Mimpi Arien: Buah apel yang tumbuh di pohon Mendira

124 2 3
                                    

Malam dingin berkolaborasi dengan hujan dekat jendela, angin memberikan kiasan melalui hembusan nafasnya yang penuh drama. Masih tersimpan rapi album biru kenangan itu, kenangan terhadap Tuhan sehingga memberi gumaman pada bibir menahan rindu. Rasa ini bukan semata aku bertumpu pada ranting di pohon apel, tetapi sungguh menjadi ingatan segar yang mengecup manis dalam pikiranku.

Kali ini biarkan aku tertidur pulas sebelum semuanya berakhir pada musim semi, karena aku tak ingin alam menegurku dengan sentuhan panas dan basahnya. Menurutku ini adalah pola pikir jagad raya, ada yang lahir dan mati. Porosnya begitu membosankan dan terlalu menjamak seperti seseorang yang kehabisan air minum dalam botolnya di gurun pasir. Mau tak mau siapa yang bertahan itulah yang menang. Pikirku semua itu tak benar, semua yang hidup dan mati, benar dan salah, baik dan buruk adalah sebagian air yang mengalir. Ya, mengalir apa adanya.
Aku bercerita mengenai alam bukan? Pasti luasnya tak mampu diukur oleh manusia. Sehebat dan sepintar apapun manusia ada batasnya, lalu percikan jiwa mereka akan terbagi menjadi beberapa bagian. Bagian itu adalah kecepatan yang melebihi angin, terkadang semua orang harus mengetahui jawaban singkat itu, namun sayangnya tak ada manusia yang sama.

Jika aku menjadi sebuah pohon, mungkin aku akan bersedih... ah, tak perlu ku lanjutkan biarkan orang-orang sepertiku yang memikirkannya, selanjutnya aku akan kembali dalam mimpiku untuk beranjak bertemu Tuhan.

***

Kosong tak terbentuk, tak ada warna apalagi rupa. Aku bertanya-tanya mengenai dimana tempat yang tak memiliki ruang itu, semua terlihat sangat luas dan jauh. Mungkin ini adalah tempat sebelum jiwa dilahirkan, juga mengenai ide-ide dasar yang belum tercetus. Beberapa zat membentuk menjadi atom kecil lalu berubah menjadi sebuah material, baru kali ini aku melihat sejumlah senyawa yang menjadikan alam. Nafasnya terdengar saat air mengalir membentuk sebuah danau kecil, rerumputan tumbuh berdasarkan riangan angin membawa kehidupan. Langit membendung bersama ribuan benda kecilnya yang berkelip, bulan tersenyum seakan bernyanyi indah kala malam. Ruang hampa itu menjadi sebuah dunia yang penuh fatamorgana, dan aku adalah sebuah pohon besar yang tingginya mencapai 35 meter, berakar tunggang, cabang-cabangku keluar akar gantung, daunnya kecil berbentuk bulat telur yang meruncing ke ujung dan rimbun dengan tajuk berbentuk payung. Mendira itulah sebutanku di dunia ini.

Awalnya aku berpikir hidupku seorang diri, namun setelah melihat partikel-partikel yang hidup sebagai makhluk, aku menjadi terpesona dan merasakan kehangatan bersama rekan alam ku. Begitu rupa elok aurora dengan segala kalimat intens yang muhal, semua seakan terlatih setia pada satu tujuan nyata sebagai makhluk sosial.

Sebentar, sosial? apakah aku sedang membicarakan mengenai diriku sendiri? Ah, aku bukan lagi manusia. Bagiku semua makhluk itu sama, mencoba memprioritaskan hidupnya sebagai batu loncatan agar mencapai apa yang di impikannya. Sudah beribu kali aku menyodorkan gagasan mengenai ideologi agar semua tangan terhubung satu sama lain saling menggenggam erat. Biarlah malam terbiasa mendekap dengan gelapnya, agar ketika sinarnya kembali terang mereka tak lagi buta.

Seorang anak perempuan datang menghampiriku, ia mengenakan gaun indah, tubuhnya sangat kurus sekali, langkahnya pelan kelelahan. Usianya kira-kira 12 tahun, ia cantik dengan rambut seperti warna jagung dan tunggu sebentar.... itu adalah aku di dunia nyata.

"Kamu pohon?" tanya anak tersebut padaku.

"Kamu aku?" tanyaku kembali.

"Kita adalah sama?" serentak kami bersamaan.

"Wahai pohon aku kelaparan, tapi aku tak melihat satu pun buah yang bertengger di dahan mu?"

"Entahlah aku tidak tahu mengenai apapun di dunia ini, bahkan diriku sendiri."

"Wahai pohon, bolehkah aku berteduh dan tidur di sisimu?"

"Kau adalah aku, lakukan aku layaknya kamu memperlakukan dirimu."

Antologi Cerpen Hitam Atau PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang