Second Side

6 0 0
                                    

Saat menunggu Ferli dan Luna, tiba- tiba seorang cowok memanggilku dan duduk tepat di depanku.

"Hai, Chika sayaaang."

"Dih, apaan sih. Jijik tau gak. Lagian ngapain kamu kesini. Sana jauh- jauh. Pake manggil sayang pula," Balasku ketika tau siapa dia.

"Jahat banget sih sama aku. Emang aku jahat apa sama kamu? Padahal aku pingin balikan lho sama kamu."

"Aku emang jahat. Dan kamu lebih jahat. Jangan harap aku mau balikan sama kamu. Lihat mukamu aja udah eneg."

"Bukannya dia Dani, ya Chik?" Tanya orang di sampingku yang dari tadi memerhatikanku dan Dani.

"Ah, iya. Aku Dani. Kok kamu tau?" Jawabnya dengan menghiraukan perkataanku.

"Wow, ternyata lo emang keren banget ya. Gue gak nyangka kalo Chika itu beneran pacar lo," celetuknya yang bikin aku bener- bener pingin pergi dari sini.

"Maaf ya, Ra, tapi aku bukan pacarnya. Lagian kenapa kamu gak cari cewek lain aja sih. Noh, banyak kok yang ngantri mau sama kamu," balasku judes dan segera bangkit dari kursiku. "Oh, ya. Ra, bilangin Luna sama Ferli aku duluan. Aku mau ke toliet, terus balik ke kelas. Maaf, ya, Ra."

"Iya, nanti gue sampaiin kok. Selaw aja," katanya santai.

"Aku nya gimana, Chik? Aku kan kangen sama kamu," katanya tiba- tiba yang bikin aku makin eneg.

"Bodo amat. Emang kamu siapaku? Lagian yang kangen juga kamu bukan aku kok. Buat apa aku repot." Balasku dan segera lari meninggalkan kantin.

Huh, baru juga hari pertama. Ngapain sih, mantan pake acara nongol segala. Aku pun langsung ke toilet dan balik ke kelas. Sesampainya di kelas, isinya kosong hanya ada dua orang cewek cowok di pojokan. Dih, nyeremin. Waktu aku sama Dani aja gak segitunya. Wait, kayaknya aku tau tuh cowok. Bukannya dia, Fanda ya? Fanda punya pacar? Kok aku gak tau. Yaiyalah, aku kenal Fanda aja barusan. Dari pada ganggu mending ke taman belakang sekolah ajalah. Refreshing.

Sampailah aku di taman. Disini tenang. Duduklah aku pada salah satu bangku disana. Taman emang sepi sesepi hatiku. Huhu. Baperan banget sih, Chik. Tak lama setelah itu, bel pun berbunyi saatnya masuk kelas. Secepat kilat, aku pun langsung tancap gas menuju kelas. Di sana tampak seluruh siswa telah memenuhi ruang kelas. Aku pun langsung menuju tempat dudukku.

"Maaf, ya Na, Ra, Fer," kataku ketika melewati bangku mereka.

"Kalem aja kali. Besok lagi juga bisa," jawab Luna yang dilanjutkan senyum dari Ferli dan Ira.

Senang rasanya punya sahabat kayak Luna. Pengertian, baik, gak jaim, apalah- apalah lah pokoknya.

"Tadi lo ya, Chik?" Tanya seorang cowok yang duduk di belakangku.

"Ah, iya. Maaf kalo aku ngrusak suasananya," jawabku agak gugup- gugup gimana gitu.

"Gak, kok," senyum pun seketika menempel pada bibirnya.

"Tadi pacarmu?"

"Ah, iya. Sara. Itu disana," katanya sambil menunjuk tempat duduk di belakang Luna.

"Hmm," jawabku sambil berdehem. "Maksudmu Sara Katharina?"

"Lo tau ya?"

"Sekedar tau aja si." Langsung ku pandangi ulang seisi kelas. Benar dugaanku. Disana juga ada Cicil dan tak jauh dari tempat duduknya ada pacarnya, Angga. Dan juga ada Diza, dan pacarnya Steve. Ok, sepertinya bakal banyak godaan disini. Sabarkan hamba, Tuhan. Luna juga punya pacar, Zaza. Omegat, mungkin emang aku ditakdirkan jadi jomblo disini. Jodoh belum terdeteksi. Dan kenapa aku kenal mereka? Karena Chika cantik. Haha, canda. Garing ah candanya. Karena mereka adalah teman sekolah dulu dan juga mereka sama populernya denganku. Berapa banyak anak yang populer? Lebih dari satu.

Tanpa ku sadari, ternyata ada pemberitahuan yang menyatakan bahwa saatnya pulang. Yeay, siapa yang gak bahagia coba? Tapi bukannya emang ya kalo hari pertama itu pulangnya lebih awal. Bodo amatlah.

"Na, kamu mau pulang bareng aku? Ferli sama Ira juga boleh ikut. Kok aku jadi kayak sksd gitu ya?" Tanyaku pada ketiga orang yang di depanku.

"Ya boleh. Tapi ke kafe dulu ya, plis," jawab Luna. "Kalo kalian berdua ikutan?"

"Ah, gak usah. Lagian bentar lagi juga bakal dijemput kok," jawab Ira.

"Aku juga sama," tambah Ferli.

"Yaudah, kalo gitu kita berdua duluan ya," lambaian tangan muncul dari kita berdua dan diikuti lambaian tangan Ferli dan Ira.

Kita berdua langsung menuju mobil dan meluncur ke tempat dimana Luna akan bertemu sang pujaan hati, Zaza. Aku cukup mengenal karena dia juga teman sekolah dulu. Sekianlah cerita tentang Zaza. Ketika mobil melaju, ku perhatika jalanan yang dipenuhi kendaraan di sana tampak Fanda dan Sara, Cicil dan Angga, Diza dan Steve. Pergi bersama menuju sebuah tempat. Setelah itu, mataku tertuju pada dua sejoli yang salah satunya ku kenali. Ira. Jadi Ira juga udah punya pacar? Tapi siapa dia? Kayaknya bukan satu sekolah deh. Tak lama setelah itu, dilanjutkan seorang cewek berambut hitam panjang dengan kulit putih, Ferli, yang dibonceng oleh seorang cowok. Karena melaju dengan cepat, aku gak bisa ngenali cowok itu. Lagipula cowok itu juga pake jaket.

Apa hanya aku yang gak punya kekasih? Rasa- rasanya setelah putus dari Dani, aku gak deket sama cowok lagi. Yah, pikiranku masih kacau gara- gara Dani. Cowok brengsek. Playboy cap curut. Modal tampang doang. Cih. Kenapa ngomongin Dani sih?

"Lo gak mau turun, Chik?" Tanya seorang cewek yang sudah diluar mobil.

"Ah, i- iya. Aku lupa kalo udah sampe," kataku yang langsung keluar mobil. "Pak, dijemput nanti aja. Jadi, Pak Udin bisa pulang dulu. Nanti kalo aku udah selesai, aku sms."

"Baik, non."

"Makasih, pak," aku melontarkan senyum pada Pak Udin seraya berjalan menjauhinya.

Masuklah aku dan Luna. Kami menuju lantai kedua, tempat janjian Luna dan Zaza. Apakah aku akan jadi obat nyamuk? Kita lihat saja.

"Za," teriak Luna seraya mempercepat jalannya. Menuju kursi yang di depannya terdapat seorang cowok berpakaian seragam sekolah.

"Halo, Luna saiyoong. Eh, ada Cicik, ya," jawabnya sambil cengengesan.

"Dasar Zazonk. Eh, apa aku pulang aja, ya?" Tanyaku setelah menepuk punggung Zaza. "Daripada ganggu di sini."

"Tau diri juga, ya?" Senyum sinis pun mengembang di bibirnya.

"Jangan dong, Chik. Gue kan jadi gak enak sama lo. Lo juga makin sensi tau gak setelah putus sama Dani," celetuk seorang cewek di samping Zaza.

"Terserah ajalah. Lagian aku juga sadar kok kalo aku itu single, Za," bibirku pun mengerucut.

"Haha, lo lucu kalo lagi ngambek, Chik," tawa dari dua orang di depanku pun berdengung di telingaku.

"Suka- suka kalian aja, ah." Aku memalingkan mukaku menuju keluar jendela. Bukannya itu Fanda, ya? Kok cuma sama Sara? Yang lain mana? Jangan- jangan pada ke sini. Eh, tunggu. Kok Fanda langsung cabut ya? Saranya gimana? Lho? Sara nangis?

"Na, aku ke bawah dulu, ya," kataku sambil lari menuju tangga. Ya, aku kepo. Banget.

"Eh, ada apa?" Tanya Luna dan mengikutiku di belakang. Aku tidak menghiraukannya.

"Sar, kamu kenapa?" Seketika itu juga, seluruh pandangan menuju ke arahku.
----------------

Hola, kawan. Hohoho. Jumpa lagi sama Alyalay. Disini saya akan suap- suap sedikit. //cuapcuap kali. Maafkan jika pada part ini gak ada feelnya. Yang nulis juga gak ada feeling sama siapapun. Huhu :" peluk sini. Butuh sandaran saya. Wakaka. Vomment dari kalian tetep ditunggu kok. Kritik dan saran sangat diperlukan. Yang pedes juga gak papa. Hiks. Maaf nih, baru bisa update :" hiks. Masalah akan mulai muncul pada part selanjutnya. Happy reading. See U my be❤ed readers.

With love,
Alyalay

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 24, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

December EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang