Tanggal 1 Januari gak sesempurna yang gue bayangkan. Alasannya adalah, temen-temen gue dengan seenak jidat menginap di rumah gue. Ini tidak menjadi masalah andai saja Lizzy, yang notabene adik tiri gue gak mengadakan slumber party bersama temen-temennya. Begitu sampai di rumah, gue langsung menggiring kelimanya ke kamar gue. Bukan apa-apa. Gue gak mau aura player Alvaro muncul.
Bahaya.
"Rio, mau makan apa?" tanya Lizzy sembari membuka rak gantung di dapur.
Sekarang telah pagi, semua temen gue dan temen Lizzy masih di pulau kapuk. Hanya gue dan dia yang sudah bangun. Kami memang dibiasakan oleh orangtua kami untuk bangun pagi. Supaya tidak malas, katanya.
"Terserah lo. Eh, Lizz, Kok Mama gak telepon, ya?" tanya gue.
Gak seperti cerita-cerita tentang saudara tiri, hubungan gue sama Lizzy baik-baik aja. Memang, ya, gak selamanya sinetron itu realita. Sampai sekarang gue gak pernah bertengkar dengan Lizzy. Damai sentosa.
"Katanya, hari ini, Mama mau nelpon. Dia kapan balik dari Sumbar? Kangen," gerutu Lizzy.
Dia mulai memasak omelette untuk kita berdua. See? Adik tiri yang baik.
"Iya. Dikit lagi juga dia bakal nelpon, kok," sahut gue lembut. Gue selalu suka melihat Lizzy cemberut. "Eh, btw, lo gak kangen gue, nih?" tanya gue menggodanya.
"Pengen banget apa pengen aja?" tanya Lizzy sembari mengeluarkan smirk jahatnya. Tawa gue berderai. Lizzy mengaduh saat gue melemparkan gumpalan tisu yang terkena kepalanya. Adik gue menjerit sebal, "RIO!"
Sebelum kejahilan gue menjadi-jadi, telepon rumah berdering. Lewat isyarat mata, Lizzy menyuruh gue mengangkat teleponnya. Dia masih sibuk sama omelette ternyata. Dengan langkah malas, gue pun mengangkat telepon itu. Kayaknya sih, dari Nyokap.
"Halo, Mam?" sapa gue begitu mengangkat telepon.
"Eh, yang ngangkat Rio," bener 'kan. Ini suara Nyokap.
Sebenarnya, dia bukan Nyokap asli gue. Dia Nyokap Lizzy yang dulu menjanda tiga tahun. Bokap gue yang juga duda, akhirnya menikah dengan Nyokap Lizzy. Untuk itu gue memanggil dia 'Mam'. Beda sama mendiang Nyokap asli gue yang biasa gue panggil 'Bunda'.
Oke, sebenernya itu gak penting.
"Iya. Lizzy lagi buat omelette. Kenapa, Mam?" tanya gue sambil sibuk ngebuat gumpalan tisu. Mau dilempar ke Lizzy lagi. Di rumah, gue emang jahil.
"Nanti siang, ada anak temen Mama dateng dari Sumbar ke rumah. Temen Mama itu, lagi ada urusan dinas ke luar negeri selama setahun. Kasian, anaknya gak ada yang jaga di Sumbar. Makanya Mama nawarin dia tinggal di Jakarta. Sekalian nyari suasana baru," oceh Nyokap panjang lebar.
Dahi gue mengerut. "Cowok 'kan?"
"Cowok?" Nyokap gue memberi jeda. "Namanya Lio. Cowok apa cewek?"
"Lio? Namanya aneh banget," kata gue terus terang.
"Tapi nyaris sama kayak kamu, loh. Lio-Rio," Nyokap tertawa, mendengar gue diem aja. Dia berdeham dan berbicara lagi. "Kata temen Mama sih, dia cewek."
"Hah?" Gue melotot. "Cewek? Mam, Rio kan cowok. Masa ada cewek di rumah selain Lizzy? Oh, selain Mama juga."
"Lizzy sama kamu gak sedarah tapi gak ada yang aneh-aneh 'kan?" sergah Nyokap cepat. "Jadi, pasti Lio sama kamu juga gak ada yang aneh-aneh. Awas aja kalo dia sampe hamil."
"MAMA!" Gue menjerit kayak anak cewek.
Kadang, Nyokap gue gak terduga kalo ngomong.
"Eh, bener 'kan? Emang apaan lagi selain itu?" Nyokap ketawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRS (1) - Junario!
Teen Fiction• Versi Original • Juna punya dua topeng. Topeng pertama adalah yang orang-orang tahu. Baik, teladan, sosok pemimpin yang mendengar semua aspirasi anggotanya. Sosok yang sempurna tanpa cela. Lalu, topeng kedua adalah ... topeng yang sebenarnya. Di m...