Mata tajam itu menyalang marah. Rahang kokohnya pun mengeras sempurna. Tangannya semakin erat mencengkram benda tipis dalam genggamannya kala menatap layar datar itu. Tak lama suara dering pun berbunyi menandakan satu panggilan masuk.
"Gue tunggu di tempat biasa!" seru seseorang dari sebrang telepon, lantas memutuskan panggilannya sepihak tanpa menunggu jawaban dari si penerima telepon.
"Damn it!!"
Gadis di sampingnya spontan menoleh kala mendengar umpatan yang keluar dari mulut kekasihnya.
"Kenapa, Sayang?"
"Aku pergi dulu, Sayang. Kamu pulang bareng Shasi ya."
"Tapi, Sayang ... "
"Nggak lama kok, nanti malam aku ke rumah kamu, oke?"
"Tapi ... Li! Ali!!"
"Ali mau kemana, Prill? Kok buru-buru gitu?" tanya Shasi yang baru saja datang menghampiri Prilly yang masih menatap kepergian kekasihnya, Ali.
"Si, lo udah nggak ada janji sama dosen lagi kan?" Prilly balik bertanya tanpa menghiraukan pertanyaan Shasi.
"Nggak ada. Kenapa?"
"Anter gue ya ngikutin Ali."
"Kemana?"
"Gue juga nggak tau, abis nerima telepon dia langsung pergi. Ayo cepet!" ajak Prilly lantas menarik tangan Shasi menuju parkiran.
"Eh, buset! Sabar dulu," sahut Shasi yang tergopoh-gopoh mengikuti langkah Prilly.
"Keburu jauh, Si. Cepetan!"
"Iya-iya, ah!"
~~~
"Li, please ... untuk kali ini aja kamu dengerin aku."
"Tapi aku gak bisa, Sayang ..."
"Li ... aku takut kamu kenapa-kenapa. Cedera kamu yang kemarin aja belum sembuh gara-gara kamu ikut balapan gini."
"Prill, kalo aku nggak ikutan balapan ini aku bisa dibilang pengecut sama Nino."
"Jadi kamu lebih mempertaruhkan nyawa kamu? Kamu nggak sayang sama aku? Kamu nggak tau gimana khawatirnya aku kalau kamu ikutan balapan ini?!" pekik Prilly marah.
"Aku sayang sama kamu, sayang banget. Tapi kamu ngertiin aku dong, Sayang ..."
"Harusnya kamu yang ngertiin aku. Aku tuh khawatir sama kamu! Kalau kamu celaka gimana?!"
"Kamu jangan bicara gitu dong, Sayang. Aku pasti akan baik-baik aja."
Prilly menghembuskan napasnya kasar. Kedua telapak tangannya meraup wajahnya frustasi.
"Susah ya ngomong sama kamu. Oke, sekarang terserah kamu! Aku capek ngadepin sifat keras kepala kamu! Sekarang kamu pilih, tetep ikutan balapan yang nggak berguna itu atau ..." Prilly menarik napasnya pelan. Berat rasanya untuk meneruskan kata-katanya.
"Atau apa?"
"Atau ... kita putus!!" ucap Prilly tegas dengan menekan kata PUTUS, membuat Ali terperanjat.
Ali menarik tangan kanan Prilly dan menggenggamnya erat.
"Kamu kalau bicara nggak pernah dipikir dulu ya. Masa cuma gara-gara ini kamu minta putus."
"Cuma kamu bilang? Aku khawatir sama kamu, Li! Sekarang, kamu hanya punya dua pilihan. Apapun pilihan kamu, aku terima!" putus Prilly sebelum menarik paksa tangannya dari genggaman Ali hingga terlepas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still Love You (End)
FanfictionCinta sejati tidak akan pernah meninggalkan hati yang sudah membuatnya nyaman. Meskipun banyak godaan, tapi kalau Tuhan maunya kita bersatu, mereka bisa apa?