Hunting Target

19 3 1
                                    

Aku berhasil sampai di tempat duduk hall utama tanpa halangan sedikitpun. Tidak ada yang mencurigai wanita muda yang hadir di acara super mewah ini, asalkan membawa pasangan. Para security pasti mengira aku adalah anak konglomerat yang manja dan banyak gaya. Atau seorang wanita yang beruntung mendapatkan pria tampan dan kaya. Ketampanan Robert sangat mendukung penyamaranku. Keputusanku tepat dengan memilih Robert sebagai salah satu tools-ku. Seandainya tidak ada Robert, mungkin rencanaku sudah gagal sebelum dimulai.

Tools-ku yang lain sudah kusiapkan. Tools kali ini benar-benar sebuah alat, ada dua benda yang penting untuk misiku. Pertama, benda berbentuk kubus seukuran tahu sutra berukuran medium, dan yang kedua permen. Semua tersimpan baik di clutch motif mawar vintage yang aku bawa. Warna clutch merah terang sangat serasi dengan gaunku yang berwarna hitam legam. Gaun ini cantik sih, cocok banget sama kulit terangku. Tapi aku kurang begitu suka memakai gaun, ribet! Ditambah pakai sepatu wedges, membuatku susah jalan. Huff.. penyamaran yang bagus memang butuh totalitas.

Sebelum menjalankan misi, yang harus kulakukan sekarang adalah menunggu waktu yang tepat. Tapi menunggu adalah salah satu hal yang kubenci, mbosenin banget! Untungnya, ada hiburan kelas dunia di hadapanku, "17th Majectic Symphonia". Jadi aku tidak akan mati bosan.

*15 menit kemudian*

"Haduh, ternyata lebih mbosenin daripada yang kuduga."
"Pardon?" Robert menoleh ke arahku.
"Nggak, aku ngomong sendiri."
"I see.." Lalu si pria Inggris kembali menyimak konser dengan khidmat, kini giliran Ensemble Barcelonian yang tampil. Tujuh pria Spanyol memainkan gitar dengan kombinasi yang memukau. Memukai bagi orang lain, bagiku tetap saja membosankan.

*30 menit kemudian*

Akhirnya, waktu yang kutunggu datang juga!
Aku pun bersiap-siap sebentar, melihat isi tas untuk memastikan semua tools ada. Sebenarnya tadi sudah aku cek, tapi rasanya kurang mantap kalau nggak ngecek lagi sebelum beraksi.
"Robert sayang.."
"Ya?"
"Maukah kamu menemaniku ke toilet?"
"S-sure.."
Kuamati wajahnya, ia tampak agak kecewa harus melewatkan konser sebentar. Aku nggak peduli. Lagipula dia hanya tools yang fungsinya untuk melancarkan jalannya misiku. Tapi ia tidak bisa menolak, karena tiket masuk semua aku yang bayar. Uang dari The Chosen tentunya.

Kami pun keluar dari hall. Tidak butuh waktu lama karena aku memang sengaja mencari kursi yang dekat dengan jalan. Aku menggandeng lengan Robert selama jalan menuju toilet. Melewati security yang berkostum jas formal hitam dengan dasi kupu-kupu. Terlihat microphone kecil di kerah kemeja putihnya. Tidak ada tanda-tanda curiga sedikitpun. Kewaspadaan mereka tidak setinggi security kampanye presiden.

"Ini toiletnya, Sayang." Robert menunjuk sebuah pintu dengan logo wanita memakai rok, logo khas toilet.
"Aku nggak mau di sini, Robert. Aku mau toilet di sana yang sepi. Toilet sepi pasti lebih bersih, karena bakterinya lebih sedikit." Aku pura-pura rewel.
"Fine.. Fine.."
Kami pun berjalan lebih jauh lagi, mengitari koridor Royal Albert Hall.

"Di sini oke?" Robert menunjuk pintu toilet yang jauh.
"Nice. Tunggu di sini sebentar ya, Sayang."
Robert mengangguk.
"Oh ya Robert, ini permen buatmu." Aku memberikan permen yang kusimpan di dalam clutch motif mawar.
"Permen? Untuk apa?"
"Mulutmu bau.. Cium aja sendiri."
Robert sambil malu-malu 'meng-abab' telapak tangan kemudian mencium dan menganalisis bau mulutnya. Setelah mengambil kesimpulan, ia segera memakan permen. Lalu aku masuk ke dalam toilet.

Jujur saja, aku sebenarnya tidak ingin buang air kecil. Aku juga hanya mengarang tentang bakteri di toilet. Aku berada di toilet ini karena ini tempat sembunyi yang paling dekat dengan ruang ganti para pemusik. Dan targetku ada di sana, pada jam ini. Targetku tampil lima belas menit lagi, jadi sekarang ia sedang bersiap-siap di ruang ganti. Sayangnya, ada dua orang security di depan pintu ruang ganti. Maka dari itulah, aku memberikan permen pada Robert. Kenapa? Karena itu bukan permen biasa. Permen itu akan bereaksi dalam beberapa detik lagi. Coba aku hitung. Lima.. empat.. tiga.. dua.. satu...

"UUAAARRRGGGG!!!"
Terdengar suara teriakan pria dari luar toilet, suara Robert.

Gotcha!

"RRROAARRR! AAARRGGG! WOAAARRGGHH!"
Robert tiba-tiba mengamuk tak terkendali. Teriak-teriak tidak jelas, sambil menghantam tembok, menjejak-jejak lantai, monyobek bajunya.. Robert benar-benar jadi gila!

Bagus! Permen Rabies buatan Profesor Randal bekerja sesuai dugaanku!

Tentu saja perilaku agresif ini membuat dua orang security pintu ruang ganti beraksi. Mereka tanpa pikir panjang meninggalkan posnya. Segera saja dua security itu bergulat menjinakkan Robert.

Inilah kesempatan yang kutunggu!

Aku keluar dari toilet dengan cepat dan senyap. Meninggalkan perkelahian seru antar ketiga pria, dan langsung menuju pintu ruang ganti yang tidak terjaga. Kupercepat langkahku, sebelum kehabisan momen.

Targetku ada di balik pintu itu!

Tap!
Tap!
Tap!
Tap!
Tap!
Ceklek!

Kubuka pintu kayu ruang ganti...
Aroma parfum misk khas pria menyeruak, suara lantunan musik klasik tersiar dari speaker yang berasal dari sudut ruangan. Ruang ganti ini dihiasi dengan sofa lapis kulit dan perabot-perabot vintage lainnya, lengkap dengan vas bunga Tulip. Mewah, namun lengang.

Eh, kenapa tidak ada orang di sini? Seharusnya ada! Aku tidak mungkin salah perkiraan. Semua sudah sesuai dengan informasi yang diberikan oleh intelijen The Chosen. Informasi dari mereka selalu akurat. Lalu, di manakah targetku sekarang berada??

-----------------------------------------------

Writer's Note:

Hai teman2, maaf ya agak lama updatenya..
Soalnya ada perubahan, karakter utama yang tadinya cowok, aku ubah jadi cewek.
Dengan berbagai pertimbangan, biar jadi lebih menarik 😊

Please enjoy this story, dont forget to vote and comment ya 😉

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 24, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mind BreakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang