EMPAT

1.8K 204 8
                                    

A/N: Ada perubahan sudut pandang di chapter ini ya, mohon diperhatikan. Terima kasih.

***

Kau menyadarinya. Sejak setengah tahun ini ada perubahan dalam diri Kongpob. Kekasihmu.
Sebelumnya ia melarangmu bertemu dengan Namtarn, kau menyetujuinya, kau sadar Kongpob pastilah tak kan merasa nyaman bersamanya, dulu kau pernah memiliki perasaan pada gadis itu walaupun sekarang sudah tidak ada lagi perasaan yang tersisa untuknya kau tak ingin Kongpob cemburu atau marah padamu.

Tapi ternyata itu tidak cukup. Kongpob bahkan mulai melirik tak suka pada teman-teman dekatmu, emosinya bisa terpancing hanya karena kau mendapat pesan untuk melakukan reuni dari Knott sahabat baikmu.

Dalam satu hari, Kongpob bisa meneleponmu lebih dari sepuluh kali, mengirimkan banyak pesan dan semua itu berisi obrolan yang sama.

P'Arthit sedang apa?

P'Arthit ada di mana?

P'Arthit sedang bersama siapa sekarang?

P'Arthit sudah makan?

P'Arthit kapan pulang?

Bagaimana pekerjaan P'Arthit? Sudah selesai?

P'Arthit sudah sampai apartemen?

Aku mencintaimu, P'Arthit

Awalnya kau merasa di atas awan, bahagia, mendapatkan perhatian dengan segala rupa. Tapi sekarang, kau merasa seperti tahanan yang diawasi dua puluh empat jam. Kau tetap bertahan, karena mungkin Kongpob juga melakukan yang terbaik untuk menjaga hubungan kalian.

Kau awalnya berpikir begitu, tidak, kau berkeras diri untuk mempercayainya sampai malam ini. Kongpob berubah menjadi sosok yang rasanya tidak pernah kau lihat sebelumnya, tidak kau kenal. Menakutkan.

"Kau berubah Kongpob! Semakin hari kau semakin aneh! Sikapmu-.."

"Apa yang salah dari caraku mencintaimu?!"

Ucapanmu ia sela dengan bentakan. Cara mencintai ia bilang? Dengan mengisolasikan dirimu dari dunia luar? Begitukah?

Kau meronta lebih kuat dan berhasil melepaskan cengkramannya. Kau meringis perih, pergelangan tanganmu memerah. Kongpob sepertinya tidak ambil peduli. 

Kau menatapnya nanar. "Ada apa denganmu, Kongpob?" Suaramu serak menahan isak.

"Aku menjagamu P'Arthit,"

Bisa kau rasakan remasan pada dua sisi bahumu. Kau gemetar, matamu memandang wajahnya takut. Ada sesuatu yang membuat Kongpob kini menjadi sosok mengerikan bagimu.

"Tidak.. bukan.."

"Aku menjagamu karena aku mencintaimu P'Arthit,"

"Kau sudah gila! Sikapmu benar-benar aneh, Kongpob!"
Kau mengatakan apa yang ada pikiranmu.

"Itu karena aku sangat mencintaimu,P'Arthit!"

"Aku tidak mau dicintai dengan cara seperti ini!" Jawabmu keras, hampir berteriak.

Tidak ada balasan dari kekasihmu. Kau beranikan diri menatap wajahnya lagi. Manik matanya menatapmu tak percaya, sepertinya ada kesalahpahaman yang ia tangkap dari perkataanmu, karena tak lama setelah itu ia jatuh terduduk dan memeluk kakimu. Kau terkejut bukan kepalang.

"Jangan tinggalkan aku P'Arthit," kau bisa mendengar suaranya tremor, Kongpob menangis.

Setelah semua kegilaan ini, sekarang ia menangis?

"P'Arthit.."

Entah sudah berapa kali namamu dipanggilnya. Kau bingung, pikiranmu terbagi dua antara ingin tetap protes akan kebebasanmu dan rasa kasihan, sementara jauh di lubuk hatimu, sosok Kongpob masih tak bisa terlepaskan. Tak bisa diabaikan.

"Kongpob.. hentikan,"

"P'Arthit.. jangan tinggalkan aku,"

Kau berjongkok, "Kongpob, kumohon jangan seperti ini, ayo kita bicarakan ini baik-baik," suaramu melembut.

"P'Arthit, maafkan aku.."

Ini adalah salah satu hal yang kau sukai darinya. Seberapa besar kesalahan yang ia lakukan, kekasihmu tak pernah ragu untuk meminta maaf setelahnya.

"Kongpob, aku punya kewajiban yang tidak bisa kuhindari. Dan aku punya hak untuk bebas melakukan apa yang kuinginkan. Yang kau lakukan ini.. membuatku tak nyaman," kau mencoba mengungkapkan dengan jujur. Kongpob menunduk, terdiam.

"Kau tidak perlu takut, aku memiliki komitmenku sendiri sebagai kekasihmu. Aku tidak akan menyukai orang lain selain dirimu, jadi kau tidak perlu mengekangku,"

"Tapi P'-"

"Apa dimatamu aku adalah peliharaan?"

"Aki tidak pernah beranggapan seperti itu P'Arthit! Kau kekasihku, aku mencintaimu!" Sangkalnya cepat.

Kau tersenyum lagi, "Tapi kau seperti menganggapku layaknya itu.. Kau tidak membiarkanku bebas, tidak membiarkanku menikmati kebersamaanku bahkan dengan sahabatku sendiri. Kau seperti mengikatku dengan tali kekang, menjeratku dan itu terasa menyesakkan."

"...."

"Aku ingin kau bisa mempercayaiku, Kongpob,"

"P'Arthit sungguh tidak akan meninggalkanku demi orang lain?" Ia balik bertanya.

Kau mengangguk pasti. "Aku bukan orang yang mudah selingkuh, kau tau?"

Kongpob bergerak memelukmu, pelukan yang hangat membuatmu nyaman. Tak peduli pakaianmu kini ikut basah karenanya. Kongpob bertanya lagi untuk memastikan. "Apakah P'Arthit mencintaiku?"

"Aku mencintaimu, Kongpob," jawabanmu begitu tulus. lalu sebuah ide terlintas di benakmu, sesuatu yang mungkin bisa menenangkan Kongpob dan membuatnya kembali ceria. "Kupikir aku akan menemui Kepala Direktur hari ini,"

Kongpob melepaskan pelukannya, menatapmu tak mengerti.

"Aku akan meminta padanya untuk memindahkanku ke bagian yang lain," kau sepertinya sudah jatuh terlampau dalam kepadanya hingga mengikuti jejak kegilaannya karena berencana seperti itu. Meskipun sulit kau akan berusaha.

Mengerti maksudmu, Kongpob tersenyum lebar, matanya memancarkan rasa haru tak terkira. "P'Arthit, aku mencintaimu!!" serunya lalu memelukmu lebih erat daripada sebelumnya.

Kau mengusap wajahnya, dan mengambil inisiatif untuk menciumnya lebih dulu. Kongpob tidak keberatan. Ia membalasnya dengan terburu. Satu kecupan hangat yang berakhir dengan dua tubuh berpeluh di ranjang.
Saat itu kau begitu lelah, tanpa mengetahui ada pemberitahuan misscall dan pesan dari seseorang di ponselmu yang tergeletak terlupakan di atas meja nakas di samping tempat tidur.
Kau tidak tahu, malam ini mungkin kau bisa tidur dengan tenang dalam pelukannya, tapi esok hari... kau sampai pada takdir yang tak terduga.

INSANETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang