Tangis ku mulai berderai seiring akal ku memikirkan mu. Sekilas wajah mu singgah di minda, dan ku hapus dengan air mata. Tak ada kata yang menyakitkan, namun saja hati sudah terlanjur berdecak kagum akan hadir mu dan keputusan baik ini diambil saat hati ku belum siap. Logika sudah lama memikirkan, namun tidak dengan hati. Ia terlalu rapuh untuk diajak berdampingan dengan logika. Terkadang, logika ku terkubur sejenak, mendominasi hati yang gunda gulana. Hilang akal ku, sesak dada ku, dan air mata ku yang berbicara. Sungguh kenyataan baru yang ironis, aku belum terbiasa tanpa mu.