CHAPTER 4

534 54 24
                                        


"Ada satu masalah." Ridho tiba-tiba berkata.

"Ada apa?" Foo langsung menyahut, "Apa ada zombie lagi di depan?"

"Bukan itu, tapi kurasa kita harus berhenti di pom bensin. Mustahil bensin kita cukup untuk sampai ke Magelang."

"Apa? Kenapa kau tak isi penuh tangkinya saat di pom bensin tadi?" seru Bima dengan kesal.

"Maaf, tapi aku tak tahu kalau bakalan ada wabah zombie yang merebak!" jawabnya ketus. "Lagipula kita harus ambil jalan alternatif yang memutar jauh karena jalan utama sudah tertutup."

"Ini gawat!" balas Rima, "Coba bayangkan, pasti zombie-zombie itu sudah menunggu kita di sana! Kita hanya akan menjadi santapan mereka di sana."

"Benar! Kita sama sekali tak bisa mempertahankan diri!" sambut Jerry.

"Eh, guys." ujar Mulia yang semenjak tadi duduk di belakang, "Lihat ini!"

Semua menoleh ke arahnya dan terkesiap.

Mulia mengeluarkan sebilah senapan dari dalam sebuah tas besar berwarna coklat.

"Da ... darimana kau dapat itu?" ucap Foo dengan gelagapan.

"Masih ada banyak lagi di dalam sini."

"I ... itu kan tas milik pria yang terbunuh tadi." jawab Rima. Mereka semua langsung menhampiri tas itu. Benar kata Mulia, ada banyak senjata di dalamnya. Sebuah senapan, pistol, tak pula peluru-pelurunya, juga batang-batang berwarna merah yang tak pernah mereka lihat sebelumnya.

"Ini dinamit," kata Foo, "TNT."

"Apa?" jerit Rima, "Untuk apa pria tadi membawa ini semua?"

"Entahlah, mungkin dia teroris atau semacamnya. Namun ini justru bagus bukan?" Foo mengacungkan dinamit itu, "Kita jadi punya senjata untuk mempertahankan diri."

Rima tak habis pikir. Apa pria pendiam tadi adalah tentara? Tapi mustahil seorang tentara membawa bahan-bahan berbahaya seperti ini di dalam sebuah bus penumpang. Apa benar kata Foo, kalau dia teroris? Atau lebih mudah lagi, apa pria tadi tahu wabah zombie bakalan menyerang sehingga ia mempersiapkan diri seperti ini?

"Ada yang tahu cara menggunakan senjata?" tanya Foo sambil mengisikan peluru ke senapan itu, "Aku dulu atlet menembak."

"Aku!" Mulia mengambil sebuah pistol dari dalam tas, "Ayahku seorang tentara."

Ayahmu tentara? Tapi kenapa kau cu ..." Jerry hendak mengatakan "culun sekali", namun mulutnya terhenti ketika melihat Mulia mengokang senjata itu.

"Apa ada lagi yang bisa dijadikan senjata?" tanya Rima.

Vina segera mengorek-orek isi tasnya. Ia mengeluarkan seperangkat alat bedah berisi pisau dan beberapa jarum suntik.

"Aku baru saja membelinya di Yogya untuk klinikku. Apa ini bisa?"

Rima menerima pisau itu, "Ketimbang tidak ada."

"Baiklah," Foo mempersiapkan senjatanya, "Dimana pom bensin terdekat?"

***

Bus itu berhenti di sebuah pom bensin di pinggir jalan utama. Suasana tampak sepi. Tampak mobil-mobil ditinggalkan pemiliknya di jalan. Pom bensin itu tampak terbengkalai, ada serpihan kaca dimana-mana, dan para pegawainya pun tak terlihat.

"Apakah aman?" Rima melongok ke jendela. Foo memberi aba-aba bagi sebagian dari mereka untuk turun. Foo dan Ridho turun. Sementara Mulia berjaga, bersiap menembak jika ada zombie mendekati mereka.

BUS TO MAGELANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang