Prologue

17 1 0
                                    

Ruangan itu terasa sangat gelap, walaupun masih terlihat sedikit cahaya yang menembus masuk dari celah-celah tirai di jendela.

Aku melihat seorang pria tengah termenung disana. Terduduk di meja belajarnya sambil menatap keluar melalui celah kecil itu. Tubuhnya seperti terpaku, tidak terlihat bergerak sedikitpun.
Terlihat sebuah kesedihan sedang menyelimuti dirinya.
Mengapa ia lebih memilih pria itu?, Mungkin itu yang ada dipikirannya saat ini.

"Kriek..." suara decitan pintu terdengar jelas di ruangan itu.

Aku melangkahkan kakiku ke dalam ruangan, memberanikan diri untuk menghampirinya, lalu merangkulnya dari belakang sambil mengecup keningnya.

"Apa kau masih belum bisa merelakannya pergi?"

Tidak terdengar jawaban apapun darinya. Hanya tatapan kosong yang bisa ia berikan padaku, seakan menyuruhku untuk berhenti berbicara, dan memberikannya waktu untuk sendiri.

"Baiklah, aku mengerti. Tapi aku tidak bisa melihatmu bersedih terus. Asal kau tahu, aku akan selalu disini, menjagamu. Walaupun aku tau ini adalah hal yang sangat menyakitkan untukku." Kataku yang mulai melonggarkan rangkulanku dan bersiap untuk berjalan keluar dari ruangan itu.

Masih tidak terdengar apapun dari mulutnya. Ia terus saja bungkam, seakan-akan harinya akan terasa sepi jika ia kehilangan wanita itu, wanita yang sangat ia cintai, walaupun ia tahu bahwa wanita itu tidak mencintainya.

Aku berjalan menjauhinya, berlari keluar ruangan. Tanpa sempat tertahan, air mata mulai menetes membasahi pipiku.

Rasa ini... kapan akan terbalaskan? Aku pernah mendengar bahwa katanya Cinta itu indah. Tapi mengapa aku merasakan sebaliknya? Menurutku cinta hanyalah bayangan yang semu. Cinta itu penuh dengan tipuan. Mungkin awalnya manis, tapi tidak, itu semua hanya tipuan.

Aku terduduk diatas sofa. Termenung membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya? Jujur saja, ini sangat menyakitkan. Ingin rasanya pergi, tapi hatiku telah memilihnya. Hatiku masih merasa bahwa dia adalah pria yang tepat. Hatiku tidak bisa merelakannya pergi.

Aku sadar bahwa kebahagiaan cinta masih belum berpihak kepadaku. Aku sadar bahwa aku ini bodoh, hingga rela berjuang sendirian demi kebahagiaan yang belum tentu bisa ku raih. Logikaku menyuruhku untuk berhenti, tapi hatiku memaksaku untuk bertahan. Terkadang, hati memang tidak sejalan dengan logika, dan sekarang aku mengerti, bagaimana rasanya dibutakan oleh Cinta.

Love SickTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang