CHAPTER 3

633 55 21
                                        


Mulia hanya bisa menatap dengan geram ketika Faleny secara refleks memeluk Jerry ketika menyaksikan adegan mengerikan itu. Ia menatap gadis itu lekat-lekat.

Sebulan yang lalu ia menyatakan cintanya. Namun tak hanya ditolak, dia juga ditertawakan habis-habisan. Dan sekarang, justru dengan sengaja ia memamerkan kemesraannya di depan matanya.

Apakah ia pikir dirinya tak berharga? Ia teringat kejadian tadi di pom bensin, ketika ia turun untuk pergi ke kamar mandi, justru mereka berdua menguncinya di dalam. Ia memang sering menjadi bahan bully-an teman-temannya. Alasannya sederhana, ia adalah pemuda biasa-biasa saja dan tidak populer, beda seperti Jerry, Faleny, dan gengnya.

Apakah salah ia mencintainya? Apa ia tak pantas mendapatkan cintanya?

Ia masih menatap tangan Faleny yang terlingkar di pinggang Jerry.

"Dasar perempuan kurang ajar!" bisiknya dalam batin.

***

"Ja ... jalankan mobilnya!" seru Bima.

"Ta ... tapi dia ..." tanpa sadar Rima yang saat itu ketakutan setengah mati, menggenggam tangan Foo dengan keras.

Dengan cepat, Ridho, sang sopir memutar setir dan melajukan busnya. Para gadis kembali menjerit ketika tiba-tiba Raga menerjang bagian depan bus. Ia berlumuran darah dan wajahnya terlihat mengerikan. Berkali-kali ia menghantamkan tangan dan kepalanya untuk memecahkan kaca jendela depan bus.

"A ... apa yang ia lakukan?" jerit Rima.

Ridho tak punya pilihan lain selain mempercepat busnya dan melindas tubuh Raga. Mereka semua menjerit saat terdengar suara "Kraaaak!" yang amat keras ketika ban raksasa dari bus menggencet tubuhnya dan meremukkan tulangnya.

"A ... apa yang kau lakukan?" seru Rima, "Kau baru saja membunuhnya!"

"Apa kau tak lihat yang terjadi yang di sekitar kita!" seru Ridho sambil terus melajukan mobilnya.

Ridho benar, suasana di sekitar mereka seperti neraka. Mobil-mobil terbakar. Sementara itu kerusuhan terjadi di jalan. Rima menoleh dan melihat beberapa orang keluar dari sebuah warteg dengan berlumuran darah.

Di tangan mereka tergenggam bagian-bagian tubuh manusia yang dagingnya mereka santap mentah-mentah.

"Astaga!" jerit Rima, "Apa yang terjadi?"

Gadis itu menoleh dan melihat Foo serta Bima tak mampu berkata apa-apa. Syefira dan Tara juga tampak ketakutan.

"Titik! Titik!" jerit seorang wanita.

"Apa yang terjadi?" perawat bernama Vina itu segera menghampirinya.

"Adikku!" jerit Yuli dengan panik, "Tolong adikku!"

Titik terlihat limbung dan jatuh ke lantai, memegang dadanya yang kesakitan.

"Dia ... dia terkena serangan jantung ..." Vina dengan sigap berusaha membantunya, "Apa dia bawa obatnya?"

"Tidak," Yuli terlihat menangis, "Kami meninggalkannya di rumah. Sakit jantungnya sudah tak pernah kambuh lagi."

"Tak apa-apa, Kak ..." Titik memaksakan diri tersenyum, meskipun ia terlihat menahan rasa sakit, "Aku sudah lama ingin berjumpa suami dan anakku di surga ..."

Seusai mengatakan itu, kepalanya langsung terkulai dan matanya terpejam. Vina segera memeriksa denyut nadinya, namun ia lalu menggeleng.

"Maafkan, aku. Dia sudah meninggal."

"Tidaaaaak ..." pipi Yuli berlumuran air mata.

Rima menoleh ketika mendengar isakan seorang anak. Ia segera menenangkan gadis cilik itu.

BUS TO MAGELANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang