Chapter 4

2.9K 167 5
                                    

.
.
.
.
Satu-satu hal yang Sehun benci dari hidupnya adalah dirinya, satu-satunya hal menyebalkan yang sangat ingin dia hapus dari dunia ini adalah keberadaannya, satu-satunya, satu-satunya manusia yang mampu membuat dirinya bertahan ada didunia adalah eommanya. Dan satu-satunya hal yang sekarang sangat mengusik hati dan pikirannya adalah senyuman dari Jongin. Pemuda aneh yang seharusnya tidaklah menawan namun begitu menyita perhatiannya. Bagaimana pemuda itu tertawa, mengoceh, berdebat, bertengkar dan mengacuhkannya. Ia tertarik, secara sukarela dan hal itu entah bagaimana membuatnya mulai berpikir.
Mungkinkah ia harus bertahan?
.
.
"Sehun."
.
Sapaan itu keluar dengan begitu tegas dari sang kepala keluarga. Tuan Oh, ayah dari Sehun. Dalam hening Sehun hanya menatap datar ayahnya yang kini tengah menatapnya tak kalah datar.
.
"bagaimana sekolahmu?" lalu sebuah suara yang sangat lembut mengalihkan perhatian keduanya. Wanita dengan kulit pucat yang masih sangat cantik diusianya yang keempat puluh itu tersenyum dan mengusap pucuk kepala Sehun―sayang. Pandangan matanya yang teduh membuat relung hati Sehun menghangat. Secara otomatispun bibir yang menampilkan garis datar itu melengkung beberapa mili. Ikut tersenyum.
.
Ketiganya kini duduk satu meja. Tak ada yang berbicara setelahnya, hanya suara denting sendok yang berbenturan dengan piring serta bunyi kecapan dari masing-masing yang mengisi ruang.
.
Sehun adalah orang yang pertama meninggalkan meja. "aku sudah selesai, selamat malam." Dan hanya begitulah sepatah kata yang terucap. Tanpa menunggu balasan ia sudah melangkahkan kakinya menuju tangga lalu masuk ke dalam kamar.
.
Dari balik pintu kamarnya ia terduduk, melipat tubuhnya lalu menenggelamkan kepalanya pada lutut. Bunyi gebrakan meja itu terdengar nyaring diikuti suara pecahan yang begitu memekakkan telinga. Teriakan dan makian itu berdenging, menari-nari bebas dalam lempeng telinganya secara jelas meskipun ia sudah dengan erat menutup telinganya dengan kedua telapak tangan.
.
Selalu sama dan tidak akan pernah selesai.
.
Ia akan selalu menjadi sumber masalah. Apapun, bagaimanapun, selama ia masih bernafas di dunia ini maka senyuman kedua orang yang seharusnya sangat ia sayangi itu tidak akan pernah dapat dia lihat. Dan itu karenanya. Semua salahnya. Salahnya, sampai kapanpun itu... ia tetaplah bersalah.
.
.
.
[Chapter 4]
-Wrong Peanut-
.
.
.
"aaahhh... umh, ugh.. sa―kit!"
.
"diamlah!"
.
"kau mau membunuhaahhh... Parrkk!!!"
.
"diamlah Kim!"
.
"yaakk... jangan disentuh!! Arrgghh!!! YOORAA NUNA!! TOLONG JONGIN!!!"
.
Tak lama kemudian pintu kamar Chanyeol menjeblak dengan sangat tidak elit. Seorang wanita dengan baju kantoran memandang sengit seorang pemuda yang berparas sebelas dua belas dengan dirinya lantas berjalan penuh aura kegelapan kearah mereka berdua yang masih bergulat diatas ranjang.
.
CTAK!
.
Dengan sayang Yoora menjitak kepala sang adik―Chanyeol- yang iikuti oleh tatapan sengit tak terima Chanyeol.
.
"APA SALAHKU?!" protes Chanyeol tak terima. Yoora yang masih ada disana berkacak pinggang, membalas protesan Chanyeol dengan cibiran lalu beranjak menuju samping Jongin yang masih mengenakan separuh seragam. Yah separuh, karena yang terpasang ditubuhnya hanyalah sepotong kemeja sedangkan celana yang seharusnya ada dibagian bawahnya itu masih terpasang separuh jalan.menampakkan sebuah bokser yang membalut kaki tan Jongin.
.
"kau salah, karena kau selalu salah." Balas Yoora malas sembari membantu Jongin berdiri. "apa sulitnya membantu Jongin memakai seragam hah?! Begini saja kau tidak bisa, kalau seperti ini mana mau nyonya Kim mengambilmu menjadi menantunya."
.
Jongin menrima uluran tangan Yoora patuh kemudian mulai membenahi celananya dengan perlahan. Ok, kakinya masih sangat sakit karena kejadian semalam. Jatuh, terkilir dan kemudian dibanting oleh si idiot Park. Jadi pagi ini seharusnya jadwal Chanyeol yang idiot itu membantunya memakai seragam. Namun, karena Park Chanyeol yang kata para kaum hawa sangat menawan itu sesungguhnya sangat idiot. Dia, Park Idiot Yeol malah tidak sengaja memegang kakinya yang terkilir dengan begitu kasar. Dia memang sialan, yakan?
.
Dan wanita menakutkan ini. Yoora nuna. Park Yoora, kakak kandung Chanyeol, cantik, menawan, pintar dan juga orang yang sangat Jongin sayangi setelah kedua orang tuanya. Bahkan Jongin lebih menyayangi Yoora nuna ketimbang dua kakaknya sendiri. Kenapa? Karena Yoora nuna tidaklah lebih menyeramkan daripada dua kakaknya. Well, setidaknya Yoora nuna akan selalu membelanya dari pada si idiot Park Chanyeol itu. Canggung? Tidak, Yoora adalah kakaknya juga. Ia sudah mengenal Yoora nuna semenjak ia masih bayi.. Yoora adalah keluarganya, tapi Chanyeol? Bukan. Keluarganya adalah Yoora dan Chanyeol adalah anak tiri disini.. kkkk
.
"AKU NORMAL, PARK YOORA!!" Chanyeol berteriak dan Yoora dengan malas menatap sang adik semata wayang dengan mata bosan.
.
"memangnya aku mengataimu tidak normal?" Yoora berdecak sebal lantas membantu jongin berjalan. "ibu Jongin juga punya dua anak perempuan. Jika kau ingat."
.
Telak, Chanyeol menggeram marah dan Jongin dengan sialnya terkekeh puas. Hahah.. seharusnya Yoora nuna saja yang menjadi kakakku. Pikir Jongin serius. Yah.. mungkin nanti dia akan mengusulkan hal tersebut pada kedua orang tuanya, tukarkan dua kakak perempuannya yang menyeramkan itu dengan Yoora nunanya tersayang.
.
"tch, sialan." Jongin dapat mendengar Chanyeol mengumpat pelan namun ia tak perduli. Well, karena toh dia juga senang jika Chanyeol terpojokkan macam ini.. ahahaha
.
.
.
.
.
"jaga baik-baik Jongin, Ingat itu Park!"
.
Chanyeol menggerutu mendengar petuah dari sang kakak. Sebenarnya dia adik siapa hah? Apa mungkin dia dan Jongin tertukar pada waktu di dalam kandungan? Heh, yang benar saja!
.
"jangan lupa ganti perban kakinya, Jongin sendirian dirumah dan nuna harus pergi ke Jepang untuk beberapa hari. Jadi tolong, jangan mengacau.. Park Chanyeol." Yoora dan sifat galaknya, ia selalu begitu dan Chanyeol sudah kebal.
.

NORMAL [HunKai - ChanKai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang