"Kenapa pada diem?" tamu dari Sumatera Barat kembali bertanya, tampak gugup dan juga takut.
Gue melihat Alvaro, berharap ide gila muncul di kepala yang biasa ia sebut kepala selebritis itu. Sekarang jadi bingung 'kan. Awkward moment.
Tiba-tiba Julian menceletuk. "Kita diem karena ... lo cantik banget."
Anjir, Putri Solo bisa modus juga.
Seketika semua orang langsung berseru mengiyakan. Membuat cewek di depan pintu hanya tertawa garing. Kayaknya dia gak ngerti. Iyalah. Baru aja dateng udah dibilang cantik, pasti kaget. Apalagi kami orang asing. Sebenernya dia cantik like cantik banget. Tapi, sesuatu kayak meremas jantung gue tiap ngeliat wajahnya.
"Oh, gitu, ya ..." kata cewek itu, dia pun melepas sepatunya dan berjalan ke rumah setelah Lizzy mempersilakan. "Kenalin, nama gue Lio. Sementara gue bakal netep di sini soalnya Nyokap gue ada kerja—"
"Kita tau kita tau," sergah Alvaro tengil. "Silakan masuk, Nona Lio."
Wajah Lio bingung banget. Dia cuman ngangguk canggung. Mungkin dia mikir kalo kita aneh. Yah, tapi dari tatapannya yang terpesona pada karismatiknya Alvaro, kayaknya dia juga mikir kami berenam ganteng.
Kepedeaan lo, jrot.
Sementara Lizzy mengajak Lio ke lantai atas buat menaruh koper dan segala macem, gue sama kelima temen gue dalam suasana hening. Gak ada satupun yang berbicara. Bahkan Alvaro. Gue gak suka kalo udah kayak gini. Mereka bakal mikir gue orang yang patut dikasihani.
Akhirnya apa?
Gue keliatan lemah.
Ternyata, Alvaro duluan yang bersuara. "Jun—"
"Udahlah," sergah gue cepat. "Gak apa-apa. Cuman wajah doang 'kan yang mirip? Dia bukan Liz."
"Tapi, Jon. Lo gak apa-apa?" tanya Julian hati-hati.
Gue melempar bantal di sofa ruang tamu ke arah Julian. Cowok itu berhasil menangkapnya. "Apaan sih, lu. Jana-Jono. Gue Juna—Rio."
"Gue lebih suka nama Rio," ucap Matt tiba-tiba. "Lebih nyata."
"Gue sukanya Juna," gue bersikukuh.
Mika dan Seth yang dari tadi diem aja tiba-tiba menggelepar di lantai. Gue ngeliat mereka bingung. Sekarang, kedua cowok gila itu memegang perutnya dengan dramatis. Mika mengerang sementara Seth mengaum.
"Kenapa lo berdua?" tanya Julian mewakili semuanya.
Seth yang pertama berbicara, disusul Mika. "GUE ... LAPER."
"YA ALLAH, GUE KIRA KENAPA," jerit Alvaro sebal, dari kita berempat, muka dia yang paling pucat gara-gara Mika dan Seth.
"Tumben bawa nama Allah," kata gue iseng. "Solat setahun sekali juga, lo."
Alvaro membusungkan dadanya bangga, dia menunjuk-nunjuk dirinya sendiri dengan jempol. "Udah tobat, Oi."
"Halo, kristiani di sini," seru Julian sambil cemberut. "Gue ke gereja seminggu sekali."
"Gak nanya!" sahut kami berlima kompak.
Kepercayaan Julian dan kami emang beda, tapi gak ngubah persahabatan kami 'kan? Dari dulu gue selalu toleransi kalo Julian hari minggu gak bisa kemana-mana gara-gara ke gereja. Tapi, Julian juga ngerti dan mau nunggu waktu kami solat Jum'at.
Sebenernya gak penting, tapi gue cuman mau berbagi rasa manisnya persahabatan.
Gue mulai kayak cewek.
"Eh, laper, nih. Serius," Mika mulai cemberut dan menarik-narik kaki gue.
"Sabar," kata gue sedikit kesel. Gue mendangak, "LIZZY!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
TRS (1) - Junario!
Teen Fiction• Versi Original • Juna punya dua topeng. Topeng pertama adalah yang orang-orang tahu. Baik, teladan, sosok pemimpin yang mendengar semua aspirasi anggotanya. Sosok yang sempurna tanpa cela. Lalu, topeng kedua adalah ... topeng yang sebenarnya. Di m...