2. Hujan

5 0 0
                                    

Ada kata yang sebaiknya tidak dikatakan
Ada rasa yang sebaiknya tidak diungkapkan
Dan karena itu, kadang kamu memilih mencintainya dalam diam.
- unknown


Dinda hendak melaksanakan kewajibannya dihari rabu--piket saat mendengar Kia--seksi kebersihan menyebutkan namanya. Ia bergegas mengambil sapu dipojok kelas yang tergantung didinding.

"Din, Din!"

Sontak, Dinda menoleh kearah yang yang terdengar seperti menyerukan namanya.

"Kenapa, Ka?" Raka, suara yang seperti memanggilnya barusan.

"Dih? siapa juga yang manggil lo, Dinda?" Raka Prasetya, anak laki-laki tengil yang suka sekali menggoda Dinda. Bila Dinda bertanya; Lo kenapa gangguin gue mulu sih, Ka?.

Dan Raka menjawab dengan gaya tengilnya; Abis, lo kecil kuntet bogel boncel sih, Din. Pen gue tindas lindes pites jadinya.

Ah, Raka si ta*i yang minta digaplok Dinda.

"tadi kan lo bilang; Din, Din! gitu kan?" seru Dinda kesal.

"apaan dah? orang gue cuma mau bunyiin klakson, Din-Din-Din. Lo nya aja yang ke ge-er-an." balas Raka dengan wajah tanpa dosa nya. "Eh, Din, lo piket?"

Dinda hanya diam, berpura-pura tak mendengar apapun.

"Anjir, sikuntet budek beneran tau rasa lo!"

Raka terus menggerutu sementara Dinda terus mengabaikannya.

"RAKA PRASETYA! PIKET LO, JANGAN NGEMENG AJA!" sentak Aksal gemas. Aksal di kelas adalah ketua kelas yang sangat dijunjung tinggi dan dihormati. Tak ada seorang anggota kelas pun yang tak takut padanya. Sebab, kunci jawaban saat ujian adalah Aksal.

Raka, ia segera mengambil ember dan mulai mengisinya dengan air di wastafel didekat kelasnya.

"Ki, gue nebeng ya sama elo!"

Piket selesai dalam kurun waktu dua puluh menit. Dan waktu sudah menunjukan pukul 14.25. Diluarpun langit terlihat mendung.

Anggota yang piket hari Rabu sudah berlarian menuju tempat parkir, ada pula yang menunggu jemputan digerbang sekolah. Kecuali Dinda dan Aksal tentunya. Dinda berjalan menuju parkiran sepeda yang berada di sayap kiri sekolah tanpa menunggu Aksal mengunci pintu kelas.

"Ehm, Din." panggil Aksal, Dinda bergeming lalu menoleh kebelakang. Sementara Aksal berlari kecil hingga membuat rambutnya menari-nari. Pandangan indah itu membuat jantung Dinda kembali bereaksi, bertalu-talu dengan kencang yang menimbulkan irama yang menurut Dinda, aneh.

"Kenapa, Sal?"

Aksal menyejajarkan langkahnya dengan Dinda. "Mau temenin gue kasih kunci ke bang Ben nggak?" for your information, Bang Ben adalah petugas kebersihan sekolah yang selalu memegang dan diberi amanah untuk menyimpan kunci. Supaya, kunci tidak tertinggal dirumah, juga, rumah bang Ben berada tepat dibelakang sekolah.

Dinda mengangguk mantap diiringi rona merah diwajahnya. Kemudian mereka berjalan beriringan menuju parkiran sepeda. "Mendung" gumam Dinda pelan. Namun dapat terdengar dengan jelas ditelinga Aksal. Mungkin, karena suasana sekolah yang sudah sepi. Apalagi diparkiran ini hanya tinggal sepeda Aksal dan Dinda saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 30, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A Little Too MuchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang