MEREKA DALAM SUNYI

8.7K 791 83
                                    

Ada seorang laki-laki yang sangat menyukai sunyi. Menikmati waktu dalam kesunyian atau kondisi yang tenang. Jarang bercerita, lebih suka mendengarkan orang bercerita. Lebih mudah mengungkapkan perasaan dengan tulisan.

Suatu pagi, seorang perempuan berjalan menuju kubikelnya, hanya untuk menyapa dan memberikan pesan yang disampaikan oleh atasan mereka. Perempuan itu lupa satu hal, pergi dan meninggalakan sebuah buku agenda di meja laki-laki itu.

Buku itu terjatuh ke lantai, sehingga membuka sebuah halaman. Sebuah sajak-sajak manis terukir dengan tinta hitam pekat sangat menyentuh. Menyibak kesunyian sang laki-laki.

Sang laki-laki menghampiri kubikel perempuan tadi, mengembalikan buku. Sang laki-laki memberanikan diri untuk mengajaknya makan siang bersama. Meski berawal ragu, perempuan itu menerima ajakan sang laki-laki. Sudah satu tahun juga diperusahaan itu, namun ia tak pernah makan siang bersama dengan siapapun, sekalipun.

Dikala siang datang, keduanya keluar kantor untuk makan bersama. Memilih tempat makan siang yang tak terlalu ramai. Keduanya kembali berdiskusi tentang banyak hal yang tidak pernah keduanya diskusikan pada orang lain. Mungkin seperti itulah menjadi orang introvert.

-----
---
-----

Untuk makan siang yang ke puluhan kalinya, sang laki-laki barulah berani untuk menanyakan satu hal ini.

"Kamu gak bosen sendirian aja?"

"Pertanyaan ini merujuk kebagian mana ya?" perempuan itu mengerutkan keningnya, membuat sang laki-laki berkeringat dingin, sehingga dengan segera meneguk minuman dihadapannya. Haha perempuan itu tertawa. "Kamu tau gak, aku suka banget berlama-lama nunggu bis."

Laki-laki itu meletakkan cangkir minumannya sembari mengerutkan keningnya. Sang perempuan tersenyum, kemudian memandangi jalan raya disampingnya, tak terdengar bising karena berada didalam ruangan.

"Sebuah bis keluaran terbaru melewatiku dan membuka pintunya, aku tersenyum dan bilang 'maaf aku menunggu bis yang biasa' kemudian lewat lagi sebuah bis baru, dan aku mengatakan hal yang sama, mungkin hingga berkali-kali, sampai seseorang datang dan bertanya, 'tak lelahkah kamu menunggu bis yang biasa itu? Bukankah ada banyak bis yang lebih bagus menghampirimu?' aku menjawabnya, 'aku akan menunggu bis itu, meskipun sangat lama' seseorang itu bertanya lagi 'bagaimana jika bis itu penuh, hingga kamu tak bisa masuk kedalamnya' aku kembali menjawab, 'aku akan tetap menunggunya, meski pada akhirnya bis itu hanya melewatiku dan tak berhenti sedetikpun.' Pertanyaan terakhir, 'apa kamu gak menyesal telah menunggunya?' jawaban terakhirku, 'tidak. Mungkin aku akan bahagia, setidaknya bis itu tidak kosong sepertiku."

Mendengarnya, laki-laki itu meneguk ludahnya pelan. Dilain waktu perempuan itu justru resah menanti seseorang yang ia harap datang.

Perempuan itu masih belum sadar. Ada orang yang selalu merekam setiap kata-kata yang perempuan itu lantunkan. Ada orang yang mengingat setiap detail kejadian yang mereka lalui, bahkan mungkin perempuan itu lupa. Ada orang yang merinci setiap kesukaan dan ketidaksukaan perempuan itu. Orang yang tidak pernah perempuan itu ketahui, adalah orang yang pandai menyembunyikan perasaannya.

Seperti kala tadi malam, seorang laki-laki masih asik menelusuri rak-rak toko buku yang hampir tutup. Ada laki-laki itu, orang yang diam-diam mewujudkan impian sang perempuan. Orang yang diam-diam selalu berusaha mewujudkan impiannya, sedang memilih buku yang perempuan itu sebutkan ingin dibeli. Sesederharna itu.

Apabila perempuan itu tau, akankah ia berubah pikiran?

Laki-laki itu tersadar dari lamunannya, ia tersenyum, "Panjang juga jawabanmu," perempuan itu tertawa. "Jadi begitu cara seorang penyair untuk mengucapkan kesendiriannya?"

"Penyair?"

"Kamu suka menulis sajak bukan?"

"Aku hanya lebih mudah mengungkapkan perasaan dengan tulisan,"  perempuan itu menyematkan rambut panjangnya ketelinga, "Orang-orang seperti kita ini beruntung."

"Alasannya?"

"Ketika orang lain sibuk menilai kita, kita sibuk dengan diri sendiri. Ketika orang lain pusing karena tak memiliki teman, kita senang sendirian. Ketika orang lain dengan susahnya disuruh diam, kita dengan sendirinya menyukai diam."

"Kamu tidak sedang sendirian sekarang, kan ada aku," kata sang laki-laki mencandainya. Pipi perempuan itu merona. Ia tersipu malu.

Laki-laki itu mengeluarkan buku yang disimpan didalam clutch hitamnya. Kemudian meletakkannya dimeja depan perempuan.

"Loh, kamu kapan beli nya? Aku cari disemua toko onlinepun sold out!" perempuan itu membesarkan kedua matanya girang membalik-balikkan buku yang kini ia pegang. Laki-laki itu menggaruk belakang kepalanya dan hanya tersenyum, perjuangannya tak sia-sia.

Setidaknya untuk saat ini, laki-laki itu paham. Mungkin perempuan dihadapannya butuh waktu.

-----
---
-----

Setelah sekian lamanya, ada waktu dimana keduanya bisa saling bertemu kecuali di waktu kerja atau jam makan siang. Di hari libur yang sebenarnya menurut keduanya adalah waktu yang paling tepat untuk menikmati kesendirian masing-masing, kini mereka lebih memilih untuk berbagi kesunyian bersama.

Bandung utara menjadi pilihan keduanya untuk lari dari keramaian di ibu kota. Tepat ketika malam berganti hari, Puncak Ciumbuleuit dipilih sebagai destinasi yang cocok untuk menikmati pemandangan kota Bandung, dan terlebih hanya karena tidak ada penunjuk jalannya, masih sedikit orang yang tahu.

Laki-laki itu meletakkan secangkir teh hangat diatas sebuah meja kayu. "Secangkir teh dan pemandangan ini semoga bisa menghanyutkan pikiran kamu untuk membuat sajak indah lainnya."

"Sayang sekali gelapnya langit membuatku tak bisa menulis," perempuan itu tertawa sembari kemudian meraih cangkir teh dari atas meja.

"Meskipun saat ini sudah ada smartphone sekalipun?" laki-laki itu menaikkan sebelah alisnya, ia suka dengan kebiasaan perempuan disampingnya, kebiasaannya untuk menulis dalam arti sesungguhnya. Dan perempuan itu hanya mengangguk tersenyum.

Keduanya terdiam. Menikmati hening malam, dan membiarkan lampu-lampu perumahan dibawah sana meredup. Cahaya itu digantikan dengan sumber cahaya nomor satu di dunia.

"Kadang lucu ya, banyak yang suka bilang kalau aku itu individualis, seolah mereka ngerti aku. Padahal enggak sama sekali." Perempuan itu menghela nafasnya, matanya yang coklat kini terlihat lebih jelas dengan paparan sinar matahari.

"I'm not angry, this is just my face." Laki-laki itu tertawa sembari mengatakannya, "banyak yang bilang kalau aku diam itu terlihat galak banget."

Perempuan itu menjentikkan jemarinya, dia mengangguk, "Yes, I'm an introvert. No, I'm not shy."

Mereka menertawakan orang lain yang menganggap keduanya aneh atau menebak-nebak sesuatu yang sama sekali bukan diri mereka.

Laki-laki itu menatap sang perempuan.

"Bis itu..." laki-laki itu menunggu repon sang perempuan untuk menatapnya, "kamu masih menunggunya?"

Perempuan itu membalas tatapan sang laki-laki, kemudian menggeleng, "Sudah tidak," perempuan itu tersenyum, "aku menyadari sesuatu, ada orang lain yang datang padaku. Seseorang yang menyukai kesunyian dan menikmatinya bersamaku."

Laki-laki itu tersenyum senang, akhirnya perempuan itu melupakan masa lalunya. Laki-laki itu mengelus kepala sang perempuan. Mereka menemukan jawabannya, tanpa harus bertanya atau menjawab dengan yang lebih spesifik lagi.

I want to be single together.

I want to sit in tandem silence and know without a shadow of a doubt that it is NOT awkward.I want to walk, and read, and dream together, building worlds without words.I want us to be single together.

Introvert Love – Let's Be Single Together.

***


THE END.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 26, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SunyiWhere stories live. Discover now