"So what in this world do you think could ever take you off my mind." - Never Forget You, Zara Larsson.
***
Minggu pagi langit terlihat cerah tanpa segumpal pun awan yang menutupi birunya cakrawala. Angin sepoi menerpa wajah Saga ketika ia membuka jendela kamar. Dahi pemuda itu berkerut melihat jendela loteng rumah sebelahnya sudah terbuka dan kamar Jeje tampak rapi.
Memilih mengabaikannya, Saga meninggalkan kamar dan berjalan menuruni tangga menuju ke dapur. Dia menyambar selembar roti gandum dan sekotak susu stroberi, lalu bergabung dengan sang ayah yang tengah menyesap kopi di depan televisi.
"Weekend ini kosong?" tanya Saga setelah mendaratkan dirinya di sofa hitam depan televisi. Pemuda itu menggigit rotinya, lalu menoleh pada Rayhan.
"Lho Abang baru turun?" tanya Rayhan yang tidak menjawab pertanyaan Saga. Pria itu meletakkan cangkirnya di atas meja. "Papa pikir udah nongkrong di rumah Jeje."
Bibir Saga mengerucut sebal. "Jangan mulai lagi deh, Pa. Iya, tadi tidur lagi jadi kesiangan."
"Terus siapa yang beliin bubur buat Jeje?"
Saga hampir saja tersedak makanan. Pemuda itu balik bertanya pada Rayhan yang sudah kembali asyik dengan acara gosip di televisi.
"Papa nggak beliin?"
"Enggak," jawab Rayhan tanpa mengalihkan pandangannya dari kotak ajaib di depannya.
"Terus siapa yang beli? Jeje nggak nangis-nangis ke sini?" tanyanya lagi. Kali ini Rayhan menoleh.
"Kalo iya, Abang nggak mungkin kesiangan."
Menghabiskan susu stroberinya, Saga bergegas keluar rumah. Ini hari Minggu, Jeje pasti kesiangan seperti sebelum-sebelumnya dan dia juga melewatkan Bang Kitam.
Baru saja Saga keluar rumah, dia sudah dapat melihat Jeje tengah telungkup di halaman rumah Nenek Tami. Saga menggeleng dan melangkah menghampiri gadis itu.
"Batu ayo semangat!!"
"Leonardo cepetan lari!"
"Tambah kecepatan! Ayo buruan!"
Saga berdiri di depan pagar, mendesah panjang ketika mendengar seruan absurd dari para pemilik kura-kura tersebut. Dia tidak habis pikir dengan kedua anak itu. Terlebih lagi dengan Jeje yang sudah SMA, tetapi masih sama anehnya.
"Nggak sekalian balap siput?" sinis Saga yang berhasil menarik perhatian keduanya.
Jeje bangkit dari posisinya, lalu mengambil kura-kura yang tempurungnya ia cat dengan gambar matahari. Gadis itu cemberut dan sempat menjulurkan lidahnya pada Saga sebelum pergi ke teras rumah.
Saga tersenyum geli mengetahui Jeje tengah merajuk. Pemuda itu melompati pagar kayu yang tidak terlalu tinggi tersebut, lalu menghampiri Jeje yang tak putus menatapnya tajam.
"Lo sarapan apa?" tanyanya. Saga menarik kursi dan duduk di depan Jeje. "Atau belum sarapan?"
"Lo masih inget gue udah sarapan atau belum?" Jeje balik bertanya dengan sinis. Saga mengangguk.
"Jadi, lo udah sarapan apa belum?"
"Tadi kita ditraktir bubur sama Nenek Tami, Bang." Baim berinisiatif menjawab pertanyaan Saga ketika Jeje tak kunjung bersuara.
"Tadi Bang Kitam bilang kamu nggak keliatan, Ga. Jadi, Nenek yang beliin bubur buat Jeje."
Nenek Tami datang dengan nampan berisi piring penuh roti jahe dan dua kotak susu stroberi. Perempuan berambut putih itu bergabung dengan ketiga anak muda tersebut duduk di kursi rotan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Things ✔
Teen Fiction"Perasaan memang kadang kayak tulisan. Sulit dibaca kalo jaraknya terlalu deket." *** Malam itu untuk pertama kalinya Saga mendengar Jeje mengeluh tentang penampilannya hanya karena Kiran tidak membuat peringatan soal 'lama durasi boleh berduaan' se...