"Kita harus buruan, kalo nggak kita ketinggalan lagi."Aku tidak terkejut mendengar celotehan dari sahabatku. Yollanda Angreani selalu memerintah agar tidak terlambat tidak peduli betapa sedang sibuknya diriku. Aku selalu menganggap hal itu sebagai ucapan bersyukurku karena selalu diingatkan. "Masih satu jam lima belas menit lagi, Ya ampun!"
"Ayolah, Des." Yollanda duduk di meja guru yang ada di depan kelas, dan menyunggingkan senyumnya yang mempesona. Kami sudah bersiap-siap untuk pergi setelah menghadiri ekstrakurikuler wajib tiap Sabtu yang cukup membuat jenuh namun dia tetap dengan anggunnya duduk di sana. Dengan tubuh berisi, mata bulat berbuku mata lentik, dan bertubuh cukup tinggi untuk seorang remaja perempuan sebayanya. Bersyukurnya aku karena hanya satu Centi di bawah tingginya.
"Lu tahu kan kalo kita selalu telat pas pengen nonton?" desak Yollanda. "Setidaknya sekarsng kita lebih tepat waktu jadi bisa beli popcorn sama softdrink dulu."
"Oke, gue udah selesai kok." Aku menggendong tas ranselku ke punggung dan menuju pintu kelas. "Buruan, Yol." Ejekku dengan bercanda.
Begitu aku melangkah keluar, suara beberapa orang mengobrol diselingi tawaan mulai menggangguku kecuali satu percakapan yang langsung mebuatku fokus. Oh tidak! Dia ada di sini. Aku mulai panik. Zaki, seseorang yang lumayan populer di angkatan ku karena paras dan keahliannya dalam basket membuatku tidak berkutik. Dia bertubuh ramping, tinggi, mata coklat yang bulat serta senyum yang manis. Aku mungkin sudah melewatinya apabila dia buka teman sekelasku sekarang.
"Wei, Jek. Udah selesai basket?" tanyaku dengan hati yang berkecamuk ingin teriak.
"Udah. Des" dia tertawa sambil meninju teman di sebelahnya. Aku bahkan tidak menyadari ada teman di sebelahnya. Aditya Rafif, seseorang yang hampir tidak kupedulikan di kelas karna dia selalu bergaul dengan teman laki-lakinya saja dan dia tidak pernah jelas kalau berbuat ataupun berucap. Dengan Tubuh ramping, tinggi, kulit coklat gelap, rambut acak-acakan dan berkacamata dengan bingkai hitam.
"Gila lu berdua." Ejekku pada mereka.
"Mau kemana, Des?" Rafif bertanya.
"Oh, gue mau nonton The Amazing SpiderMan 3 sama Yollanda." Jawabku dan tidak mengalihkan pandangan ke Zaki.
Kakiku terasa sakit tiba-tiba, Rafif secara sengaja menendang kakiku. Akupun membalas dia dengan tonjokan ringan ke pundaknya. Namun dia berdiri dan mearik kepalaku seperti anak kecil serta mengusapnya. Aku mencium badannya. Dia wangi.
"Des..." Yollanda memanggil bernada mengejek. Astaga aku lupa jika ada Yollanda di sini.
"Oiya, kita ntar telat lagi," senyumku dengan arti minta maaf. Aku menarik tangan Yollanda "Ayok, bye Jek, Fif." Aku setengah berlari menuju gerbang sekolah dan terengah-engah.
******
Filmnya bagus. Sangat bagus menurutku. Tapi aku tidak bisa fokus ke inti ceritanya melainkan fokus diantara dua aktor utama yaitu sepasang kekasih antara Spiderman dan Kekasihnya. Mereka awalnya adalah teman jauh dan hanya sang cowo yang menyukai sang perempuan. Namun, karena keaadaan dan waktu mereka dekat dan menjadi sepasang kekasih.
Aku mulai membayangkan diriku bersama Zaki, aku mbayangkan ketika kita bersama membagi cerita, tertawa bersama sebagai sepasang kekasih. Tapi itu semua hanya banyangan. Aku pun tidak ingin sakit hati karena itu dan masih pada pemikiranku bahwa hal-hal itu yang berbau pacaran tidak ada gunanya. Lebih baik aku memikirkan tentang nilai-nilaiku yang mulai aku lupakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
A friend...
RomanceRafif mengubah hidupku seperti mawar berduri... Pria itu tahu dirinya biasa saja, tidak terlalu cerdas dan individualistis. Baru pertama kali aku tertarik pada seseorang seperti aku tertarik padanya. Aku mendambakan kebersamaannya yang mampu membuat...