Part 2

730 3 0
                                    

JILID 13

Sembilan sosok bayangan orang bergerak dengan serentak untuk mengejar Touw Liong.

Touw Liong terus kabur tanpa memilih tujuan dengan dikejar oleh sembilan orang imam.

Dalam waktu sekejap mata, ia sudah kabur sejauh beberapa puluh pal, sedangkan di belakangnya, sembilan imam itu masih mengejarnya. Saat itu kedua pihak hanya terpisah tiga puluh tombak lebih.

Touw Liong yang terus lari tanpa memilih jalan, di bawah suatu tempat dimana terhalang oleh sebuah sungai selebar delapan tombak lebih, Touw Liong terpaksa merandak dan menghela napas. Ketika ia berpaling, sembilan imam yang mengejar dirinya itu terpisah dengan dirinya semakin lama semakin dekat. Ia mengetahui bahwa perjalanannya sudah terputus, maka ia mendongakkan kepala dan menyebut nama Tuhan! Di hadapannya terhalang oleh sungai lebar, di belakangnya ada musuh mengejar, kini ia seolah berada di tepi maut.

Sungai itu airnya dalam, dengan kepandaian Touw Liong pada saat itu, ia mungkin masih dapat menyeberangi dengan menggunakan ilmunya meringankan tubuh.

Sekalipun ia belum dapat mencapai ke taraf yang bisa menginjak air sungai, setidak-tidaknya ia dapat menggunakan ranting kayu kering atau sejenisnya untuk injakan kakinya.

Apa mau, air sungai itu mengalirnya terlalu deras, hingga Touw Liong hanya dapat mengawasi air sungai yang deras itu sambil menghela napas.

Dalam keadaan demikian, ia terpaksa putar otak untuk mencari akal, tidak jauh dari tempanya berdiri, ada sebuah pohon tua yang sudah tak ada daunnya, dalam girangnya, ia segera lompat menghampiri pohon itu dan memotongnya. Pohon tua itu lantas rubuh , untuk kedua kali ia menggunakan pedangnya memotong pohon kering itu sekira tiga kaki panjangnya, ia angkat pohon itu dan dilemparkan ke tengah sungai.

Potongan pohon itu mengambang di atas sungai. Touw Liong secepat kilat lompat melesat dan kakinya menginjak ke potongan pohon tadi, beberapa kali ia bergerak lagi, dengan demikian ia berhasil menyeberang ke tepi.

Begitu tiba di seberang, ia baru merasa lega, tetapi ketika ia berpaling, celaka! It-tiem juga sedang menggunakan cara yang sama untuk menyeberangi sungai.

Touw Liong yang menyaksikan itu wajahnya berubah seketika, ia sesalkan perbuatannya sendiri tadi yang agak gegabah, jikalau ia tadi melemparkan semua potongan pohon itu ke dalam sungai, sudah tentu tidak dapat digunakan oleh It-tiem.

Kini ia terpaksa mengawasi It-tiem dan delapan anak buahnya melemparkan potongan pohon ke dalam sungai dan hendak digunakan untuk menyeberang. Pada saat itu suatu pikiran aneh timbul dalam otaknya, seandainya ia menggunakan kesempatan itu ia lantas sambut It-tiem dengan tikaman pedang, dan paksa padanya untuk terjun ke dalam sungai, bukankah Bu-tong-san akan menjadi aman? Ia kira pikiran itu cukup baik, tetapi ketika ia hendak menyergap It-tiem dengan pedang terhunus, tiba-tiba menggelengkan kepala dan kembali berpikir lain. Tindakan semacam ini bukanlah perbuatan seorang ksatria. Akhirnya ia tidak laksanakan pikirannya tadi, sebab perbuatan itu sangat memalukan dirinya sendiri. Ia hanya berdiri tegak di tepi sungai untuk menantikan datangnya musuhnya.

Sesaat kemudian It-tiem sudah lompat ke tepi sungai.

Dengan pedang Ceng-hong-kiam di tangan ia terus menyergap Touw Liong.

Touw Liong masih berdiri tegak tidak memberikan reaksi apa-apa, matanya hanya ditujukan kepada delapan anak buah It-tiem yang sedang berusaha menyeberang.

It-tiem pada saat itu juga berpaling mengawasi anak buahnya yang berusaha hendak menyeberang.

Tetapi delapan imam berbaju hijau itu agaknya tidak berdaya, jelas bahwa kepandaian mereka belum setinggi itu, mereka tidak berdaya untuk menyeberangi sungai yang airnya mengalir deras.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 23, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Panji WulungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang