Andai Pengantin Itu Kita

2.4K 16 2
                                    

Andai Pengantin Itu Kita

Cerpen : Suden Basayev

Ini mempelai ke empat yang Kanda saksikan prosesi ijab-qabulnya, Dinda. Selalu meninggalkan gurat luka di hati Kanda. Pedih sekali, Dinda...

"Saya terima nikah dan kawinnya Setiawati binti Abdul Hadi Priyono dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan emas seberat sepuluh gram, dibayar tunai..."

Kanda pejamkan mata. Dinda, andai kita yang duduk di depan petugas dari kantor urusan agama itu... Andai pengantin itu kita.

***

Pertemuan malam itu di kediaman keluarga besar Dinda telah menghasilkan kesepakatan hari H pernikahan kita. Pinangan Kanda telah mendapat sambutan baik dari Dinda sekeluarga. Meski pernikahan kita masih menunggu Syawal tiba...

Kanda ingin sembari menunggu waktu bahagia itu tiba, Kanda bisa lebih mengenal pribadi Dinda lebih jauh, agar Kanda bisa mudah masuk ke kehidupan Dinda dan Dinda bisa mencoba memahami segala kekurangan Kanda. Malam yang sepi di kamar Kanda, Kanda sedang memegang henpon. Berdebar ketika ibu jari Kanda mengetik pesan singkat untuk Kanda kirim ke nomor henpon Dinda.

"Assalamu'alaikum, Ukhti..." hanya sesingkat itu yang mampu Kanda tulis untuk membuka 'obrolan' kita malam itu.

Tidak menunggu lama, Dinda membalas. "Wa'alaikum salam, Akhi..."

Kanda malah buntu. Dinda hanya sebatas menjawab salam Kanda. Tetap saja Kanda yang musti mencari topik 'obrolan' kita. Butuh beberapa jenak sampai Kanda bisa menemukan kalimat yang tepat untuk me-reply SMS Dinda.

"Kaifa haluki, Ukhti? Lagi ngapain?" singkat, padat, terlalu basa-basi. Tapi Kanda yakin, ini pembuka dialog yang tepat.

"Ana bikhoir. Ana lagi baca novel, Akhi..."

Uh, pendek sekali SMS balasan Dinda. Kanda berharap lebih.

"Novel apa, Ukhti?" garing banget.

"Novel terbarunya Habiburrahman El Shirazy."

Kanda tahu itu nama besar penulis novel-novel best seller. Tapi sayang Kanda bukan orang yang hobi baca cerita fiksi. Jadi ya..., Kanda tak bisa komentar tentang apa yang Dinda baca. Wah, Kanda harus alihkan ke topik lain.

"Ukhti sudah sholat Isya'? Udah makan belum?" basa-basi lagi deh. Kanda bingung, tak pandai merangkai kata.

"Alhamdulillah, udah makan malam dan sholat Isya'. Sekarang tiduran di kamar sambil baca. Akhi suka baca novel nggak?"

Waduh. Ke novel lagi!

Kanda balas jujur saja, "Ana nggak suka baca karya fiksi, Ukhti. Pilih baca buku-buku non fiksi. Kajian-kajian ilmiah..."

Cukup lama Dinda belum memberi balasan. Wah, mungkin Dinda kehabisan kata, soalnya obrolan kita tidak searah.

"Selera orang memang berbeda-beda, Akhi." balas Dinda akhirnya.

Sekarang, Kanda yang musti mencari kata untuk Kanda susun jadi kalimat untuk membalas SMS Dinda.

"Biasanya sampai jam berapa Ukhti baca novel malam-malam gini?" tanya Kanda asal.

"Nggak ada batasan. Kalau novelnya bagus bisa sampai Subuh. Kalau kurang cocok biasanya ngantuk dan tahu-tahu ketiduran..."

Kanda tersenyum. Bahagia sekali membaca SMS dari Dinda yang tak sesingkat sebelumnya.

"SMS ana ini ganggu baca Ukhti nggak?" tanya Kanda.

"Nggak papa. Kan sambil bisa. Malah senang Akhi temenin." jawab Dinda menyenangkan hati Kanda.

Cerpen Andai Pengantin Itu KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang