CHAPTER 2

15 0 0
                                    


Sebuah suara menginterupsi riuhnya para calon mahasiswa baru yang sedang berbaris.
"Mohon perhatiannya, bagi para peserta ospek yang merasa kelengkapan atributnya kurang, harap segera mundur dari barisan."

"Ayooo...ayooo..yang atributnya tidak lengkap segera geser ke bagian belakang" komando salah satu panitia ospek.

"Mampus gue!" gumam Ayesh.

Ya, di sinilah Ayesha sekarang. Sebagai seorang mahasiswi di salah satu universitas ternama di Jakarta.

"Mending berdiri di tengah aja deh, biar nggak kelihatan," pikir Ayesha.

Tapi ternyata...

"Hei, kamu yang pake poni. Mundur! Nggak denger instruksi?," bentak salah satu panitia yang agak cakepan dikit.
(dikit lho yaa ;p)

"Kenapa kamu rambutnya nggak dikuncir dua? Trus mana nametag kamu? Kamu nggak denger instruksi persyaratan
peserta ospek kemarin?"

"Lupa, kak," jawab Ayesh singkat.

"Lupa apa belum bikin?"

Yang ditanya malah cuman nyengir sambil ngerapiin poninya.

"Deeuuhh, tau gini kagak usah kuliah aja. Huh, nyusahin."
Gerutu Ayesh tanpa henti.

"Glen" yang dipanggil menoleh, "Biar gue yang ambil alih. Lo dipanggil Juan tuh. Dia butuh bantuan katanya," kata orang di belakangnya.

"Okay, dude."
"Pesan gue, jangan lemah di depan cewek," bisiknya pelan sebelum melangkah pergi.

Sekarang tinggal Ayesha yang ada di depan seorang cowok itu. Sementara peserta ospek yang kena hukuman yang lain sudah melakukan hukuman masing - masing.

"Siapa nama kamu?" Kata cowok itu sambil mengelilingi Ayesha dengan lirikan tajamnya.

"Ayesha," jawabnya singkat.

"Nama panjang?"

"Aaaayyeeesshaaaaaa," jawab Ayesha dengan candaan, berharap orang yang ada di hadapannya ini tidak terlalu serius menghukumnya.

"Saya serius ya," kata orang itu sedikit membentak.

"Ayesha Putri Adela."

"Berhubung tinggal kamu yang belum dapet hukuman, sekarang saya yang akan kasih sanksi."

Ayesha mendongakkan kepalanya, "Asal nggak yang berat - berat aja, kak."

"Belum apa - apa udah main protes."

"Bukannya protes, tapi ngeluarin pendapat aja."

"Okey, sekarang tugas kamu minta tandatangan setiap panitia ospek, sekalian cantumin nama lengkapnya! Tandatangannya ditaruh di baju, tapi hanya di punggung. Ingat ya, cuman di punggung aja. Jelas?"

"Jelas, kak."

"Kalo gitu saya beri waktu 20 menit, minimal harus ada 15 tandatangan."

"Hah?" Ayesha hanya melongo.

"Mau protes?" Tanya si cowok seolah - olah mengetahui gelagat Ayesha yang mau melayangkan protes.

"Tapi kak, mana bis..."

"Pake protes lagi, berarti waktu saya kurangi jadi 15 menit," sela cowok itu waktu Ayesha menyanggah perkataannya, lagi.

Ayesha berlalu sambil menggumam tak jelas.

.
.
.
*** 16 menit kemudian ***
.
.
.

"Telat 1,5 menit," seorang cowok yang tiba - tiba muncul di hadapan Ayesha sambil menatap jam di pergelangan tangannya.
Sementara Ayesha masih terengah - engah karena mondar - mandir mengejar sebagian panitia yang enggan dimintai tandatangan.
"Dapat berapa tandatangan?"


"Nanti dulu. Kasih waktu buat napas dulu napa bang?," jawab Ayesha yang masih mengatur napasnya.

"Nih minum dulu. Dan jangan pernah panggil saya dengan sebutan bang. Saya bukan abang tukang siomay," cowok itu menyodorkan sebotol air mineral padanya.

"Makasih," tanpa ba bi bu Ayesha langsung menenggak minuman itu hingga tinggal sepertiganya.

"Ada berapa tandatangannya?"

"Hitung aja sendiri. Saya kan gak bisa nengok."

"Kamu tuh ya, dari tadi nyolot mulu," si panitia merasa geram dengan tingkah Ayesha.

"Siapa yang nyolot? Emang kenyataannya bener kan? Masa' saya musti lepas mata dulu baru hitung banyaknya tandatangan yang di punggung saya sendiri."

"Haahh," cowok itu mengusap mukanya kasar.
"Dah, balik lagi ke kelompok kamu sana. Emosi gue lama - lama."

"Siapa suruh nahan gue. Bye!" Ayesha menekankan kata BYE sambil berlalu dengan santainya.

Tiba - tiba ada yang menepuk pundak Radit dari arah belakang.
"Kenapa, Dit?"

"Hah? Oh enggak ada apa - apa, Yo. Balik yuk ke markas."

"Lo kenal, Dit, sama cewek tadi?" Tanya cowok bernama Aryo ini.

" Nggak. Dia kan salah satu peserta ospek yang dihukum. Nah gue yang dapat bagian ngehukum dia."

"Oh gitu. Tapi lumayan juga tuh cewek.
Oh ya, ngomong-ngomong ngomong namanya siapa?"

"Ck. Aryo, Aryo...kapan sih lo mau berubah jadi cowok bener?"

"Heh, Radith. Selama ada kesempatan, Why not?"

"Gila lo, Yo. Gue bilangin Sinta baru tau rasa lo."

"Intermezzo, man."
Mereka berdua tertawa terbahak-bahak, sampai - sampai menjadi pusat perhatian banyak orang di kampus itu.

******

Tbc

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 22, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Happy with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang