Part 2

2.5K 16 2
                                    

(BERSAMBUNG JILID KE 16).

Jilid 16.

Sebaliknya perempuan pertengahan umur juga berusaha menghindari diri dari tutukan di jalan darah Tiong ting hingga ia melindungi bagian dada, tak duga malah pundaknya yang menjadi makanan empuk.

Seketika rasa sakit yang luar biasa meresap ketulang-tulang tangan menjadi lemas dan tak bertenaga lagi, maka selendang tutra yang tengah ditarik kembali itu menjadi lemat dan kendor dan menceng, tanpa sengaja tepat sekali menyapu diketiak kiri laki-laki kekar yang duduk semadi itu, seketika ia menggembor keras terus roboh.

Darah menyembur keras dari mulutnya, luka ditambah luka keruan tambah parah lagi keadaannya.

Perubahan yang beruntun terjadi itu kalau dikata lambat hakikatnya berlangsung secepat kilat hanya sekejap saja.

Setelah terhuyung mundur perempuan pertengahan segera menubruk maju lagi bagai harimau kelaparan sambil berteriak beringas: "Bocah keparat yang telengas, sungguh kejam cara turun tanganmu !" Namun betapapun ia menubruk dan menyeruduk bagai banteng ketaton, gerak geriknya sudah tidak segesit tadi, karena pundak kirinya terluka sehingga Lwekangnya susut sebagian besar.

Bahwasanya tadi Giok liong hanya membawa adatnya sendiri sehingga ia kesalahan tangan melukai orang, kini melihat keadaan lawan serta laki laki kekar yang sekarat itu, hatinya menjadi menyesal dan mendelu, sejurus ia balas menyerang lalu berseru lantang: "Kau sendiri yang harus disalahkan. Toh bukan aku sengaja, sudahlah selamat bertemu !" tubuhnya lantas melesat keluar hutan.

"Kemana kau !" walaupun pundak kiri terluka namun Giakang perempuan pertengahan umur masih tetap lihay, sekali melejit ia sudah menghadang didepan Giok-liong sambil menarikan selendang sutranya, dimana angin mendesis menggulung tiba, terdengar ia bersuara dengan gemas sarribil kertak gigi: "Keluarga yang bahagia, telah porak poranda karena bocah keparat ini ! Kecuali kau bunuh aku, kalau tidak selama hidup ini jangan harap kau bisa tinggalkan tempat ini!" Rasa dongkol dan gemas terlontar dari kata-katanya, demikian juga sorot matanya berkilat penuh kebencian, air mata mengalir keras, Biasanya orang kalau tidak sedih takkan mengalirkan air mata, naga-naganya perempuan ini betulbetul sangat pedih dan menderita batin.

Keadaan Giok-liong menjadi serba susah, mau pergi tidak bisa, kalau bertempur ia tidak suka melukai lawan, Dalam keadaan yang kepepet apa boleh buat tangannya harus bekerja menangkis atau menyampok serangan selendang musuh kalau tidak mau diri sendiri yang bakal konyol. Suatu kesempatan ia berseru penasaran: "Kau selalu mendesak orang tanpa memberi kesempatan, malah menuduh semenamena bahwa aku telah mencelakai keluarga kalian. Siapakah dan apa namamu ?" Pedih dan lara perasaan perempuan setengah umur apalagi luka di pundaknya sangat mengganggu tenaganya sehingga cara turun tangannya semakin lemah, tenaga serangannya tidak sedahsyat semula, namun sekuat tenaga ia masih berusaha menyerang dengan selendang sutranya.

Giginya terdengar berkeriut, desisnya: "Aku tahu kau seorang tokoh kejam yang sudah kenamaan, Siapa tidak kenal nama Kim pit-jan-bun yang tenar ttu, Tapi tidak seharusnya . .

. " suaranya tersenggak oleh sengguk tangisnya.

Giok - liong berseru keras: "Kalau kau sudah kenal aku, bagaimana juga harus bicara dengan alasan yang terpercaya !" "Apalagi yang harus dilakukan, apakah perlu lagi kenyataan didepan mata ini merupakan bukti yang terang !" "Peristiwa disini tak bisa menyalahkan aku sendiri !" "Jadi maksudmu menyalahkan aku ! Bajingan, biar aku adi jiwa dengan kau !" "Cring!" tiba tiba sinar dingin berkilau menyilaukan mata meluncur bagai bianglala, Tahu-tahu tangan perempuan pertengahan u-njur sudah melolos keluar sebatang pedang lemas sepasang tiga kaki, sedemikian lemas pedang itu setipis kertas, lebar tiga senti, seluruh batang pedang memancarkan sinar kebiru-biruan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 04, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Seruling Samber NyawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang