Ini adalah kisah klasik namun sarat akan makna hidup. Ah, mungkin anak seumurmu tidak mengenal rasa sulit dalam berpetualang, semuanya telah dimudahkan oleh orangtuamu yang memanjakanmu persis seperti babi. Ah, maka dari itu akan ku ceritakan sebuah kisah seorang legenda bodoh bernama Lebo gembel. Kisah ini dahulu sangat terkenal walaupun ia bukan pahlawan, bahkan hanya seorang petani yang menuju kota namun menjadi gembel terbaik di Metropolitan.
Dia hanyalah seorang gembel tersukses di kota Metropolitan ini dan sebenarnya ia adalah petani di desanya. Dahulu ia sangat bangga sebagai petani, namun melihat teman-temannya yang dulunya juga petani kecil yang sama dengannya sukses setelah mengadu untung di kota besar, ia pun tergoda untuk mengadu untung disana. Jangan tanya apakah keluarga senang atau tidak, dari awal bahkan sang istri melarang karena tahu bahwa suaminya bodoh dan hanya bisa bertani, bahkan menghitung jumlah anaknya yang tak lebih dari sepuluh pun kebingungan setengah mati rasanya.
Akhirnya, setelah memaksa dan iming-iming kesuksesan di sana, sang istri merelakannya, bahkan kini senang karena sang suami pergi. Bukan karena aroma kesuksesan yang semakin dekat, namun bisik-bisik tetangga sang istri sudah jadi istri gelap juragan lahan sawah yang kaya di desa.
Setelah bergelut dalam perjalanan menuju kota besar (pastinya ia menumpang dengan mobil truk terbuka yang berisi hewan ternak yang gemuk-gemuk), akhirnya ia sampai di kota Besar itu. Anggap saja kota itu seperti Jakarta. Kota yang dipenuhi segala bentuk dan watak manusia. Kau cari yang baik sangat banyak, namun kalah banyak dengan bajingan elit. Bahkan bila kau bandingkan dengan kepala desa di kampung kita, mungkin kepala desa lebih mirip pembantu mereka. Tempat dimana ratusan ribu manusia berkumpul dan berharap ada sisa-sisa emas yang masih tersisa, lumayan untuk membuat sawah belasan hektar. Banyak yang berhasil mendapatkan kesuksesan, namun tak sedikit pula yang hanya menjadi tukang pembersih kakus kotor dan berbau pesing.
“Harus aku mulai dari mana perjananku ini ya? “ katanya bingung. Dia kembali teringat akan kata teman-teman mereka yang sukses lebih dulu disana, ambil saja contoh si Duryana yang memulai suksesnya ketika berhenti di patung kuda, dan akhirnya di rekrut oleh elit pemerintahan menjadi pegawai pembersih lantai kamar mandi dirumahnya, dan akhirnya ia terkenal sebagai pembantu profesional, dengan bumbu-bumbu dustanya, akhirnya membuat Lebo Gembel tertarik meninggalkan profesinya agar mendapat pekerjaan dan uang lebih banyak.
Dengan langkah semangat, Lebo Gembel melangkah menuju daerah patung kuda, berharap akan ada elit gendut yang merekrutnya menjadi pekerja. “ya minimal jadi bendahara rumah si tuan gendut.” harapnya, walaupun seharusnya ia sadar bahwa ia tak sekolah, jangankan memegang uang, melihat uang recehan pun tetap ia kantongi dalam-dalam, berharap esok hari uang receh itu menjadi berlipat ganda banyaknya.
Setelah menunggu beberapa jam, akhirnya ia merasa lelah. “ah, mungkin ia sedang rapat sibuk untuk mengurus negara, mungkin juga ia tak mau datang sebelum aku kenyang, biar tidak minta makan lagi.” Pikirnya.
Berputar-putar dirinya mencari makanan yang sesuai dengan jumlah uang yang ia miliki, namun tetap nihil hasilnya. Kalau begini terus, mungkin uang nya tak akan habis, namun dirinya akan mati kelaparan sebelum bertemu dengan sang elit. Tetapi kini matanya tertuju kepada beberapa orang yang mengerubungi suatu kotak yang besar. Karena tak dapat membendung rasa penasarannya, akhrnya ia mendatangi mereka seraya terkejut atas apa yang ia lihat. Beberapa orang yang lapar (dan mungkin sama-sama orang perantauan seperti dirinya) menungu makanan bekas yang jatuh dari atas, tepat diatas restoran mewah nan terkenal di Metropolitan. Mungkin tak hanya makanan bekas, namun mungkin saja makanan basi yang sudah berjamur dan jatuh melalui saluran yang memanjang agar tidak jatuh ketempat lain, dan mungkin agar mereka tidak kesulitan lagi mencari makanan yan jatuh berserakan apabila tidak diberi pipa seperti itu.
“Mas kok diem aja sih? Ambil sekarang mas sebelum dihabiskan yang lain!” kata salah satu pemuda yang kebetulan menegurnya. Ah sudahlah ambil saja, seharusnya aku senang dapet makanan berkelas walaupun bekas. Pikirnya. Tak perlu berpikir panjang, ia ikut bergemul berebut makanan bekas yang jatuh bagaikan nabi Isa yang menurunkan makanan dari langit, tapi bedanya makanan-makanan dari “langit” ini bekas dan basi.
Begitulah, Lebo Gembel akhirnya menyentuh muka kota Metropolitan dengan sulit, sesulit bergelut merebut makanan basi yang turun dari “langit” bersama perantau yang gagal mendapat keberuntungan untuk hari ini.
Akhirnya, sudah berbulan-bulan ia berjuang, jutaan liter keringat ia jatuhkan untuk bergulat melawan ratusan peserta demi pekerjaan idaman dari si elit gendut, ia diterima disebuah pekerjaan. Memang bukan pekerjaan yang bagus untuk seorang petani yang berharap mendapat pekerjaan lebih baik dan gaji yang lebih banyak pula. Ia ditempatkan disebuah Rumah sakit dan menjadi tukan bersih-bersih disana. Lagi-lagi ia berpiiran positif, ah mungkin si elit gendut sedang menguji etos kerjaku. Pernah suatu hari ia berkhayal menjadi seorang bos menggantikan si Elit Gendut dan bertingkah sombong layaknya bos. Entah beberapa jam ia tertidur sehingga air liur membasahi lantai yang sebelumnya ia bersihkan dan hampir membuat beberapa anak kecil dan orang tua jatuh dan mati di tempat. Karena melihat sifatnya yang hanya tidur dan berkhayal, Pak Ketua yang menjadi “Bos kecil” di Rumah Sakit kehilangan akhirnya kesabaran ketika salah seorang Kakek tua terjatuh karena air liur si Lebo Gembel yang membanjiri lantai sehingga membuat sang Kakek tua tewas seketika tanpa harta warisan yang ditinggalkan, padahal anak cucunya ingin dia mati setelah sang Kakek menulis surat dan pembagian harta warisan yang jelas, kasihan sekali mereka. “ Pergi kau Gembel! Tidak terima saya babu yang kerjanya hanya tidur dan berkhayal saja!” teriak Pak Ketua sambil memaki bahkan melempari dengan sepatu. Sangat disayangkan, baru tiga hari bekerja sudah sial saja si Gembel kita ini.
Berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun ia mencari kerja bersama jutaan pemburu pekerjaan lainnya. Tak lupa ia berdoa dan meminta kabar istrinya yang kini menjadi istri orang. Namun bodohnya, ia tak mengetahuinya. Kemudian, Dapatlah ia bekerja di sebuah taman. Lagi-lagi sebagai pembersih, kini ia sebagai pembersih taman. Belajar dari kesalahan pertama, ia akhirnya bekerja lebih giat dan lebih tekun'
Dengan cepat, ia akhirnya naik pangkat. Walaupun hanya menjadi ketua dari para pembersih taman lainnya, ia tetap senang dan bangga. Walaupun tidak ada perubahan signifikan, bahkan gajinya pun tetap nasi bungkus namun kini dengan lauk yang lebih nikmat dari biasanya. Setidaknya ia tidak lagi berebut makanan basi dari tempat terkutuk itu.
Berbulan-bulan ia menekuni pekerjaan di bidang itu, hingga suatu saat ketika ia mendapatkan tugas rutin. Tugas rutin yang mudah baginya yaitu menjaga taman dan mencari barang-barang yang tertinggal di sekitar taman. Semenjak taman itu dibuka untuk umum dan dijadikan tempat wisata oleh banyak orang dari berbagai kalangan, banyak barang-barang yang tertinggal, entah sengaja ditinggal atau mungkin sudah tidak dipakai lagi. Hingga malam dan betapa terkejut dirinya menemukan seonggok mayat yang ternyata mayat sang Elit Gendut. Jenazah yang sudah putih memucat dengan badan yang sudah berlumuran darah bekas belasan luka tusukan dan bahkan yang lebih parahnya lagi ia meninggal dalam keadaan telanjang. Kini, ia kembali terkejut. Bukan karena ada kerusakan di tubuhnya, melainkan bahwa kemaluannya yang kecil, sekecil harapan hidup nya dulu ketika pertama kali mengunjungi kota besar ini.
Besoknya, untuk pertama kalinya ia didatangi orang berbaju hitam-hitam. Mereka mengaku bahwa mereka polisi dan akan membawa Lebo Gembel ke kantor polisi. Adalah Lebo Gembel dipukuli bahkan hampir mampuslah dirinya dipaksa mengaku. Mudah saja ia berkata jujur bahwa bukan dirinyalah yang membunuhnya, namun cukup sogokan makan siang enak setiap hari, akhirnya ia “mengaku” bahwa ialah yang membunuhnya.
Datanglah hari persidangan, yang kini membuat ia di kurung seumur hidup. Beruntung bahwa dirinya dikurung tidak ditembak mati. Memang dasar ia berotak idiot hanya berpikir bahwa dirinya hanya hidup untuk makan dan berak saja merasa nyaman tinggal di bui. Lagi-lagi tak sadar bahwa keadilan dan kebebasannya diambil begitu saja seharga sesuap nasi.
Tak perlu lah kita ceritakan secara detail seperti apa kehidupan Lebo Gembel di Penjara saat itu. Berbulan-bulan, bertahun-tahun ia disiksa oleh napi lain yang akhirnya membuat dirinya lemah dan hancur hingga akhirnya ia sadar membuat perlawanan. Melawan kesalahan yang ia buat. Akhirnya ia mengajukan banding kepada majelis hakim untuk dibebaskan segera.
Namun, nasi telah menjadi bubur, penyesalan yang sangat terlambat dialami olehnya. Banding yang dilakukan tak berjalan mulus, bahkan ditolak mentah-mentah oleh jaksa dan hakim. Apalah guna seorang miskin dan bodoh sepertnya melakukan banding, hanya orang berduit dan terhormat yang bisa mendapatkan “tiket” kebebasan menuju dunia yang fana seperti ini.
Kini, di tengah kita justru berdiri makam Lebo Gembel, sebagai saksi bisu yang kini telah “pulang” karena kebodohan dan kepolosannya menghadapi dunia yang fana ini. Juga sebagai bukti betapa hancurnya pemerintahan di bumi yang telah digerogoti kehidupan mewah nan rakus para monyet yang tak peduli apapun akan kehancuran masyarakat.
Kini, di tengah pusara ayah, aku ceritakan cerita itu kepada anakku. “jadi, yah kita gaboleh jadi orang bodoh dan rakus ya?” dengan polosnya ia berkesimpulan seperti itu membuatku senang dan bangga bahwa ia telah menangkap apa yang telah kuajarkan kepadanya disore hari ini.
“ayah gak bodoh sama rakus ‘kan kayak gitu?” Ujar anakku kepadaku disaat pulang. Sambil tersenyum, ku gelengkan kepala seraya berkata “ di dunia ini banyak orang seperti itu, semoga ayahmu ini dijauhi sifat seperti itu, nak”
Mungkin, hanya itu yang bisa kuceritakan kepada kalian mengenai kisah legendaris si Lebo Gembel. Kisah itu sudah puluhan tahun silam, dikala ku kecil saat itu. Apa nasib sang istri Lebo Gembel setelah itu? Ia tak tahu bahkan hingga ajal bahwa suaminya mati menyedihkan tanpa cinta tanpa harapan hidup lagi.
Omong-omong aku harap kalian mengambil semua pelajaran dari ayahku. Ya, dia adalah ayahku, dan sampai kapanpun aku akan selalu menyayanginya.
YOU ARE READING
Writers ID untuk Indonesia
RandomEvent dalam rangka hari Sumpah Pemuda dan Anniversary WritersID