Kazeharu Rai

334 22 64
                                    

Butiran cahaya mulai memancar dari ufuk timur. Menyelimuti seluruh kota dengan rasa hangatnya. Memancar perlahan memasuki ruang-ruang kecil yang tertutup kegelapan.

Kririririring...ririririring...

Sebuah suara keras menggema di dalam kamar. Suara itu berasal dari sebuah jam weker yang berada di antara tumpukkan buku-buku tebal yang berbaris rapih di atas lemari. Di bawahnya terdapat sebuah kasur lantai yang di atasnya tertidur seorang pemuda.

"Tunggu sebentar lagi, aku akan segera bangun."

Pemuda itu menutup telinganya dengan bantal kemudian melapisinya dengan selimut.

Kriririrng...ririririring...

Sekali lagi jam weker yang sama berbunyi.

"Baiklah, aku sudah bangun!"

Pemuda itu langsung bangun dari kasur empuknya kemudian duduk di sebuah kursi kecil berwarna cokelat yang ada di depan sebuah meja dengan berbagai macam kertas yang menghiasinya.

"Etto...karena sekarang hari minggu, aku rasa olahraga akan menjadi pilihan yang bagus."

Pemuda itu langsung berdiri dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai membersihkan diri ia langsung mengambil seluruh pakaian yang telah ia siapkan sejak malam hari yang berada di belakang pintu. Dengan cepat ia gunakan sebuah celana training panjang yang berwarna hitam dan sebuah kaos berwarna putih.

Setelah itu ia kembali ke dalam kamar mandi dan berdiam diri sejenak di depan sebuah cermin.

"Kazeharu Rai, kau sudah terlihat keren seperti biasanya."

Setelah selesai bercermin ia langsung keluar dari kamar dan menuju ke sebuah meja makan. Di atasnya telah tersedia beberapa potong roti dan segelas susu. Selain itu terdapat juga beberapa bungkus keripik kentang berukuran cukup besar yang masih tersegel dengan rapih.

"Ittadakimasu."

Dengan cepat ia menyambar seluruh roti yang ada di meja dan meneguk segelas susu yang ada. Karena kebiasaan makannya yang cepat belum sampai lima menit seluruh makanan yang ada telah habis dimakannya.

"Rai, mau kemana kau pagi-pagi seperti ini?" Ucap seorang pemuda berambut putih yang tiba-tiba duduk diatas meja makan.

"Apa kakak tidak tau kalau hari ini adalah hari minggu?"

Pemuda itu hanya tersenyum dan langsung mendekap leher Rai dengan sangat keras menggunakan tangannya.

"Kau pikir aku ini bodoh ya?"

"Ti-tidak, Kak Areil adalah orang yang paling pintar."

Setelah mendengar pujian itu, Kak Areil langsung melepaskan leher Rai dan tersenyum penuh kemenangan.

"Kenapa harus pakai kekerasan?"

Rai hanya bisa memegang lehernya yang masih terasa sakit.

Kak Areil menggelengkan kepalanya sambil membuka sebungkus keripik kentang yang sudah ia siapkan sejak malam hari di atas meja.

"Kau bilang kekerasan? Kalau itu benar adalah kekerasan lalu kenapa para perempuan tidak marah dan wajah mereka malah memerah?"

Rai menyipitkan matanya sambil bergumam.

"Playb-"

Belum selesai Rai mengatakan kata-katanya, Kak Areil langsung menatapnya dengan sebuah tatapan yang sangat mengerikan. Bukan hanya tatapannya, senyum kecil yang ia buat juga menambah kesan mengerikan di wajahnya.

Rai hanya bisa menarik nafas. Wajahnya kini mulai pucat disertai dengan beberapa tetes keringat yang jatuh dari keningnya.

"Ja-jangan marah, aku akan membelikanmu keripik kentang."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 18, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Mana BreakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang