Tears are Falling

834 42 9
                                    

Niga sumswinda niga salgoitda nae gaseumsogeseo
Kau bernafas, kau hidup, di hatiku

Simjangi ullinda niga geotgoitda nae gaseumsogeseo
Hatiku menangis, kau melangkah, di hatiku

Cheoeum naege watdeon nalbuteo geuriumi doeeo neon nareul bureunda
Semenjak kau disisiku, kau selalu dalam pikiranku, panggil aku

Jakku nunmuri nanda, sirin nunmuri nanda
Air mata dingin terus terurai, jatuh tiada henti,

Gaseum apaseo neo ttaemune apawaseo
Hatiku pedih dan terasa semakin pedih karenamu

Niga geuriun naren itorok geuriun naren bogo sipeo
Di hari-hariku aku merindukanmu, hari - hari seperti ini, karena aku merindukanmu

Tto nunmuri nanda
air mataku jatuh lagi

Mogi meinda kkeutnae samkyeonaenda saranghandan geu mal
Aku tersedak dalam kata-kata, meski mengaguminya, kata "Aku Mencintaimu"

Barame ttuiunda meolli bonaebonda bogo sipdan geu mal
Pergi menuju angin, melayang jauh, jauh pergi, aku merindukan kau mengucapkan kata itu

Chama jeonhal suga eopdeon mal gin hansumi doeeo gaseume heureunda
Kata yang tak bisa ku ungkapkan padamu, jadi desahan panjang dan mengalir di hatiku
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Ketika malam mulai menyelimuti langit. Memaparkan bias cahaya rembulan yang meredup terhalang awan kelam. Tangis itu pecah dalam selimut keheningan. Merasakan pedih dari keterpurukan cinta yang tiga tahun dikecapinya dengan ludah pahit yang terpaksa harus ia telan dengan perih. Menelan pahitnya empedu yang sengaja mereka jejalkan ke dalam tenggorokannya. Mengoyak segala isi perutnya dengan rasa kehilangan yang tersuguh di kehidupan nyata.

Satu, dua..... Ya hanya nampak beberapa bintang. Malam, belum begitu malam. Angin dingin menyisir menusuk tulang. Di dalam kegalauan dirinya mencoba tuk bertahan. Siang malam berdoa memohon pada Yang pantas di mintai permohonan. Penuh harap akan apa yang ia pinta. Karena yang ia tahu,.. melepaskan tidak semudah layaknya mengedipkan mata.

Langkahnya membawa tubuh itu masuk meninggalkan balkon yang sudah semenjak dua jam lalu menjadi tempat bergalau-rianya. Menutup pintu dan beranjak merangkak ke kasur setelah mematikan lampu utama, menyalakan lampu tidur yang remang menerangi ruangan. Mengeratkan selimut sebatas dada. Dimiringkan tubuh kurusnya ke samping kanan bersamaan dengan bulir bening mengalir menganak sungai di pipi.

Dulu.. Ia merasa menjadi orang terbahagia di dunia. Tertawa seakan tak pernah mengenal istilah sedih dalam kisahnya. Menikmati hidup seperti ia akan hidup selamanya. Berbagi kasih dan sayang bersama orang-orang tercinta. Namun, semua telah direnggut paksa. Mungkin ini yang diistilahkan roda takdir terus berputar. Ia pasti bodoh karena mempercayai kata 'selamanya.' Setelah apa yang semua terjadi kini, ia menarik kembali kepercayaannya pada kata penuh kebohongan itu. Sekarang, ia memilih realistis saja bahwa memang ada kata selamanya namun tak ada makna selamanya, karena segalanya itu ternyata sifatnya sementara.

Kebahagiaan yang pernah ia yakini selamanya ada ternyata lenyap tak berbekas. Hingga membuat Yesung memahami satu hal, bahwa akhir yang bahagia hanya ada dalam cerita belaka, tapi tidak pada kenyataannya. Dunia kejam tetaplah kejam. Takkan pernah berubah meski waktu berputar tanpa henti. Atau mungkin sebenarnya ia telah menyadari sesuatu, kebahagiaan yang selama ini ada ternyata bersumber padanya, pada satu orang, pada dia. Seseorang yang ia cintai dan mencintainya tapi ia kejam telah membawa pergi kebahagiaan hidupnya.
Setelah pria itu pergi membawa kebahagiaan yang ia janjikan, ia meyakini hidupnya tak ada artinya lagi. Hidup dalam kegalauan, penderitaan dan kepedihan selama tiga tahun yang ia jalani tidakkah cukup membawa pria itu akan kembali lagi padanya? Oh.. Ia merasa bodoh mengharapkannnya bertemu lagi dengan sang tercinta.

Tears Are FallingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang