Capt 3

11 1 0
                                    

Bel pulang sekolah akhirnya berbunyi. Raina, Leeza, Freya dan Vanka menuju ke lantai dasar untuk menempelkan beberapa lembar hasil karya anak SMA Global Wijaya untuk di tempel di mading sekolah. Mereka mendapat tugas dari bu Indah untuk menempelkannya sebelum pulang sekolah karna petugas mading sedang tidak ada.

"Raina, lo abis ini kemana? langsung pulang?" Vanka yang sedang menempelkan kertas bertuliskan 'About Love Life' bertanya pada Raina.

"Gue mau ke coffee shop langganan gue aja. Sekalian ngerjain pr dari Bu Hera. Lo tau lah banyak banget kan dia kalo ngasib pr. Hmm, ada yang mau ikut?"

"Nggak deh, gue kan nggak suka kopi. Tuh ajak Vanka sama Freya aja," Leeza yang memang tak suka kopi menolak ajakan Raina.

"Ih orang enak juga Za kopi. Cobain aja dulu yang engga terlalu pahit." Freya menimpali sambil menempelkan selotip pada kertas yang ingin di tempel di mading. Yang di jawab hanya geleng-geleng menampilkan muka tidak sukanya. Freya memang anti sekali dengan kopi atau cairan hitam yang pahit.

"Duh gue kalo di coffee shop gitu nggak bakal konsen belajar, malah yang ada gue main ponsel terus karna wifi nya kenceng HAHAHA," Vanka berkata sembari menutup kaca mading sekolah.

"Gue sih suka sama kopi, cuma hari ini nyokap gue suruh bantuin gue buat ngurusin arisan di rumah. Biasa, ibu-ibu suka ribet gitu kan kalo arisan," Freya menghela napas dan tersenyum tiga jari.

"Kayaknya nyokap lo yang arisan tapi kok lo yang repot deh kayaknya Frey hahaha," Leeza menimpali.Semua tertawa dan Freya hanya mengerucutkan bibirnya.

"Ya udah, gue duluan aja ya, Bye," Raina pun berpamitan dan menuju luar sekolah dan menunggu bis untuk pergi ke coffee shop langganannya.

Raina pun menuju halte dekat sekolahnya. Ia melewati segerombolan anak-anak yang seperti ingin tawuran di depan sekolahnya. Namun Raina memilih diam dan menunggu bis di halte.

Beberapa menit menunggu, dari dalam sekolah ia melihat segerombolan anak SMA Global Wijaya yang nakal keluar. Raina melihat ada Adriel di sana.

"Eh brengsek! Sini lo!" Teriak cowok itu, entah dia dari sekolah mana.

"Nggak inget dulu kaki lo patah?" Jawab Adriel.

Percakapan cowok itu dengan Adriel semakin memanas. Hingga akhirnya cowok itu pun menyerang Adriel dan teman-temannya. Tapi Adriel malah menjadi brutal. Ia menepis semua serangan dan malah gantian meninju si cowok itu.

Raina tak berkedip. Sampai akhirnya pertarungan selesai ia masih terus melihat ke sosok itu. Raina memperhatikan Adriel intens. Iris mata cognac dan hazel saling bertatapan. 'Berandalan.' batin Raina berkata.

Adriel membalas tatapan intes Raina. Pandangannya bertemu di udara. Namun sesaat Raina pun mengalihkan pandangannya. Dan bis yang ingin ia tumpangi akhirnya datang.

***
Raina melangkah kan kakinya menuju coffee shop yang bertuliskan 'Holy Coffee'.kedai kopi bernuansa dengan pernak-pernik vintage. Serta tempat yang nyaman dan sunyi membuat Raina menyukai tempat ini. Raina memang mempunyai beberapa kedai kopi favoritnya, dan ini adalah salah satunya.

"Hai Raina," Sapa barista tersebut yang bernama Nadine—Ia adalah kakak mentor Raina saat ia masih berlatih menari di London dulu.

"Oh jadi lo kerja disini kak? Apa kabar?" Raina duduk di sebelah meja pesanan yang sudah disediakan.

"Eum, iya. Baru dua bulan sih. Kabar gue baik kok. Gimana kabar lo? Oh, ya, Lo tuh banyak yang nyariin tau disini, kok jarang kesini lagi?"

"Baik kak. Eum, ya gitu deh, bokap suka pindah-pindah rumah. Alesannya karna nilai aesthetic rumahnya bisa bikin hoki. Biasa, dia ada keturunan cina gitu. Nah karna gue pindah rumah jadi agak jauh kesini. Jadi ya jarang-jarang deh kesininya," Raina pun mengeluarkan buku dan tempat pensilnya.

"Yaampun bokap lo tuh ya, Hahaha. Ya udah mau pesen apa lo?" Nadine pun memberikan papan bertuliskan list menu baru di Holy Coffee.

"Duh nggak tertarik gue sama menu baru nya. Mood gue lagi jelek jadi kayaknya gue mau Tanzania peaberry coffee. Rasa pahitnya kan enak banget, jadi kayaknya pas buat mood gue kali ini," Raina pun mulai menulis beberapa soal di buku nya.

"Bad mood kenapa lo? Cerita-cerita lah sama gue,"

"Lo tau kan kalo gue paling nggak bisa ngeliat orang berantem? Dan tadi pas gue balik dari sekolah dan gue nunggu bis. Di depan sekolah gue ada yang berantem gitu. Segala banget lagi bis nya nggak dateng-dateng."

"Haduh dari lo SMP nggak pernah berubah ya. Sampe kapan lo masih takut ngeliat orang berantem doang?" Nadine memberikan pesanan Raina yang sudah ia racik.

"Nggak tau nih, hhh" Raina pun mengambil pesanannya dari tangan Nadine.

Jam tua di dinding Holy Coffee sudah menunjukkan pukul 06:47 pm yang berarti sebentar lagi kedai kopi akan tutup—Holy Coffee tutup jam 07:00 pm.

"Kak Nadine gue duluan ya, Thankyou udah nemenin gue ngerjain pr dan thankyou buat free macaroon nya yaaa," Raina tersenyum sembari melambaikan tangannya dan keluar dari Holy Coffee.

***
Sesampainya di rumah Raina menuju ke kamarnya yang berada di lantai dua dekat balkon. Kamar bernuansa putih dengan beberapa penerangan yang minim karna Raina menyukai tempat yang warm. Lampu natal berwarna putih bertengger apik di atas tempat tidurnya. Dibawah tempat tidurnya terletak karpet bulu putih yang lembut.

Tumpukan buku novel ber-genre apa saja tersusun rapi di lemari kaca putih bergaya minimalis. Meja belajar yang di dindingnya di tempeli quotes menarik dari beberapa novel yang Raina baca serta jar-jar kecil untuk Raina menaruh paint brush dan pensil-pulpen nya. Dinding satu lagi terdapat lemari berwarna putih dan ada lemari gantung terbuka yang terletak apik di sebelah lemari.

Serta di dinding satu lagi terdapat televisi yang menempel di dinding, disebelahnya terdapat standing mirror berwarna putih yang Raina pasangi paku hitam kecil untuk menggantungi beberapa aksesorisnya dan dindingnya pun di tempeli beberapa hasil foto dari jepretan tangannya.

Raina melepaskan sepatu dan membiarkan kaos kaki flamingo pink-hijau tosca-nya menutupi kakinya. Di luar hujan deras. Sedikit dingin. Ia pun berganti pakaian—ia memakai kaos hitam kakaknya yang ia ambil saat liburan kemarin, kaos nya sangat nyaman karna lebih besar dari badan Raina dan bahannya tidak terlalu tipis, serta celana pendek berwarna putih. Dan Raina menelusupkan dirinya di balik selimut putih tebalnya.

Pikirannya masih terbayangkan dengan Adriel yang memukuli anak laki-laki itu dengan brutal. Kenangan sewaktu ia SD di London terulang kembali. Dulu ia pernah menyaksikan orang yang bertengkar saat dia masih SD. Dan itu membuatnya trauma akan kekerasan. Memang tidak parah traumanya, namun Raina cukup harus menghindari melihat kejadian seperti itu.

"Ngapain banget sih mikirin cowok berandalan itu? Mendingan gue baca novel aja, udah banyak list novel yang belum gue baca," Rania melangkah kan kakinya menuju lemari kaca dan mengeluarkan sebuah novel berjudul 'Milk and Honey'.

Ia melangkahkan kaki nya yang terbungkus kaos kaki menuju balkon. Terdapat hammock berwarna pink peach bercorak flower yang bertengger apik menggantung di balkon kamarnya. Ia menaiki hammock tersebut dan mulai larut dalam bacaannya.




•••
I'm sorry for super duper omaigat late post update! Ehe. kemarin-kemarin tuh otak lagi stuck alay gitu, nggak bisa mikir cerita apa selanjutnya AHAHAHA😅 soooo this is the 3rd part, enjoyed yaaa✨❣

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 21, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

You After UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang