---Gadis itu memperhatikan Aldrian yang sedang merokok, "Aldri, gue mau nyoba ngerokok
dong," ucap Tamara tiba-tiba.
Mendengar itu Aldrian sontak membuang rokoknya, ia menatap Tamara tajam.
"Kalo lo berani ngerokok, awas aja!"
Tamara berdecak kesal. "Siapa elu, larang-larang gue,"
"Kalo gitu mulai sekarang lo pacar gue!" sentak Aldrian.
Aldrian mengucapkan dengan nada final, tatapannya masih terarah terhadap Tamara. Aldrian tidak menyangka aksi nembaknya akan se-sepontan ini, benar-benar tak ada persiapan sama sekali.
Alih-alih, Tamara justru menyeringai lebar. "Ehm..., boleh juga, gue udah lama nge-jones gue,"
Aldrian mencondongkan badannya, ia menatap Tamara lamat-lamat. "Kalo lo udah jadi milik gue, gue pastikan lo enggak akan bisa lepas dari gue!" ucapannya penuh penekanan di setiapkatanya.
Tamara membalas menatap Aldrian. "Dan gue pastikan lo akan sanggup ngelepas gue,"
"So, kita pacaran nih Dri?" tanya Tamara mengakhiri keheningan yang telah mereka ciptakan.Aldrian membalasnya dengan anggukan singkat.
+++
"So, apa yang lo pikirkan?" Gadis itu - Tamara - terkekeh pelan mendengar pertanyaan dari laki-laki yang tengah mengaduk-ngaduk kopi hitamnya.
Rasanya lucu, objek yang selalu menjadi pusat pikirannya menanyakan apa yang ia pikirkan. Ya. Aldrian - laki-laki pemilik mata tajam namun meneduhkan itu baru saja menanyakan hal yang tidak perlu ditanyakan, ia rasa.
"Jawaban apa yang lo harapkan?"
Gadis itu menjawab dengan sebuah pertanyaan -lagi setelah ia meneguk moccacino hangatnya.
Bisa saja ia langsung menjawab pertanyaan konyol itu. Hanya saja... ia ingin menikmati waktu yang sedang berbaik hati padanya, memberi kesempatan untuk duduk berdua dengan masa lalunya.
Aldrian mengendikkan bahunya. "Gue harap lo memikirkan gue."
Kalimat sederhana yang baru saja keluar dari mulut sialan itu bernada datar dan terkesan santai. Namun sial-nya membuat Tamara berhenti bernapas untuk seper sekian detik.
"Ehm... oke," Tamara tersenyum tipis, "Anggap aja itu adalah kalimat yang akan gue ucapkan atas pertanyaan lo itu."
Laki-laki itu tak perlu berharap, hari-hari sebelumnya pun ia habiskan untuk memikirkannya.
Semilir angin sore menemani dua manusia yang tengah sibuk dengan pikirannya masing-masing. Tak ada yang tahu dengan pasti apa yang ada di benak masing-masing. Menduga-duga lah hal yang mereka lakukan saat ini. Keduanya enggan mengeluarkan suara tepat setelah Tamara memberi jawaban.
"Apa yang lo pikirkan?" Gadis itu mengulang pertanyaan Aldrian yang dilontarkan untuknya.
Sebenarnya..., gadis itu tidak keberatan jika mereka hanya diam menikmati keheningan. Selama bersama Aldrian ia tidak akan keberatan. Namun, aneh jika mereka hanya duduk dan tidak melakukan percakapan apa pun.
Tamara menoleh, ia mendapati Aldrian tengah menatap lurus jauh ke depan. Pantas laki-laki itu tidak kunjung menjawabnya."Aldrian!"
Aldrian tersentak, ia menatap Tamara tajam. "Kenapa teriak?"
"Lo nggak jawab pertanyaan gue, ngelamun."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Past
Short StoryAku tidak sepicik itu untuk merebutmu darinya. Aku tidak seegois itu untuk memintamu kembali. Aku hanya sedang belajar ikhlas, tolong jangan mempersulit.