Yang terbersit hanya dia. Tidak ada yang lain. Selalu raut wajah itu, selalu suara itu, selalu bayangan itu. Hebatnya dia! Membuatku gila.. Sungguh-sungguh gila! Setiap malam aku nyaris tidak tidur hanya untuk memikirkannya, memikirkan kenangan-kenangan tentangnya. Ini sungguh tidak wajar! Bahkan aku sudah menempati satu ruang kosong dalam hati orang lain.
*****
Pagi ini, tak ubahnya seperti pagi-pagi biasanya, cerah dan menggambarkan suasana elok untuk memulai aktifitas dengan penuh semangat. Tapi aku? Selalu seperti ini, menjalani sebagian hari dengan tidak penuh gairah.
Seperti pagi ini. Pasti seperti biasanya, mengulangi rutinitasku setiap pagi, menatapi bangku kedua barisan ketiga dari kiri. Tempat dia duduk sambil menatapiku yang sedang olahraga setiap hari selasa dari balik kaca jendela.
"Woii! Ngelamun aja lo!"
Zevana, temanku duduk di sampingku sambil memandangku dan kemudian menggeleng-gelengkan kepala pertanda heran dengan tingkahku.
"Apaan sih Ze? Ganggu orang nostalgia aja! Gak asyik banget lo"
Bukan! Ini bukan sekedar nostalgia. Bukan hal yang wajar jika aku harus mengingat semua itu tiap detik. Bahkan setiap kali kakiku melangkah, kenangan-kenangan itu melekat dalam benakku. Seolah tiap tempat yang aku pijaki menyimpan seribu kenangan tentangnya.
"Ayolah Ren! Bangku itu udah jadi milik kelas kita! Gak ada lagi dia. Gak ada lagi orang yang harus lo sesali kepergiannya."
Selalu itu! Gak pernah bosan Zeva ngerecokin aku dengan komentar-komentarnya yang tiap pagi hampir sama.
Andai bisa aku ingin berhenti memikirkannya dan beralih pada orang yang lebih layak untuk aku fikirkan. Namun apa boleh buat. Semakin aku menjauhinya, ia semakin mendekapku erat dengan semua kenangan itu. Membuatku semakin terpuruk dalam penyesalan.
"Hello! Aren!" Zeva mengibas-ngibaskan tangannya di hadapanku.
"Apa sih Ze?"
"Lo udah punya Rio, Aren!" tegas Zeva.
Aku mendesah..
dan mulai meninggalkan Zeva yang langsung mengikutiku.Ini terlalu sulit, apa lagi jika harus mendengar satu nama itu. Membuatku semakin larut dalam rasa bersalah.
Apa yang akan terjadi saat Rio tahu aku masih mencintai orang yang pernah ada di hatiku mesti hanya satu tahun? Orang yang kemudian aku tinggalkan tanpa alasan yang jelas. Benar-benar tanpa alasan.Dan sampai sekarang aku benar-benar menyesal karena tidak kutemui lagi orang sepertinya.
Meski ada Rio yang ada dalam hatiku, aku tetap mengharapkannya kembali.. Aku tahu, aku juga menyayangi sesosok Rio. Tapi sungguh ini sulit digambarkan dan tak bisa dilukiskan dengan tinta apapun."Ren! Aren!" Zeva terus mengikutiku dan berusaha menyamakan langkah kakinya dengan langkahku.
"Apa lagi sih Neng Zeva?" aku menghentikan langkahku.
Zeva ikut berhenti. "Lo kenapa sih? Sensi amat" komentarnya. "Cerita dong!"
"Gak ada! Cerita tentang gue udah The End tanpa akhir yang jelas! Dan gak perlu gue ceritain lagi.."
Zeva menatapku heran seolah bertanya kenapa denganku?
Tanpa menghiraukan Zeva yang memilih diam di tempat dan tak mengikutiku lagi, aku berlalu dengan berbagai macam pertanyaan dalam benakku. Kenapa seperti ini? Bahkan aku sudah mulai lelah dengan cerita-cerita tentangnya. Tapi kenapa ia selalu ada? Kenapa ia tak berhenti menghampiriku? Dan aku sendiri tidak tahu apa jawaban yang tepat. Karena ini lebih rumit dari pelajaran matematika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story
JugendliteraturBertemu dan berpisah, pada akhirnya diri sendiri yang menjadi teman untukmu✨