Chapter --3--

696 52 3
                                    

----
----

Janey's POV

"Egh...." aku masih tidak percaya ini, menghabiskan 3 jam waktu luangku untuk mengantar dia.

Stupid Janey, stupid Janey.

"Aku tau kau terheran sekaligus jijik, but aku tau kalau kau diutus oleh Amanda kan? Amanda tidak pernah main-main dalam mengutus seseorang, sekalipun tugas itu kelihatannya sepele" Clark membuka kacamatanya, well.. Aku sedikit terkesima, dia lebih cocok tanpa kacamata itu.

"So.. Clark.. Kent? Kita mau kemana?" Aku melihat Clark menyengir tidak jelas, i mean.. apa yang lucu?

"Ikuti saja arahanku dan tidak usah banyak tanya" Clark kembali memakai kacamatanya lalu melihat kearahku dan tersenyum.

Damn, kenapa alien ini tampan sekali?

Aku langsung mengalihkan pandangan ku kedepan, takut jika si alien itu akan menghipnotisku.

©©©

"Belok kekanan" sudah 45 menit Clark memberiku arahan yang sangat tidak masuk akal, mulai dari berputar 2 kali di sekitaran monumen lalu mengantarkannya membeli soda dan yang ini, dia menyuruhku belok kekanan.

Dannn... Sampailah kita ke gang sempit yang baunya sangat busuk.

Apakah ini sifat asli seorang Superman? Menjengkelkan dan tidak jelas? Ugh, sudahlah.. Yang penting Amanda bisa membayarku lebih untuk hal yang tidak terlalu penting ini.

"Sudah sampai?" Aku mematikan mesin mobilku, Clark keluar tanpa sepatah kata pun.

Aku melihatnya berjalan belok ke kanan gang kecil ini, meninggalkan ku sendiri dengan sangat tidak sopannya.

Batinku tidak kuat lagi mendeskripsikan apa yang aku rasa kali ini, hidup ini memang keterlaluan.

Dengan segera aku kembali menghidupkan mesin mobilku, Brrrm! Suara mobil tua ku ini mulai terdengar, sumpah seorang Clark Kent, heronya semua orang ternyata bertingkah seperti anak kecil yang mengidap penyakit Autis.

"I'm just enough, fuck all of this bullshit." Janey menjalankan mobilnya mundur, lalu pergi dari sana sebelum ia muntah karena baunya yang begitu menusuk.

End of Janey's POV

----
----

"Uhm, Puddin? Dimana kejutannya? Kau tau jika ini bukan hari ulang tahunku.. Jadi jangan terlalu meriah ya kejutannya" Harley menyengir lalu mengelus pundak Joker pelan namun nakal.

"Pft, kau geer." Joker mempercepat langkahnya, meninggalkan Harley yang menjadi malu sendiri karena tingkat kepercayaan dirinya itu begitu tinggi.

Joker membuka sebuah pintu.

"Harley, masuk" Tanpa banyak tanya, Harley langsung masuk kedalam, tentu ia tidak berani membantah mengingat bahwa apa yang ia lakukan tadi sangat memalukan. Mana lagi, anak buah Puddin nya itu melihat dirinya geli.

"Aku bersumpah, bahwa jika waktunya tiba.." Harley membenarkan ikatan rambutnya yang salah.

"Akan kujadikan kepala mereka sebagai pengganti kepala rusaku saat natal" Harley menyengir lagi.

Setelah puas dengan imajinasinya itu, Harley mulai sadar bahwa dia ada di dalam ruangan yang asing. Dilihatnya sebuah tangga yang mungkin menuntunnya ke sebuah ruang bawah tanah.

Mungkin, siapa tau? Joker selalu mempunyai cara untuk membuat Harley semakin lengket kepadanya.

----
----

"Dia belum bangun juga, Bruce?" Diana duduk di sofa sambil menatapi Barry yang masih nyenyak pingsan disana, mungkin sudah ada 2 jam Barry pingsan.

"Kupikir kita harus membawanya kerumah sakit, 2 jam itu tidak wajar Bruce.." Diana melihat kearah Bruce, kesal karena Bruce hanya asik memandangi pemandangan dari jendela apartemennya, Diana bangkit lalu berbicara sekali lagi.

"Bruce! Kau dengar tidak?!"

"Iya, aku dengar."

"Lalu kau kenapa diam saja!?"

"Dia flash, tidak ada yang perlu dikhawatirkan" Diana tersenyum meremehkan, kapan Bruce bisa peduli? Ugh, kadang Diana pusing bagaimana Bruce bisa menjadi jutawan dengan kemampuan sosialnya yang sangat buruk itu.

"Oke, jika kau tidak mau membawanya ke rumah sakit, maka aku yang akan membawanya" Diana berjalan ke arah Barry lalu mengangkatnya dengan mudah dari sofa.

"Kau pikir kau mau kemana hah?" Bruce berbalik, melihat Diana dengan tatapan kesal.

"Kau tidak pernah mengerti Bruce, aku pamit dulu" Diana tersenyum kecil, ia menendang pintu keluar lalu membawa Barry yang masih pingsan itu ke rumah sakit.

Bruce terdiam, apa maksudnya tidak mengerti? Bruce hendak menghentikan Diana, namun itu percuma. Dia sudah jalan terlalu jauh, tidak ada gunanya.

Bruce mengusap wajahnya lalu berjalan ke sofa dan duduk diatasnya.

"Tidak mengerti? Mengerti apa?" Batin Bruce sambil mengamati pintu yang rusak karena ditendang oleh rekan Justice League nya itu.

----
----

SO SORRRY, cuman bisa dikit kali ini.. Soalnya saya mau jelasin tentang chapter 2 -_-

Itu sebenarnya saya belum selesai, rencananya si Chapter 2 ini mo saya 3000 karakter nah pas mo saya simpen malah kepencet 'publis' -__-

Dan yaa, thanks buat 30++ reader yang baca! Pls jangan lupa vommentsnya! Saya kadang sedih gak ada yang pencet bintang dan kolom komentarnya huhu U.U)//

Sekali lagi maaf karena dikit buat Chapter 3 ini, dan agak gaje... Karena saya sendiri lagi gak ada mood buat nulis.

Next chapter saya janji lebih banyak!! Umm okay then, see ya! ;)

Suicide Squad #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang