bakalan baik-baik aja, gue rindu lo, gue rindu lo, Amanda Prilly Andipta." lirih Ali pelan.
Matanya memanas, sakit rasanya ketika ia mengingat semua kenangan manis yang telah ia lakukan bersama Prilly. Ia merindukan tawa dan juga senyum manis Prilly untuknya, sudah 3 Tahun ia tak mendengar suaranya. Sudah 3 Tahun ia tak melihat mata hazelnya, apa Tuhan dapat memberikannya satu kesempatan lagi? Ia ingin meminta satu hal, tolong kembalikan Prilly padanya.
Tanpa Ali sadari air matanya kini menetes membanjiri pipinya, Ali menangis lagi. Rasanya air mata Ali tak akan pernah kering untuk menangisi sosok Prilly apalagi matanya yang tak akan pernah lelah untuk terus mengeluarkan cairan bening itu.
"Li, nih." ucap seseorang yang membuat Ali mengangkat wajahnya lalu dengan cepat menghapus air matanya. Geri menatap Ali aneh, ia tahu. Dalam waktu kurang lebih 3 Tahun ini Geri-lah yang selalu menemani Ali di Club ini.
"Thanks, Ger." ucap Ali, ia lalu meraih botol Alkohol ber-merk Vodka itu lalu menuangkannya pada gelas kecil yang tadi di bawa Geri. Dengan satu teguk-kan Ali sudah berhasil meminum minuman berakohol itu.
Geri hanya menggelengkan kepalanya. "Lo kenapa lagi, Li? Keingetan sama cewek itu? Move on lah Li! Dia udah nggak ada, dan lo taukan? Kalau orang yang udah nggak ada nggak mungkin hidup lagi?"
Ali menatap Geri membunuh. "Gue yakin! Prilly pasti bakalan kembali!" teriak Ali nyaring yang membuat semua orang yang berada di Club ini menolehkan kepalanya ke arah Ali.
"Lo mabuk!" ucap Geri lalu ia menarik tangan Ali dan membawanya keluar Club. Sedangkan Ali berontak, ia sesekali meninju pipi Geri.
"Gue masih sadar! Fuck! Lepasin gue, anjing!" maki Ali di depan Geri. Geri hanya menghela nafasnya dalam, ia lalu melepaskan Ali dan mengusap ujung bibirnya yang mengeluarkan darah.
"Oke, fine! Gue lepasin lo, tapi satu hal yang harus lo tau! Kalau lo kayak gini terus yang ada Prilly nggak akan tenang di atas sana!" teriak Geri di depan Ali.
Ali hanya terdiam, mulutnya seolah terkunci. Lidahnya seolah-olah menjadi kaku tak dapat mengucapkan sepatah katapun. Ali mengangkat tangannya lalu ia menjambak rambut hitam panjangnya. Ali berteriak kembali, ia lelah. Ia tak kuat, tapi ia tak bisa memaafkan dirinya sendiri.
Prilly pergi karena dirinya, Prilly sakit hati karena dirinya. Dan semuanya karena dirinya, Ali bisa apa? Yang Ali inginkan adalah Tuhan memberikan-nya satu kesempatan untuk ia bisa bertemu dengan Prilly hanya ingin mengucapkan maaf dan perpisahan.
YOU ARE READING
Hai, Luka!
FanficKepergian Prilly membuat Ali benar-benar menjadi liar dan susah di atur. Ali menjadi seorang pemberontak dan tempramental. Sering mabuk dan suka bermain-main dengan cinta dan perasaan. Baginya, hidup sudah tidak berarti lagi tanpa hadirnya Prilly di...