Beberapa jam yang lalu aku baru saja tiba dari California, tapi entah mengapa aku ingin segera ke Valley End. Jadi di sinilah aku, duduk memandang air terjun dengan latar belakang pohon-pohon hijau. Sendirian dan hanyut dalam kenangan masa remajaku. Sekitar tujuh taun lalu, Valley End adalah tempatku menghabiskan waktu berdua bersamanya.
Dia, Sakura Haruno. Gadis yang tomboi dan menyebalkan. Mantan sekaligus cinta pertamaku di Junior High. Waktu itu aku adalah anak pindahan dari salah satu sekolah swasta di Suna karena orang tuaku memutuskan untuk menetap di Konoha.
Aku benar-benar kesulitan menyesuaikan diri di tempat baru. Tapi aku punya seorang teman sebaya yang bersekolah di sana, tentu saja dialah si bodoh Naruto. Maniak ramen dan tukang berisik. Tak ada pelajaran yang disukainya kecuali olahraga apa lagi sepak bola. Jadi, setiap ada PR dia selalu mencontek punyaku. Tapi dia adalah orang yang ramah, dan menurut beberapa orang dia humoris. Tapi menurutku dia bodoh dengan semua bualan dan lelucon konyolnya. Maka tak heran dia punya banyak teman. Dia selalu berusaha membuatku dan teman-temanya akrab, tapi aku adalah seorang yang pendiam dan tak banyak bicara, jadi aku hanya dekat dengan beberapa orang saja. Tetap Narutolah satu-satunya sahabatku sampai sekarang, mengingat aku dan dia sudah kenal sejak masih bayi.
Di sekolah baru, aku menjadi anak yang terkenal sebenarnya. Terutama bagi anak-anak perempuan. Tapi siapa peduli? Seperti kata Shikamaru, temanku yang pemalas dan suka tidur kapanpun dan dimanapun tapi mempunyai IQ diatas rata-rata bahwa perempuan adalah makhluk yang paling merepotkan.
Kuakui banyak gadis-gadis cantik di Konoha, tapi tak ada yang membuatku tertarik kecuali satu gadis yang menjadi tetangga sekaligus sahabat perempuan Naruto. Sakura Haruno. Gadis bermata emerald yang tomboy. Aku mengenalnya ketika kakaku Itachi, terlambat menjemputku sehingga aku terpaksa membonceng pada Naruto naik sepeda. Waktu itu aku baru tahu jika Naruto selalu berangkat dan pulang sekolah naik sepeda dengan Sakura.
Awalnya aku sama sekali tak tertarik dengan Sakura yang kukira sama idiotnya seperti Naruto. Tapi aku salah, dia gadis ramah dengan otak cemerlang. Semakin lama mengenalnya, aku tahu bahwa dia bukan gadis cengeng seperti gadis kebanyakan. Dia jarang sekali berwajah muram, seperti Naruto, dia selalu ceria dan bersemangat. Dia ikut ekstra basket putri di sekolah.
Semakin lama aku dan Sakura semakin dekat, aku tak lagi diantar jemput Itachi melainkan naik sepeda jika ke sekolah. Saat naik ke kelas 2 Naruto menjadi kapten tim sepak bola sekolah, jadi dia lebih sering berlatih dari pada nongkrong bareng atau sekedar pulang bersama. Saat itulah aku dan Sakura semakin dekat. Sering nongkrong berdua jika di luar sekolah. Terkadang kami akan belajar bersama di rumah bergantian. Hingga Itachi dan orang tuaku sudah terbiasa dengan kehadiran Sakura. Terkadang Itachi bahkan Ibuku akan menggodaku dengan sakura yang hanya akan membuatku malu.
Tiap akhir pekan di sore hari, kami akan berboncengan naik sepeda ke Valley End. Sakura selalu berdiri pada as sambung roda belakang sepedaku. Dan aku akan berpura-pura menjadi pengendara motor ugal-ugalan. Sakura akan berteriak, tertawa dan merangkul leherku sepanjang jalan. Tak ada hal yang lebih indah dari saat-saat itu. Kami akan duduk di bawah pohon Sakura sambil memandangi air terjun dan bercerita apa saja.
Waktu Sakura berdiri sambil tertawa di depanku sementara aku mendongak menatapnya karena aku duduk, aku merasa dialah gadis tercantik yang pernah ku temui. Rambut panjangnya yang selalu diikat ekor kuda berkibar diterpa angin. Dan saat itulah kami resmi menjadi kekasih. Naruto tersedak ketika mengetahuinya. Kami menjadi pasangan yang paling sering di bicarakan di sekolah. Sakura sering mendapat teror dari para gadis-gadis yang sepertinya suka memanggil-manggil namaku jika aku lewat.
Tapi kisah cintaku tidak berakhir happy ending. Di tahun ke tiga, kami sering tak sejalan. Puncaknya saat menjelang prom, kami resmi berpisah. Aku yang memutuskanya di tengah lapangan basket saat hujan deras. Sakura hanya diam saja, aku tak tau apakah dia menangis atau tidak. Mungkin air matanya tersamar air hujan? Atau mungkin dia tak menangis sama sekali sejak aku hanya pernah melihatnya menangis sekali ketika bercerita tentang ibunya yang sudah tiada. Itu lebih baik karena aku tak tau akan seperti apa perasaanku jika akulah yang membuatnya menangis. Aku segera berbalik meninggalkanya dan pulang hujan-hujanan sendirian. Aku sudah bilang pada Naruto jadi dia akan menjaga Sakura mulai saat itu. Itu adalah terakhir kali aku melihatnya, karena setelah itu aku tak pernah ke sekolah lagi. Jadi tak ada alasan aku bisa bertemu denganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I WISH I COULD FORGET YOU
RomansMatahari semakin condong ke barat, membuat sungai diselimuti bayang-bayang hitam pepohonan. Bias keemasan pada permukaan sungai membuat senja itu begitu emosional bagiku. Rasa galau yang kurasakan saat-saat remaja kini datang lagi. Tapi aku takan pe...