Karena Cinta Aku Begini

95 8 0
                                    

******
Short story by: Odi Riadi

=========================

"Assalamualaikum!" kata anak muda itu setelah ia mengetuk pintu.

"Waalaikumsalam!" jawab Ibu Fatimah, lantas membuka pintu. "Cari siapa, Dek?"

"Ini, Bu, ... saya mau beli rokok."

"Dek, di sini tidak jual rokok, dan di sini memang bukan penjual," jelas Ibu Fatimah bingung. Dan ... ia tidak menyangka akan kedatangan tamu dan bertanya sedemikian. Lagian, anak kecil sekali pun atau siapa pun saja, pasti bisa menebak kalau ada maksud yang tersirat. Hanya ada dua kemungkinan -menurut Ibu Fatimah- itu orang bodoh atau mungkin punya niat tertentu.

Sekilas anak muda itu memutar kepalanya untuk mencari alasan agar ia bisa mendapatkan apa yang menjadi tujuan utamanya datang ke rumah itu. "Emm ..., Bu! Milanya ada?" tanya anak muda itu lagi.

"Ada di dalam," jawab Ibu Fatimah. "Temannya, Mila?" Ibu Fatimah balik bertanya dengan kening berkerut. Dapat terlihat kalau Ibu Fatimah tidak terlalu percaya.

"Ia, Bu, saya Farel temannya Mila. Saya mau meminta nomor teleponnya Fian."

"O, ... saya panggil Mila dulu, ya!"

Mila pun keluar dan mengintip dari balik pintu. Seketika ia terpental balik lalu berdiam di balik pintu. Heran aja -menurut Mila- dia belum kenal dengan pemuda yang ada di teras rumahnya itu.

Iya, memang benar kalau Mila pernah ketemu sama Farel dua hari yang lalu, saat ia ke rumah neneknya. Dia ke sana - menggunakan sepeda motor tentunya- jalan menuju kampung itu masih pedalaman sekali. Jalanan belum juga diaspal. Walaupun jalanan itu berdebu, tetapi tetap terlihat asri dengan hamparan kebun tebu di ruas kiri dan kanan jalanan.

"Hai! Tunggu!"

Mila tidak terlalu jelas dengan panggilan itu, tetapi ia menghentikan motornya mendadak lalu menoleh ke arah suara yang memanggil. Rambutnya yang tergerai bebas, membias sempurna. "O, orang yang tadi," ucapnya setelah melihat pemuda yang baru saja berpapasan dengannya.

Anak muda itu menghampiri, ia tersenyum seraya berkata, "Mau ke mana?"

"Mau ke rumah nenekku," balas Mila. Ia juga tersenyum manis dan terbuai dengan pesona pemuda yang ada di depannya -menurut Mila- pemuda itu begitu karismatik, dapat terlihat otot tangannya yang kekar, warna kulit yang eksotik, dan badannya begitu sempurna terbungkus dengan kaus hitam yang ia gunakan.

"Kok masih di sini?" tanya Ibu Fatimah menegur Mila yang mematung di balik pintu. "Ayo keluar! Temanmu menunggu!"

"Iya, Bu!" jawab Mila gugup dan tersentak bangun dari lamunannya.

Kemudian duduklah mereka di kursi yang ada di teras rumah itu, Mila duduk bareng Ibu Fatimah sedangkan Farel sedirian. Namun, posisi kursi itu berbentuk 'L' sehingga sudah pasti Farel dapat menatap Mila dengan bebas. Rambutnya yang terurai, bau harum sampo yang ia gunakan sampai ke indra penciuman Farel. Ditambah lagi, pakaian tidur yang Mila gunakan dengan motif dora di bagian dada. Membuat Farel merasa ada yang lucu, jika perempuan seusia Mila masih suka dengan tokoh animasi Dora. Namun, ia tetap terkesima dengan pemandangan yang ada di depannya.

"Ada apa, Kak?" tanya Mila, bingung.

"Tolong tuliskan nomor telepon, Fian," kata Farel sambil menyodorkan HP samsung lipat miliknya. "Nomormu juga, siapa tau aku ada perlu lagi." Nada bicaranya sedikit dikecilkan ketika ia mengatakan: nomormu juga ....

Mila hanya tersenyum, ia pun paham dengan tujuan Farel. Mila tahu kalau waktu itu ia belum sempat berkenalan dengan Farel, tapi wajah itu tentu ia masih ingat. Tidak ada keraguan, ... dan Mila berusaha untuk tetap santai, tentunya untuk menghindarkan kecurigaan mamanya. Ia mengetik nomor telepon Fian dengan benar dan teliti, kemudian menuliskan nomornya sendiri lalu menyimpannya.

Farel yang memerhatikan dengan ujung mata, berteriak kegirangan dalam batinnya. Coba saja tidak ada yang melihat, sudah pasti ia akan lompat-lompat, layaknya anak kecil yang baru saja mendapatkan es krim gratis.

Cukup lama Farel berbual tidak tentu dengan Mila dan Ibunya sehingga ia tidak sadar dan mengeluarkan bungkusan rokok dari dalam saku celananya lalu membakarnya sebatang, kemudian mengisap dan menghembuskan asapnya pelan. Sesekali ia mengeluarkan bola-bola asap berbentuk cincin melayang di udara. Tanpa sadar. Farel melakukannya dengan santai.

Ibu Fatimah tersenyum menyaksikan kelakuan anak muda yang ada di dekatnya. Bukankah -seingatnya- tadi anak muda itu, datang ke rumahnya dengan alasan untuk membeli sebungkus rokok, tapi nyatanya tanpa ia sadari, telah membongkar kebohongannya. Namun, Ibu Fatimah hanya tersenyum dan tidak menghiraukan, walaupun ia sedikit menggelengkan kepala seraya berkata dalam hati, "Anak muda zaman sekarang!"

* * *

"Maaf, Bu! Saya pulang dulu," kata Farel, lalu bersalaman dengan Ibu Fatimah dan Mila.

"Iya, hati-hati dan sering-sering main ke sini," kata Ibu Fatimah. Untung saja Ibu Fatimah tidak bilang: sering-sering beli rokok di sini.

Sesaat sebelum Farel menyalakan motornya, ia memindahkan sisa rokoknya ke tangan kirinya. Seketika itu, ia menyadari kalau di jarinya ada sepotong rokok yang belum terbakar habis. Ia hanya tersenyum dan bergegas pergi. Jadi malu juga ia pada akhirnya.

* * *

Sore itu mentari belum sempat kembali ke peraduannya; cahaya merah kekuningan masih tampak jelas keindahannya. Mila menikmati suasana senja di teras rumahnya, serta angin yang bertiup kian kemari dan menyapa wajah manisnya. Tiba-tiba ia merasakan getaran dari dalam sakunya yang menandakan itu sebuah pesan singkat.

unknowing: Hai aku Farel, yang tadi mlm dtng meminta nomormu.

Sejenak Mila tersenyum dan mengingat ....

Belum sempat dia membalas, HP itu berdering lagi, dan kali ini adalah panggilan masuk.

"Halo! Assalamualaikum!" kata Mila sambil memosisikan telepon itu di telinga kanannya.

"Waalikumsalam!" jawab Farel. "Hai! Maaf yah, kalau semalam aku bertingkah sangat bodoh di rumahmu."

Mila pun tertawa. "Iya tidak mengapa, tapi dari mana kamu tau namaku, bukannya kita belum pernah kenalan sebelumnya?" tanya Mila mengintrogasi.

"Tanteku yang ngasih tau. Sebenarnya aku pernah melihatmu," jawab Farel. "Saat itu kau lewat di depan rumah keluargaku ... , tapi sayangnya mereka tidak tau nomor HP-mu, aku cari namamu lewat facebook pun tidak ketemu-ketemu juga.

"Kamu tau kalau aku pernah menikah?" tanya Mila,.

"Aku tau," jawab Farel, "tapi, suamimu tidak pernah datang ke rumah 'kan?"

Iya, setahun yang lalu, saat itu Mila baru saja lulus SMA. Dia dikawinkan sama sepupunya. Dan ... itu keinginan orang tua masing-masing. Namun, perkawinan itu tidak berjalan mulus juga. Fian (suami Mila) tidak suka tinggal di rumah mertuanya, dan Mila pun juga sama, ia juga tidak bisa serumah dengan mertuanya. Dengan berbagai alasan sehingga mereka memutuskan untuk hidup sendiri-sendiri.

"Siapa yang ngasih tau?"

"Keluargaku," jawab Farel

....

Setelah sebulan lebih mereka saling menelepon dan pernah juga mereka bertemu beberapa hari yang lalu, ... dan mereka mengungkapkan perasaan yang bergejolak di hati masing-masing sehingga pada akhirnya mereka telah berjanji untuk mencintai satu dengan yang lain. Meskipun mereka agak ragu, kalau tidak akan mungkin bisa bersatu kelak. Namun, mereka tetap menjalani hubungan itu, dan menikmati hari-harinya tanpa menghiraukan komentar orang di luar sana.

The Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang