Panji Sakti
Karya SD Liong
Malam mulai menebarkan selimut hitam. Deretan pohon yang tumbuh di kedua tepi jalan dikaki gunung, memanjang digoyang
gontai oleh angin malam, laksana bayang-bayang para jin yang tengah berbaris ..........
Tiba-tiba sebuah benda hitam tampak bergerak menurun dari lamping gunung. Makin dekat benda itu, makin jelas
kedengaran derap kaki kuda memecah kesunyian malam.
Memang benda itu adalah seekor kuda dengan penunggangnya. Mantel orang itu berkibaran ke belakang bahu karena
pesatnya kuda mencongklang. Hampir tiba di kaki gunung, sekonyong-konyong penunggang kuda itu lenyap. Tapi berbareng
pada saat itu, muncul pula seorang penunggang kuda dari lamping gunung, lalu disusul oleh dua tiga orang lagi. Semua
berjumlah lima orang. Mereka melarikan kudanya pesat-pesat ......
Waktu Penunggang kuda yang terakhir baru turun ke kaki gunung, penunggang yang pertama sendiri tadi, sudah tiba di
jalanan. Sekonyong-konyong dia loncat berdiri diatas pelana kuda, sekali menyambar sebatang dahan yang melintang di
tengah jalan, ia ayunkan tubuh bersembunyi diatas pohon.
Kudanya tetap lari mengencang .......
Tepat pada saat orang itu bersembunyi di atas pohon, kelima pengejarnya itupun tiba. Tiba-tiba orang yang dimuka
sendiri hadangkan lengan. Sekali kakinya menjepit, kudapun berhenti. kepala dan kaki muka mendongak keatas, mulutnya
meringkik-ringkik. Sejenak berputaran, binatang itu melintang di tengah jalan. Empat orang yang menyusul, buru-buru
menyiak ke pinggir, terus hentikan kudanya. Cara mereka mencongklangkan kuda dan menghentikan binatang yang tengah
lari keras itu, sungguh mengagumkan.
„Tahan!" seru orang yang lintangkan kudanya itu," kita kena diselomoti Kongcu lagi! Ringkik kuda say-cu-hoa-cian-lima
itu sudah jauh sekali, mana kita dapat mengejarnya!" „Kongcu" artinya tuan puteri atau anak perempuan dari
pemimpinnya. Sedang say-cu-hoa-cian-li-ma artinya kuda yang bulu surinya seperti singa dan dapat menempuh perjalanan
seribu li dalam sehari.
„Tapi besok pagi sudah habis waktunya. Kalau tak dapat membawa pulang kongcu, kita tentu akan dimarahi Sancu
(pemimpin gunung)!" sahut orang yang berada di sebelah kiri.
„Juga kita tak mampu mengejar seorang siaocu (bocah) saja, huh, sungguh memalukan," kata seorang lagi yang di
belakangnya.
„Tapi memang siaocu yang masih bocah itu, lihay sekali.
Sancu kita yang begitu sakti, terpaksa harus banting tulang untuk mengatasinya," kata seorang kawannya yang di
sebelah kanan.
„Setan keparat! Kongcu cantik laksana sekuntum bunga dan lihay ilmu silatnya. Tapi begitu melihat siaocu itu, ia
jatuh hati dan menolongnya lari. Hem, kalau siaocu berwajah putih itu jatuh ketanganku, tentu akan kucacah-cacah
dia!" kedengaran seorang lagi bersuara dengan nada parau kasar.