Secarik kertas ku tarik keluar dari tumpukan dokumen-dokumen lama ku. Debu yang mendiaminya kurang lebih empat setengah tahun ku tiup agar kertas terlihat tidak lebih tua dari usia yang sebenarnya. Goresan tinta-tinta hitam itu kembali mengingatkanku pada masa-masa di mana Rere berhasil menyempurnakanku dengan segala gelak tawa yang ia miliki.
Hari ke dua puluh tiga di bulan april tahun sembilan puluh sembilan. semua itu terjadi begitu saja. Awal Pertemuanku dengan Rere yang membingungkan diwarnai hingar bingar suara keriuhan kota metropolitan Jakarta. Semuanya amat terasa padu. Gelak tawa yang dimilikinya dan suara riuh rendah kota metropolitan seakan membuat sebuah irama yang sangat merdu nan menggoda.
"Lang, kemana saja kamu, anak-anak udah nunggu kamu tuh dari tadi. Wah dasar kutu buku mah hari gini baru keluar perpus kampus nih" sapa Rere kepadaku yang baru saja datang dari kampus.
Ini yang membuatku lupa kalau waktu itu berputar. Jangankan untuk disapa, aku tahu kalau dia mau menyebut namaku saja hatiku sudah gugup, mungkin itu juga kau alami saat wanita yang kau suka tiba-tiba menyapamu. Senyumnya, gerak bibirnya, tatapan dari dua bola matanya mungkin bisa membuatmu merasa tenteram sementara waktu. Ada senyum dan sesal jika aku dekat denganya, senyum karena bahagia bisa dekat dengan orang yang ku sayangi. Sesal karena sayang yang ku rasakan tak pernah tersampaikan hingga saat ini. Memang sangat klasik, tapi ini beda. Lebih dari sekedar tak tersampaikan, akan aku ceritakan pada bagian lain dalam kisah ini.
''Iya re, maaf aku ga bisa pulang cepet, tadi Pembimbing Akademikku ngobrol kemana-mana" jawabku pelan dengan kepala yang sedikit tertunduk, berat sekali rasanya menatap seseorang yang sudah ku cintai sejak lama.
"Yaudah hayuklah berangkat, acaranya bentar lagi abis" sela Nanda yang menungguku bersama Rere. Begitulah ia selalu mengatakan yang sebaliknya terjadi hahaa.
***
Dulu, waktu aku dan nanda masih duduk di bangku kelas tiga Sekolah Menengah Pertama, waktu itu ia datang terlambat untuk mengikuti Ujian Akhir. Ia duduk dan menyapa semua teman seperti biasanya. Hal yang sangat mengejutkan darinya adalah saat ujian baru saja di mulai 15 menit, ia berteriak lantang dan mengangkat soal ujian dan kertas jawabanya keatas dan berteriak "Selesaaaaaaaai" dengan muka lugu dan ekspresi seakan tidak ada yang salah dari tingkahnya.
Sontak seluruh ruangan terkejut seketika itu dengan sangat kompak menoleh kepadanya dan menatap keherananan.
"Iya..iya...maksudnya baru mulai..hehehee" jawab Nanda lagi-lagi dengan tatapan muka tek bersalah dan mata besarnya.
"huuuuuuhhh kebiasaan nih Nanda suka dibalik-balikin kalo ngomong" jawabku yang hanya berjarak dua bangku di belakangnya.
Mungkin ini yang disebut kenangan, berapa tahunpun itu berlalu rasanya tetap dekat meski tak terlihat. Hanya sejenak kita menciptakan keheningan, memutar sedikit ingatan tapi mengapa begitu banyak yang ditemukan?
***
Setelah 30 menit perjalananan, akhirnya tiba juga di rumah Ningrum yang katanya memiliki banyak penggemar, maklumlah ia Primadona kampus. Rasanya siapa saja yang melihatnya mustahil bisa mengingat apa dan bagaimana permasalahan hidup, yang diingat hanyalah wajah Ningrum yang dihiasi dengan lesung pipi yang imut, matanya yang indah meskipun hidungnya mancung ke dalam.
Acaranya sangat meriah, mungkin karena Ningrum mengundang lima kelas yang ada di angkatan kami. Aku, Rere dan Ningrum sejak awal kuliah berada di kelas yang sama, Komunikasi B, sedangkan Nanda Komunikasi D. Meskipun selalu ada konflik antar kelas, tapi khusus malam ini semuanya akur dan sejenak melupakan konflik yang ada.
YOU ARE READING
Sempurna
RomanceJangan salah. Siapa bilang hanya mereka yang sulit menahan tangis?, siapa bilang hanya mereka yang menahan rindu?. Perihal rindu bukan hanya untuk yang ditinggalkan tapi juga untuk yang meninggalkan. Banyak yang menganggap rindu hanya milik ia yang...