Ddrrrrttt...ddrrrttt...dddrrttt
Getar ponsel mengusik mimpi indahku.
Dddrrrttt...drrrttt...ddrrttt
Aku memejamkan mata semakin rapat. Tak rela kalau mimpiku harus terputus.
Ddrrrtt...drrtt...ddrrrttt
"Fak...ganggu mimpi indah aja!"
Dengan jengkel aku meraih ponsel di sebelah tempat tidur. "Ya...ada apa?"
"Pagi honey....lama banget sih angkat telvonnya?" Itu suara Zen.
"Lagi tidur woy...ganggu aja si?" Jawabku sengit.
"Uda pagi honey. Ga ngampus?"
"Gak! Males liat muka lu. Ga usah panggil honey honey, enek dengernya."
"Ama pacar ndiri gapapa kali sok sweet dikit. Siap siap gih, 15 menit lagi aku jemput. Luph you chayank...muach muach muach"
"Lebay Lu!!!" Teriakku, tapi tak mungkin di dengar oleh Zen. Karena dia sudah mematikan panggilan.
Akhirnya, dengan mata yang masih terpejam aku paksakan untuk bangun. Dengan tergesa gesa aku mandi dan berganti pakaian. Baru saja aku mengambil sereal dan menuangkannya ke mangkuk, tapi Zen sudah membunyikan klakson mobilnya di depan rumah.
Tiiiiinn.....Tiiinnnn.....
"Iyaaaaaa....wait a minute please," teriakku sambil mengenakan sepatu dan berlari keluar.
"Kamu lama banget honey," ucap Zen saat aku sudah di dalam mobil.
"Udah bagus aku bisa siap dalam 15 menit Zen, kalau kau bukan pacarku sudah ku maki karna mengganggu mimpi indahku.
"Setiap hari kamu selalu memakiku, sweety. Tapi justru itu yang aku suka," tukas Zen seraya melajukan mobilnya.
Aku melihat keluar, menekuri jalan raya yang ramai. Kendaraan yang memadati ruas ruas jalan kota Malang. Ruko ruko di pinggir jalan yang mulai ramai, pedagang kaki lima yang memenuhi tepian jalan. Kuakui, kota ini lumayan ramai, dan jauh dari kota asalku. Tapi rupanya jarak tak bisa menjauhkan masalalu. Dan seberapa jauh aku pergi masalalu itu tetap ada di dekatku.
"Melamun lagi, Thea?" Pertanyaan Zen mengusik lamunanku.
"Hah? Ga.. gak kok," jawabku tergagap.
"Mikirin Justin?" Tebak Zen, dan itu benar. Tak mungkin aku menyembunyikan ini pada Zen.
Buat apa? Tak mungkin Zen cemburu pada Justin, meski aku selalu menceritakan kenanganku dengannya. Meski Zen pacarku, itu hanya sekedar status."Hmm...." gumamku.
"Masih belum bisa move on ya? Lalu kenapa malah menjauh?"
"Kau taulah alasanku Zen, kami tak mungkin bersama."
Hening. Zen tak melanjutkan pertanyaannya. Dan aku kembali menekuri jalanan hingga sampai di kampus.
.
.
.
.
.Aku sampai di kos larut malam. Pulang kuliah aku kerja sambilan di kedai makanan sekitar kampus. Lumayan untuk bayar kos dan makan. Aku kuliah dengan beasiswa. Jadi meski aku terlalu malas untuk berangkat kuliah, pendidikan tetap nomer satu bagiku. Dan aku tetap harus belajar mati matian agar beasiswaku tidak dicabut.
Tnung
Hp ku berbunyi. Ada bbm masuk, kulihat dari Zen.
° udah pulang?
° udah
° udah makan?
° udah
° udah mati?
° pala lu mati
° hahaha
° cepet tidur, jangan lupa mimpiin aku° ogah
° tidur dulu. Bye!!
Seperti biasa, Zen selalu care. He is the best boyfriend as your wish. Andai saja aku bisa menyukainya, seperti aku menyukai Justin.
Aku mulai memejamkan mata, dan berharap esok bisa lebih baik dari hari ini. Dan semoga masalalu mulai bosan membuntuti hidupku.
![](https://img.wattpad.com/cover/91937874-288-k387111.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Love
RandomIzinkan aku mencintainya, seperti aku mencintaimu. Seperti aku yang tak bisa meninggalkanmu, aku juga tak mampu meninggalkannya.