Jangan salah. Siapa bilang hanya mereka yang sulit menahan tangis?, siapa bilang hanya mereka yang menahan rindu?. Perihal rindu bukan hanya untuk yang ditinggalkan tapi juga untuk yang meninggalkan. Banyak yang menganggap rindu hanya milik ia yang...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
TERNYATA BUKAN HANYA CINTA YANG SEMPURNA, TAPI JUGA DENDAM!
"Pssst..." tiba-tiba keadaan menghening. Jantung dan waktu jadi teman baik karena keduanya berhenti setelah jeritan dan benturan itu. Bau amis kian menyeruak, udara malam semakin senyap, sangat menakutkan. Aku hanya bisa bergeming tepat di belakang Rere, satu kakiku siap ku langkahkan ke belakang dan bergegas pergi se jauh-jauhnya dari tempat itu. Bagaimana tidak, jarakku dan Rere yang bersebrangan saja terkena cipratan darah, tak terbayangkan seberapa kencang benturan yang terjadi, tak terbayangkan banyaknya darah yang bercucuran di sana. Ku coba mengayunkan tangan dan memegang pipiku, memastikan itu benar-benar darah dari arah sebrang.
Derap langkah kaki mulai memecah keheningan, semua serentak menuju sudut trotoar itu. Begitu juga denganku dan Rere yang yang mulai bergetar ketakutan.
Sangat menegangkan. Mobil kijang hitam dengan kecepatan tinggi menghantam keras pohon besar dengan kedua sahabat kami. Biasanya aku hanya mendengar suaranya dari kejauhan atau mungkin mendengar dari orang tentang kecelakaan, kali ini terjadi tepat di depan mataku. Kini jarak ku dan Rere dengan kejadian itu semakin dekat, ku coba membuka jendela mobil yang sudah tak utuh lagi dengan pecahan kaca yang sudah tak karuan, sementara orang - orang sibuk mencari-cari pelaku dan sebagian lagi coba mencari Wira dan Nanda. Bukan dengan tanpa maksud aku menelisik ke bagian pintu mobil, aku hanya memastikan itu benar-benar kecelakaan karena kesalahan pengemudi atau memang disengaja. Biasanya pintu mobil bagian depan masih dalam keadaan terkunci kalau memang itu adalah kecelakaan, tapi tidak dengan ini. Setelah ku perhatikan pintu rasanya sengaja tidak terkunci agar si pengemudi bisa loncat sesaat sebelum terjadinya tabrakan. Begitu analisis sederhanaku.
"Cepet-cepet dibawa keluar, bensinya mulai netes, bahaya!" teriak salah seorang dari belakang mobil yang sedang memapah Wira dengan darah bercucuran.
"Iya bentar lagi ni bisa" jawab om Ridwan yang juga menarik tubuh Nanda yang kini tinggal melepaskan kakinya yang masih terhimpit bagian depan mobil dibantu dengan Rere.
Ku lihat dari jauh kemeja hitam Wira sudah tak karuan, lengan kemeja yang rapih kini ku lihat sudah penuh dengan darah yang langsung menyentuh tanganya. Kancing bajunya sudah tak utuh lagi dan terbuka lebar dengan tangan kanan yang memegangi perut menahan sakitnya benturan. Sementara Nanda, ku lihat dia jauh lebih baik karena masih ku dengar teriakanya.
"Ayah?" tiba-tiba teriakan itu terdengar dari teling kananku.
"Ningrum?" tanyaku mengernyitkan dahi dengan tangan yang penuh dengan pecahan kaca.
"Malah diem!, itu Ayah di belakang pohon lang" teriak Ningrum yang kehadiranya sama sekali tak ku sadari berada tepat di depanku.
Segera ku teriaki tiga orang di bagian belakang mobil yang coba menghentikan tetesan bensin. Dengan segera mereka datang membantu mengeluarkan pak Angga dan ternyata belum berhasil. Kembali ku berteriak ke arah mereka yang sedang menangani Wira dan nanda.