BAB 1

84 12 1
                                    

     Semua yang ada diruangan itu tegang, Reina hanya bisa menundukan kepalanya, dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi

"Catatan hitam Reina sudah terlalu banyak pak, kami pihak sekolah terpaksa harus mengeluarkan Reina dari SMA Star High" ucap wali kelas Reina
"Reina, bagaimana semua ini bisa terjadi? Kamu ngapain aja?" ucap papa menggunakan nada tinggi
"maafin Reina pa.."
papa tak menjawab permintaan maaf Reina, papa langsung pergi meninggalkan ruangan itu, dan Reina resmi di keluarkan dari SMA Star High, sekolah swasta terkenal, sebagian besar siswanya kelas menengah atas.                

     Dengan kejadian itu, bukannya Reina jadikan pelajaran, tetapi ia malah menjadi-jadi. Hampir setiap hari Reina pulang larut malam, kadang-kadang ia pulang dalam keadaan pingsan karena terlalu banyak meminum alkohol. Papa dan mama tidak bisa berbuat apa-apa lagi, padahal mereka sudah mencabut semua fasilitas Reina. Mobil, Motor, kartu ATM, Debit, hingga kartu Kredit semua sudah di tarik. Namun Reina tak kehabisan akal, ia seringkali mengambil diam-diam kunci mobil papa dan mengambil isi dompet mama. Walau sudah di marahi berkali-kali, Reina tidak pernah sadar ataupun kapok dengan semua perbuatan yang ia lakukan.

     Hingga suatu hari papa mengajak Reina liburan ke rumah nenek bersama mama dan Adiknya, Rafky. Diperjalan Reina sibuk berfotoria menggunakan kamera ponselnya, beberapa foto telah ia upload ke sosial medianya.           

     Perjalanan yang cukup jauh membuat Reina tertidur pulas, tak terasa mereka sudah sampai di tempat tujuan. Betapa kagetnya Reina setelah turun dari mobil, ini emang kampung eyang tapi bukan rumah eyang. Pertanyaan itu terbesit dalam pikirannya, tanpa banyak bertanya ia mengikuti langkah kaki orang tuanya.

     Kedatangan mereka disambut oleh pak Kyai yang bernama Abdullah, serta beberapa santri.
"Assalamu'alaikum pak kyai"
"Wa'alaikum salam Ruslan, silahkan masuk"
"terima kasih pak kyai"

Ngapain sih papa ngajak aku ke pesantren, batin Reina ketika ia hendak memasuki ruang tamu pesantren.

"Ruslan, sudah lama ya kita tidak bertemu"
"iya pak kyai, bapak apa kabar?"
"kabar baik, Alhamdulillah. Kamu sendiri bagaimana"
"kabar baik juga pak, Alhamdulillah"
"Ruslan, Dina kenalin dong putra-putri kalian"
"oh iya pak kyai, saya sampe lupa. Ini Reina anak pertama kami"
"Hallo pak kyai" ucap reina sambil mengangkat satu tangannya
"Reina yang sopan, ucapkan salam" bisik mama pada Reina.
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikum salam"
"dan ini Rafky, anak kedua kami"
"Rafky ucapkan salam nak" sambung mama
     Rafky yang memiki keterbatasan tidak mendengar ucapan mama dan papa
"maaf pak kyai, Rafky memiliki keterbatasan, jadi kita harus ngomong lebih keras"
"Rafky, ucapkan salam" ucap mama Rada keras, di ikuti gerakan
"Assalamu'alaikun" ucapnya walau tidak terlalu jelas

"jadi begini pak kyai, kedatangan kami kesinai untuk menitipkan Reina di pesantrem pak kyai"
Wajah Reina seketika langsung berubah menjadi kesal "apa-apaan sih pa, Reina gamau titik. Reina gak mau" ucapnya sambil berdiri, dan meninggalkan ruangan itu
"ma, tolong bujuk Reina diluar" permintaan papa diikuti anggukan oleh mama

"jadi gimana pak kyai"
"saya sih mengizinkan, hanya saja dari diri Reina sepertinya tak ada sama sekali keinginan untuk tinggal di pesantren ini"
"saya coba bujuk Reina dulu pak kyai"
"iya silahkan"

     Mama dari tadi sudah membujuk Reina, namun kata-kata mama tak ada yang mampu meluluhkan hati Reina. Hingga papa keluar untuk membujuk Reina.
"Reina, papa sudah capek dengan semua kelakuan kamu yang kelewatan batas, pokoknya mau tidak mau kamu harus masuk pesantren"
"tapi pa.."
"gak ada tapi-tapian"
"aku gak mau pa, gak mau" Reina sedikit meringis
Pak kyai keluar dan ikut membujuk Reina
"Reina, kamu boleh tidak menginap di pesantren ini. Hanya saja setiap hari kamu harus kesini, kamu bisa tinggal di rumah nenek kamu"
Tak disangka Reina meng-iya kan nya. Pak Ruslan dan bu Dina sangat senang sekali
"papa akan sering kesini untuk menengok kamu"

     Walau terpaksa Reina mengikuti keinginan orang tuanya tersebut, ada sesal di wajahnya, andai saja waktu itu dia tidak sering membolos dan merokok di kamar mandi, pasti ia tidak akan di keluarkan dari sekolah.

NOT BECAUSE WE ARE DIFFERENT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang